Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan dan Sumatera, Indonesia belum ditangani dengan sempurna.
Beberapa titik api masih terpantau muncul di wilayah Riau, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan barat.
Namun beberapa upaya pemerintah sudah dilakukan untuk menanggulangi masalah karhutla supaya cepat teratasi.
Salah satu cara untuk menanggulangi asap dan karhutla adalah dengan menerapkan penyemaian awan (cloud seeding) atau kerap disebut oleh masyarakat sebagai hujan buatan.
Melansir dari Kompas.com, Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ( BPPT) telah melakukan upaya pencegahan.
Seperti yang dituturkan Tri Handoko Seto, sebuah teknologi penyemaian awan telah dilakukan untuk menambah atau mengurangi curah hujan.
"Jadi penyemaian awan atau dikenal orang hujan buatan ya, padahal namanya teknologi modifikasi cuaca itu ada untuk menambah atau mengurangi curah hujan," ucap Seto.
Untuk menanggulangi kebakaran hutan ini, teknologi modifikasi cuaca diperlukan untuk menambah curah hujan.
Seto juga mengatakan untuk mengurangi dampak karhutla maka bisa dilakukan setiap hari tergantung keberadaan awan di daerah tersebut.
Namun, untuk menerapkan modifikasi cuaca dengan teknik ini, maka salah satu hal yang diperlukan adalah keberadaan awan.
Tanpa adanya awan, maka penyemaian akan sulit dilakukan.
Seto pun menjelaskan bagaimana mekanisme teknologi penyemaianawan ini bekerja.
Sebelum melakukan penyemaian, petugas di lapangan akan mengukur parameter cuaca, temperatur, kelembapan, hingga tekanan, dan parameter lain untuk memprediksi kemungkinan tumbuhnya awan.
Kemudian setelah keberadaan awan terdeteksi, maka selanjutnya akan dilakukan penyemaian dengan menggunakan bahan semai.
Bahan semai ini bersifat higroskopik atau menyerap air sehingga bisa meningkatkan proses pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan.
Dengan demikian, proses ini nantinya bisa mempercepat terjadinya hujan.
"Lalu muncul awan kita membawa bahan semai menggunakan pesawat, kita masukkan ke dalam awan, nanti awannya akan lebih aktif kemudian bisa menjadi hujan dan hujannya akan lebih banyak," kata Seto.
Menurut Seto, kondisi awan di suatu tempat dipengaruhi oleh pola angin karena pola itu akan menentukan arah uap air.
Jika angin terpantau dalam kondisi baik, maka uap air akan berkumpul lalu naik ke atas dan terbentuk menjadi awan.
"Kalau pola anginnya tidak mendukung, maka uap air yang ada tidak pernah terbentuk menjadi awan," ucapnya.
Seto menambahkan, dalam melakukan proses ini harus menggunakan pesawat yang memiliki sertifikasi untuk penyemaian awan.
Sementara untuk menangani kebakaran yang saat ini terjadi, Seto mengatakan, pihaknya sudah melakukan pencegahan dan penanganan dengan teknik ini sejak lama.
Namun karena adanya kendala akibat pesawat yang bermasalah membuat prosesnya sempat berhenti.
Setelah itu, Seto mengatakan, pihaknya akan melakukan penyemaian awan di wilayah Riau setiap hari.
BPPT lewat akun Twitter-nya mengatakan jika saat ini pihaknya sedang melakukan penyemaian awan di Riau dan wilayah Sumatera Selatan.
Untuk wilayah Riau, Seto menuturkan, pihaknya sudah melakukan operasi penyemaian awan sejak tanggal 12 September lalu.
"Lama tidak melakukan penyemaian, kemudian kami mulai lagi 12 September kemarin dan ada hasilnya," ucap dia.
Selain untuk memadamkan kebakaran hutan, teknologi penyemaian awan ini juga berfungi untuk polusi udara di suatu wilayah dan bisa dilakukan pula untuk mengisi waduk saat musim kemarau.
Selamat mlam. Saat ini kami sdng melakukan penyemaian awan setiap hari di Riau dan Sumsel untuk operasi atasi kebakan hutan dan lahan, untk wilayah Kalimantan sedang dimulai. Semoga bencana ini segera teratasi.@KementerianLHK @infoBMKG @_TNIAU @BNPB_Indonesia #SaveKalimantan pic.twitter.com/xPRYHGaeLH
— BPPT RI (@BPPT_RI) September 15, 2019
"Jadi biasanya saat musim-musim transisi kami lakukan modifikasi cuaca untuk mengisi waduk, untuk macam-macam," ucap Seto.
Selain itu, teknik ini juga dapat digunakan untuk mengantisipasi adanya kebakaran khususnya di lahan gambut.
"Kalau musim kemarau, ya gambut-gambut itu harus dibasahi, airnya dibanyakin dengan penyemaian awan. Jadi agar gambut tidak kering jadi agar tidak mudah terbakar dan tidak mudah terjadi kebakaran yang tidak terkendali," tutur dia.(*)
Source | : | Kompas.com,Twitter |
Penulis | : | Nicolaus |
Editor | : | Nicolaus |
Komentar