Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Sepenggal Kisah Ketika Dua Personel TNI Redamkan Pemberontakan Terbesar di Papua Tanpa Gunakan Senjata Sama Sekali

Seto Ajinugroho - Kamis, 06 Desember 2018 | 09:23
Ilustrasi TNI di Papua
Kompas.com/Aris Prasetyo

Ilustrasi TNI di Papua

Brigjen TNI Sarwo Edhie Wibowo selaku Pangdam XVII/Cenderawasih lantas mempunyai ide meredam pemberontakan Mandatjan.

Sarwo tahu penyelesaian pemberontakan harus dipadu padankan antara operasi tempur dan non-tempur.

Baca Juga : TNI dan Polri Akan Kerahkan Kekuatan Penuh Sebagai Respon Atas Pembunuhan 31 Orang Pekerja Jembatan di Nduga, Papua

"Kalau pemberontak kita pukul terus menerus, mereka pasti hancur. Tetapi mereka adalah saudara-saudara kita. Baiklah kita pukul, kemudian kita panggil agar mereka kembali ke pangkuan ibu pertiwi," ujar Sarwo Edhie seperti dikutip dari Sintong Panjaitan : Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando.

Langkah Sarwo semata-mata untuk menghindari pertumpahan darah ini kemudian dilaksanakan.

Maka pada Januari 1967 AURI menyebarkan pamflet dari udara menggunakan pesawat B-25 Mitchell yang berisi seruan agar pemberontak kembali ke pangkuan Indonesia.

Selanjutnya Sarwo memerintahkan Mayor TNI Heru Sisnodo dan Serma Udara John Saleky dari PGT AURI untuk menemui Lodewijk Mandatjan.

Tujuannya ialah membujuk agar Mandatjan dan pengikutnya yang berjumlah puluhan ribu itu turun dari hutan dan kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Baca Juga : Korowai, Suku di Papua Barat yang Doyan Makan Daging Manusia

Heru dan Saleky sengaja dipilih oleh Sarwo lantaran keduanya sudah diambil sebagai anak angkat oleh Lodewijk Mandatjan karena mereka berdua berjuang bersama-sama di Kaimana saat Operasi Trikora.

Heru dan Saleky kemudian berangkat berjalan kaki memasuki hutan tempat di mana Lodewijk Mandatjan berada.

Mereka berdua sama sekali tak membawa senjata.

Source : Sintong Panjaitan : Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando

Editor : Grid Hot

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular

x