Gridhot.ID- Insiden ledakan di pelabuhan Beirut, Lebanon pada Selasa (4/8/2020) menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai ribuan orang lainnya.
Orang-orang yang terluka mulai berdatangan ke Pusat Medis Clemenceau Beirut dalam waktu beberapa jam setelah ledakan dahsyat terjadi dan meluluhlantakkan banyak tempat di ibu kota Beirut.
Banyak yang berada di dalam apartemen dan terluka karena pecahan kaca atau pun tertimpa benda-benda.
Lainnya menderita luka-luka ketika berada di dalam lift ataupun sedang menaiki tangga.
Tak sedikit juga yang berlumuran darah tertimpa batu bata bangunan yang hancur di jalan.
Melansir Arab News, pada Rabu kemarin (5/8/2020) jumlah orang yang terluka di pelabuhan Beirut mencapai angka 5.000 orang dengan angka kematian meningkat di atas 135 orang.
"Darah di mana-mana," ujar Dr Walid Alami, seorang Kardiologis di Clemenceau Medical Center dikutip Arab News, Kamis (6/8/2020).
Menurut Dr Alami, banyak pasien berasal dari kalangan anak-anak yang menderita luka pada dan menjadi buta akibat pecahan kaca.
"Saya berusia 58 tahun. Saya telah hidup selama perang saudara dan merawat pasien selama perang pada 2006."
"Saya belum pernah melihat yang seperti ini," ujar Alami.
"Kami tidak pernah memiliki bom yang menyebabkan kerusakan dalam radius yang luas."
Dia menambahkan, "Kami menangani krisis dengan baik mengingat kami tak pernah menghadapi hal seperti ini sejak perang pada tahun 2006 (dengan Israel)."
"Kami kini menangani banyak korban dalam waktu dekat dan sangat singkat."
Ledakan itu adalah 'pukulan telak' bagi sistem kesehatan Lebanon yang telah terpuruk selama berbulan-bulan akibat reruntuhan ekonomi, kekurangan listrik dan gelombang kedua infeksi virus corona.
Baru pada 30 Juli kemarin Kementerian Kesehatan Lebanon memperingatkan bahaya wabah infeksi virus corona dan menerapkan lockdown 2 pekan.
Namun, pada Selasa sore kemarin, rumah sakit Beirut menjadi 'neraka' dalam waktu singkat akibat ledakan dahsyat.
Tak hanya Dr Walid Alami, dokter lainnya, seorang ahli bedah di American University of Beirut Medical Center, Dr Ramzi Alami juga menjadi petugas medis di garda terdepan insiden ledakan.
"Layaknya rumah sakit lain di Beirut, kami benar-benar kewalahan tadi malam," ujar Dr Ramzi Alami kepada Arab News.
"Kami harus menolak begitu banyak orang yang merupakan tantangan besar bagi staf kami."
"Kami menjaga koridor terbuka sehingga kami bisa membawa orang yang terluka parah."
Menurutnya, para petugas medis merawat pasien di lorong, di bangsal, di lantai rumah sakit, di semua tempat.
Belum lagi ada pemadaman listrik sejak peristiwa ledakan terjadi, "Jadi kami merawat pasien dalam kondisi gelap."
"Apa yang kami lihat dan kami alami tidak dapat terlukiskan."
Banyak pasien yang terluka parah mengalami luka kepala dalam termasuk cedera otak.
“Karena intensitas ledakan, orang terlempar dari berbagai posisi atau terlempar ke udara atau terlempar ke dinding."
"Ada banyak luka, luka dan pendarahan dari pecahan kaca. "
Secara total, pusat medis itu menerima 55 kasus besar yang dirawat dalam semalam.
Orang dengan luka yang tidak terlalu serius dikirim ke rumah sakit yang lebih kecil di sekitarnya atau di tempat lain.
Ledakan membuat beberapa rumah sakit di Beirut terputus dari jaringan listrik dan membuat generator rusak, tidak bisa beroperasi.
Salah seorang dokter yang berbasis di Byblos, Dr. Samir Challita, juga mengatakan bahwa pasien mulai berdatangan dari Beirut, 30 kilometer jauhnya, ketika rumah sakitnya mulai kehabisan kapasitas.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Darah Di Mana-mana", Pengakuan Dokter Unit Darurat Pasca Ledakan Lebanon"