Ia ingin mengubur dalam-dalam masa lalunya. Mengadopsi tembang grup band Seurius, bukan hanya rocker, algojo pun manusia, yang punya rasa dan punya hati.
Tapi setiap kali mengajukan permohonan pensiun, justru pil pahit yang didapat. Pemerintah Singapura sampai saat ini masih kesulitan mencari pengganti yang bermental sekokoh Singh.
Singh bercerita, pihak penjara pernah memintanya melatih dua orang sipir - satu orang Melayu, satu lagi keturunan Cina – yang dianggap layak menggantikannya.
Sayangnya, meski telah berlatih lama di depan tiang gantungan, "Saat harus menarik tuas, tubuh mereka mendadak beku, tak bergerak sama sekali. Padahal, terpidana mati harus segera dieksekusi," jelas Singh.
"Saking terpukulnya, satu di antara mereka, yang keturunan Cina, akhirnya mengundurkan diri sebagai sipir," kata Singh, yang sampai saat ini masih memanfaatkan Official Table of Drops bikinan tahun 1913, warisan pengadilan kolonial Inggris.
Berdasarkan angka-angka pada tabel kuno itulah, Singh menentukan panjang tali dan detail teknis lainnya, berdasarkan data tinggi dan berat badan si terpidana mati.
Singh sendiri mulai menjadi sipir sejak Singapura masih bergabung dengan Malaysia, pada pertengahan tahun 1950-an.
Setelah sang guru. Seymour (orang Inggris yang menjadi algojo tiang gantungan sebelumnya) pensiun, Singh langsung ditunjuk sebagai pengganti.
Saat itu ia baru berumur 27 tahun. "Awalnya, saya tertarik karena bonusnya Iumayan gede," ujar Singh, terakhir dibayar AS $ 312 per satu kali eksekusi.
"Dari Seymour saya tahu, algojo harus mengusahakan datangnya kematian secepat mungkin, agar orang yang kita eksekusi tidak mengalami siksaan. Makanya, hitung-hitungan tinggi dan berat badan terpidana, serta panjang dan kekuatan tali harus tepat betul," tutur pria yang lebih suka mengenakan kaus oblong, celana panjang, sepatu olahraga, dan kaus kaki setinggi lutut ketika melaksanakan eksekusi ini.
Singh bahkan sesumbar, di tangannya tak ada terpidana yang "tersiksa". "Mereka tidak akan menggeliat-geliat seperti ikan lepas dari air," imbuhnya.
Source | : | intisari |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar