GridHOT.id - Seorang petani cabai di Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kulon Progo, Sukarman (60), memutuskan untuk tidak melakukan panen.
Hal tersebut dipilih lantaran harga cabai keriting terjun bebas dari normalnya Rp 15.000 perkilogram menjadi Rp 3.000-4.000 per kg di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sukarman memutuskan untuk tidak memanen cabai karena ongkos petik lebih mahal ketimbang harga jual.
Bahkan, dia menghancurkan ladang miliknya seluas 1,5 hektare yang cabainya sudah merah dengan gramason, racun pembunuh rumput dan gulma.
Baca Juga : Terbaring Sakit, Ani Yudhoyono Banjir Doa dari Sejumlah Pemimpin Negera Indonesia dan Singapura
"Saya baru 5 kali petik dari biasanya bisa sampai 15-20 kali petik. Tapi sekarang rugi karena harga Rp 3.000-4.000 per kg," kata Sukarman, ketika ditemui di Bugel 2, Sabtu (9/2/2019).
Ia membiarkan buah cabai itu mengering sendiri di pohon dan dipenuhi semak belukar. Ladang itu pun kini menjadi berwarna cokelat karena pohon mengering.
Sukarman mengatakan, mau tak mau ia memutuskan untuk mengganti dengan tanaman lain, misal semangka.
"Karena cabai ini sudah tidak ada untungnya," kata Sukarman.
Baca Juga : 'Sebenernya Bawah Sadar Bang Hotman Ini Menerima Hal-hal yang Sulit Dijelaskan Secara Logika'
Sukarman merasa keputusan ini tepat, terlebih setelah memperoleh kabar bahwa rendahnya harga cabai selama ini dikait-kaitkan dengan impor cabai kering, cabai tumbuk, dan saos cabai yang diyakini untuk mendukung industri produk makanan lain.
"Kami baru tahu setelah saya hadir di pertemuan perwakilan kelompok tani seluruh Indonesia di kantor Dirjen Holtikultura Jakarta pada 4 Januari 2019. Kami mendesak dan baru tahu ada impor cabai ini yang baru 40 persen, belum seluruhnya," kata Sukarman.
Karenanya, ia meyakini harga cabai tidak akan terdongkrak naik dalam tempo lama. Padahal, kata Sukarman, BEP lombok merah keriting di tingkat petani di Kulon Progo berada di harga Rp 10.000 per kg.
Petani lain di Bugel, Suparman (55), juga merasakan hal serupa. Ia mengatakan, kalau dihitung sejak pertama kali menanam, sebenarnya tidak rugi besar.
Baca Juga : 'Anak Bung Karno Tidak Hanya Satu, Saya Tidak Hanya Anak Biologis, Tapi Ideologis'
Namun, kini ia berencana mengganti cabai dengan tanaman lain. Kebetulan harga sudah lama di titik terendah.
"Harga sekarang Rp 5.000 per kg itu tidak cucuk (jauh dari BEP). Setidaknya Rp 15.000. (Karenanya) habis ini saya mau bongkar dan ganti tanaman lain," kata Suparman.
Kulon Progo sejatinya digadang sebagai salah satu lumbung cabai nasional. Produksi cabai keritingnya bisa mencapai 40 ton perhari.
Baca Juga : Ini Dia Sukhdev Singh Suami Bunga Zainal yang Sebelumnya Ditutup-tutupi
Sebanyak 90 persen produksi cabai dari kabupaten ini memenuhi kebutuhan cabai berbagai daerah di Indonesia. Utamanya, Provinsi DKI Jakarta, seperti Pasar Kramat Jati, Cibitung, dan Tanah Tinggi.
Cabai juga dikirim ke Sumatera. Produksi cabai Kulon Progo meningkat tajam di 2018 lalu, bahkan sampai 25.362 ton atau 225,82 persen dari target 11.231 ton.
Produksi cabai Kulon Progo merupakan produksi terbesar dari semua jenis holtikultura yang ada. Semua didukung oleh luas tanam yang besar mencapai 2.240 hektar. Luas tanam ini melebihi masing-masing kabupaten yang ada di DIY. (Kompas.com/Dani Julius Zebua)
Baca Juga : Pemeran Jinny Oh Jinny, Diana Pungky Tidak Lagi di Dunia Hiburan Tetapi di Dunia Ini
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul Harga Jeblok, Petani Ini Matikan 1,5 Hektare Pohon Cabainya dengan Racun Gulma