Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Di akhir bulan Agustus sampai September 2019, pihak kepolisian sedang menggelar Operasi Patuh 2019 secara serentak.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews, Operasi Patuh 2019 akan dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia.
Operasi Patuh 2019 juga sudah memiliki target operasi tersendiri.
Maka dari itu tak heran jika belakangan ini banyak berita soal pengendara bermotor yang ditilang karena melanggar aturan lalu lintas.
Belakangan ini terjadi sebuah peristiwa razia tertib lalu lintas yang akhirnya memakan korban.
Pemuda asal Desa Paok Motong, Lombok Timur, Zaenal Abidin (29), tewas setelah diduga berkelahi dengan oknum kepolisian di Satlantas Polres Lombok Timur.
Melasir dari Kompas.com, Polisi menyebut, Zaenal meninggal setelah terlebih dulu mengamuk dan menyerang petugas karena persoalan tilang.
Berdasarkan rilis polisi, kejadian berawal pada Kamis (5/9/2019) pukul 20.20 Wita di lapangan apel Satlantas Polres Lotim.
Pada saat itu Zaenal sedang mengendarai sepeda motor Vario warna putih melawan arus dan tanpa menggunakan helm masuk ke pintu gerbang kantor Satlantas.
Ternyata Zaenal datang untuk meminta motornya yang ditahan karena terjaring razia operasi patuh yang dilaksanakan di hari yang sama pukul 16.00.
Saat itu, dua anggota Satlantas atas nama Aipda I Wayan Merta Subagia dan Bripka Nuzul Husaen sedang melaksanakan tugas piket menjaga barang bukti hasil razia operasi patuh di lapangan apel Satlantas.
"Di mana motor saya?" tanya Zaenal dengan nada tinggi.
Zaenal yang disebut datang dengan cara tidak bersahabat ini memicu awal percecokan dirinya dengan anggota Satlantas yang sedang berjaga.
Untuk meredam suasana, Aiptu I Wayan Merta Subagia menyampaikan pada Zaenal suntuk turun dari kendaraan terlebih dahulu.
Namun, Zaenal masih saja emosi justru mengatakan "Maumu apa?"
"Ada apa Pak, tolong tenang," jawab Bripka Nuzul yang turut menghampiri Zaenal untuk turut menenangkan.
Tiba-tiba Zaenal pada saat itu disebut langsung menyerang Bripka Nuzul dengan cara memukul menggunakan tangan terkepal ke bagian pipi sebelah kiri dan hidung secara bertubi-tubi.
Perkelahian pun terjadi antara petugas dengan Zaenal yang menyebabkan Zaenal terjatuh dan menabrak pot bunga yang ada di lapangan apel Satlantas.
Pada saat itu juga Zaenal dilumpuhkan dan diserahkan ke SPKT Polres Lotim.
Akibat serangan dari Zaenal, Bripka Nuzul juga langsung dilarikan ke rumah sakit karena luka-luka yang disebut cukup serius.
Zaenal sempat diperiksa Satreskrim Polres Lotim, tetapi saat pemeriksaan Zaenal tiba-tiba tidak sadarkan diri dan dibawa ke RSUD Selong.
Nyawa Zaenal pun akhirnya tak tertolong saat sampai di RSUD Selong.
Polisi juga disebut sudah melakukan musyawarah dengan keluarga Zaenal.
Sementara itu, Sahabudin (60), ayah Zaenal menyebutkan dirinya mendapat informasi dari polisi bahwa anaknya masuk rumah sakit pada Sabtu (7/9/2019) pukul 04.00 WITA.
"Sekitar jam 4 pagi itu saya dapat informasi dari petugas, Zaenal masuk rumah sakit," kata Sahab, saat ditemui di kediamannya di Dusun Tunjang Selatan, Minggu (8/9/2019).
Sesampainya di rumah sakit, Sahabidun pun kaget melihat ada luka lebam di sekujur tubuh anaknya.
"Saya kaget ternyata di bagian muka memar, di belakang kepala ada memar juga, dan di kakinya," ungkap Sahab.
Sahabudin tidak menduga anaknya dianiaya.
"Kelihatannya ada yang memukul, tapi saya tidak tahu siapa orangnya," tutur Sahab.
Sementara itu keterangan lengkap dari sang ayah telah diberitakan Bangkapos.com.
Sahabudin mengatakan, lebih baik anaknya dipenjara daripada dipukul hingga akhirnya tewas.
“Dalam hati saya menyebutkan, lebih baik saya lihat Zaenal masuk penjara 10 tahun, daripada dipukul dan mati,” tutur Sahab.
Dirinya tidak sanggup membayangkan bagaimana rupa anaknya itu saat dipukuli.
"Tidak bisa saya bayangkan bagaimana rupa anak saya itu jika saat dipukul. Dipenjara saja 10 tahun tidak apa-apa," ungkap Sahab, sambil menghela napas panjang.
Sahab menyebutkan, dirinya tidak bisa keberatan karena telah menandatangani surat tersebut.
Adapun pihak yang menandatangani surat tersebut yakni, ayah Zaenal atas nama Sahabudin, beserta keluarga lainnya yang kemudian bermaterai 6000.
“Kan sudah ada surat itu, katanya sudah damai, tidak ada masalah lagi,” ungkap Sahab.
Sahab menyebutkan, dirinya tidak bisa berbuat lebih banyak, karena takut salah berbicara karena sudah menandatangani surat pernyataan tersebut.
"Tidak tahu mau ngomong apa, takut nanti salah-salah, karena sudah tanda tangan surat," ungkap Sahab.
Adapun surat dokumen itu didapatkan dari Ketua Forum Rakyat Bersatu (FRB) Lombok Timur, Eko Rahady sebanyak satu lembar.
Surat pernyataan tersebut tertanggal Sabtu (7/9/2019) tersebut bermuatan 2 poin. Poin pertama menyebutkan,
“Kami selaku orang tua dan keluarga dari Zaenal Abidin tersebut di atas, tidak keberatan dan tidak akan menuntut secara hukum dari pihak manapun di kemudian hari, atas apa yang sudah terjadi dan yang dialami oleh anak kami tersebut di atas dikarenkan kami selaku keluarga menyadari/memaklumi kondisi anak kami yang sedang mengalami gangguan jiwa.”
Sedangkan poin yang kedua bertuliskan, “Kami selaku orangtua mewakili keluarga mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan/sumbangsih biaya pengobatan/perawatan dan santunan yang telah diberikan oleh pihak kepolisian”
“Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya agar dapat dipergunakan sebagai mana mestinya”, tutup surat tersebut.(*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com,Bangkapos.com |
Penulis | : | Nicolaus |
Editor | : | Nicolaus |
Komentar