Untuk aduan Hemsi maupun Terry Doegmah Panyonnah, petani dari Butaw, Liberia, yang berkonflik dengan Golden Veroleum Liberia (GVL), Yuyun mengatakan, seharusnya bank transparan dalam menindaklanjuti karena kedua petani itu butuh melihat respons terhadap pengaduan mereka.
Ia mencontohkan, Terry sudah mengadu sejak 2012 ke RSPO namun tidak ada hukuman apa-apa terhada GVL maupun induk perusahaannya.
Mekanisme seperti RSPO, menurut dia, seharusnya tidak menjadi satu-satunya acuan bagi perbankan maupun lembaga investasi di Belanda maupun Eropa dalam merespons kasus-kasus terkait usaha perkebunan.
"Jika itu menjadi standar keberlanjutan di sektor agribisnis kelapa sawit tentu tidak bisa juga. Maka harusnya Pemerintah Belanda atau Eropa mengatur ini, membuat batasan untuk investasi sektor itu, sehingga tidak ada standar ganda terkait kebijakan iklim mereka," katanya.
Sementara anggota parlemen Eropa dari Partai Hijau Bas Eickhout mengatakan bahwa jika ingin menempatkan sebuah kebijakan di tempat yang tepat, maka harus konsisten.
Parlemen Eropa sudah mendiskusikan peran lembaga investasi atau perbankan Eropa dalam agroindustri berkelanjutan.
Ada ide untuk khusus membuat bank iklim, yang investasinya akan lari ke pendanaan pengendalian perubahan iklim.
"Kami harus yakin bahwa kebijakan tersebut konsisten dengan apa yang kita kerjakan dengan kebijakan minyak sawit contohnya. Sekarang belum sepenuhnya konsisten. Saya sangat tahu itu, jadi ada pekerjaan yang harus diselesaikan dalam aturan keuangan," kata Eickhout.
"Tapi itu sudah pasti akan menjadi topik pembahasan mereka di Parlemen Eropa," ia menambahkan.
Harapannya, kebijakan dan pengaturan yang jelas dan konsisten dalam pengusahaan perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan dari lembaga pembiayaan dan pemerintah pengaruhnya akan sampai ke petani-petani yang menghadapi konflik dengan perusahaan seperti Hemsi.(*)
Komentar