Gridhot.ID - Konflik antara TNI dengan Fretilin di Timor-Timur sepanjang tahun 1975-1998 berlangsung sengit.
Tak jarang kerap terjadi aksi tembak-menembak antar kedua kubu.
Fretilin yang merupakan pergerakan kemerdekaan Timor-Timur atas pendudukan Indonesia di tanah airnya (anggapan mereka) selalu membuat usaha-usaha untuk mengeliminasi tentara Indonesia disana.
Usaha memerangi TNI oleh Fretilin rupanya membuat repot pemerintah Indonesia.
Pasalnya para milisi Fretilin amat mengenal medan pertempuran yang merupakan tanah kelahiran mereka.
Tak jarang milisi Fretilin berkali-kali melakukan ambush, pencegatan serta penghadangan kepada para prajurit TNI.
Hal ini mengakibatkan jatuhnya korban di pihak TNI dengan jumlah tak sedikit.
Aksi Fretilin ini sangat merepotkan serta dan mendapat perhatian serius dari markas besar ABRI (TNI) kala itu.
Tak mau berlarut-larut pada tahun 1987-1991, Prabowo Subianto yang kala itu menjabat sebagai Komandan Batalion Linud Kostrad 328 berhasil menjadikan para prajurit batalionnya amat terlatih.
Para personel Linud Kostrad 328 diberikan materi pasukan pemburu sebagai tambahan kualifikasi keterampilan prajurit.
Gara-gara hal itu, Linud Kostrad 328 pimpinan Prabowo sering mendapat penugasan di Timor-Timur untuk berperang melawan Fretilin.
Ketika Prabowo menjabat sebagai Danjen Kopassus, ia memiliki inisiatif untuk membentuk sebuah Satgas Darat Rajawali yang kemudian populer dipanggil Kompi Pemburu.
Pembentukan satgas Rajawali Kompi Pemburu ini dimaksudkan agar satuan infanteri biasa di Kodam-Kodam TNI AD memiliki kemampuan sebagai pasukan elit yang tahan banting.
Namun hal itu urung dilaksanakan karena suatu hal.
Tapi pembentukan Satgas Rajawali Kompi Pemburu tetap dilangsungkan dengan komposisi 10 Kompi.
10 Kompi itu berisi 2 kompi Parako Kopassus, 3 Kompi Marinir, dan 5 kompi Batalion Infanteri TNI AD.
Pelatihan kemudian dilaksanakan di Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdik Passu) Batujajar, Jawa Barat selama 3 bulan.
Calon-calon prajurit pemburu ini dilatih dengan kualifikasi penjejakan, patroli jarak jauh, pertempuran hutan gunung, close quarter battle, silent kill, penyergapan/penghadangan, serangan bivak, hingga kemampuan serangan mobile udara (Air Assault).
Jika lulus dalam pelatihan maka setiap personel berhak menyandang brevet Rajawali dengan dua cakarnya memegang pedang dan dibawahnya terukir tulisan 'Pemburu.'
Pelatihan yang berat dan intens ini akhirnya menunjukkan hasil yang luar biasa ketika dilapangan.
Satgas Rajawali Kompi Pemburu langsung diterjunkan di medan peperangan Timor-Timur.
Pola pergerakan Kompi Pemburu TNI ini amat dinamis dan terus bergerak, menjejak, serta memburu hingga tuntas, setidaknya membuat GPK–Gerombolan Pengacau Keamanan, Fretilin ciut nyali.
Dengan taktik jaring laba-labanya, yakni unit bergerak dalam 4 poros saling melindungi, tiap poros ada satu grenadier sebagai senjata penghancur, seakan membentuk pola jaring laba-laba, dijamin musuh yang masuk 'killing ground' taktik tersebut akan tewas dihabisi oleh satgas Rajawali kompi pemburu.
Meski akhirnya hanya bertugas beberapa tahun di Timor-Timur, kehadiran satgas Rajawali membuat moral bertempur milisi Fretilin ambruk.
Bahkan ada kesaksian dari mantan milisi Fretilin setelah Timor-Timur merdeka dari Indonesia, ia menyatakan jika dulu kelompoknya bertemu dengan Kompi pemburu Rajawali maka sebisa mungkin untuk menghindar, jangan kontak senjata karena dipastikan akan kalah.
Satgas Rajawali Kompi Pemburu kemudian dibubarkan setelah selesainya konflik Timor-Timur.
Tapi saat DOM Aceh melawan GAM, Satgas Rajawali kembali diaktifkan dan kompi pemburu inilah cikal bakal dibentuknya pasukan Raider TNI.
Artikel ini telah tayang di Grid.ID dengan judul: "Satgas Rajawali TNI Kompi Pemburu Dengan Taktik Jaring Laba-laba, Sekali Musuh Terjebak Dijamin Binasa."
(*)