Tim Li menginfeksi sel-sel dengan strain COVID-19 yang membawa mutasi berbeda, di mana strain yang paling agresif ditemukan menghasilkan sebanyak 270 kali lebih banyak viral load dibandingkan dengan strain yang paling lemah.
Strain agresif juga membunuh sel manusia paling cepat.
"Hasil menunjukkan bahwa keragaman sebenarnya dari strain virus sebagian besar masih kurang dihargai," tulis Li.
Studi ini dapat memiliki implikasi di masa depan pada pengobatan virus corona, karena beberapa strain berbeda telah ditemukan di seluruh dunia.
Amerika Serikat, yang memiliki angka kematian terburuk di dunia pada 42.897, dan 799.515 kasus secara keseluruhan, telah dilanda berbagai mutasi.
New York, yang memiliki tingkat kematian terburuk di AS, dan pantai timur menunjukkan jenis virus corona yang serupa dengan yang ditemukan di Eropa, sedangkan AS bagian barat telah menunjukkan kesamaan dengan jenis yang ditemukan di China.
"Pengembangan obat-obatan dan vaksin, meski mendesak, perlu memperhitungkan dampak akumulasi mutasi ini untuk menghindari jebakan potensial," kata para ilmuwan.
(*)
Source | : | Kompas.com,Kontan.co.id |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Dewi Lusmawati |
Komentar