Hasil eksperimen ini konsisten dengan catatan sejarah dari letusan lainnya.
Lantaran minimnya catatan cuaca di tahun 1815, jadi untuk menguji teorinya, Dr Genge memeriksa catatan cuaca setelah letusan 1883 gunung berapi Indonesia lainnya, yakni Gunung Krakatau.
Data menunjukkan suhu rata-rata yang lebih rendah dan mengurangi curah hujan segera setelah letusan dimulai, dan curah hujan global lebih rendah selama letusan daripada periode sebelum atau sesudahnya.
Dia juga menemukan laporan gangguan ionosfer setelah letusan Gunung Pinatubo pada tahun 1991, Filipina, yang mungkin disebabkan oleh abu bermuatan di ionosfer dari gunung api.
Selain itu, tipe awan khusus, yakni awan noctilucent muncul lebih sering daripada biasanya setelah letusan Krakatau.
Dr Genge mengemukakan bahwa awan ini memberikan bukti pada terangkatnya debu elektrostatik dari letusan gunung berapi besar.
Dr Genge mengatakan: 'Vigo Hugo dalam novel Les Miserables berkata tentang Pertempuran Waterloo:' langit yang sangat gelap yang cukup untuk membawa runtuhnya Dunia. Sekarang kita selangkah lebih dekat untuk memahami bagian Tambora dalam Pertempuran itu."
Baca Juga : Ungkapan Kesedihan Ifan Seventeen Usai Dylan Sahara Ditemukan Meninggal Akibat Tsunami di Banten
Pertempuran Waterloo
Pertempuran Waterloo, berlangsung di Belgia pada 18 Juni 1815.
Perang ini menandai kekalahan terakhir Napoleon Bonaparte, yang telah menaklukkan sebagian besar Eropa pada awal abad ke-19.