Dia memakai bekas lukanya tanpa kesombongan, mengatakan bahwa, di atas pegunungan, kita perlu "bertahan hidup".
"Hidup atau mati, kemerdekaan [adalah] satu-satunya jawaban. Tidak ada pilihan lain."
Pada tahun 1983, pemimpin perlawanan Xanana Gusmao, yang kemudian menjadi presiden pertama Timor Timur merdeka, menyadari bahwa tidak mungkin mengalahkan Indonesia hanya dengan kekerasan.
Jadi Gusmao, yang telah kembali ke kursi lamanya sebagai perdana menteri, menggunakan musik untuk tujuan mereka.
Lagu perlawanan
Dinamakan seperti burung yang bernyanyi setiap pagi, Berliku diberi julukan oleh pemimpin perlawanan karena dia suka menyanyi dan menggubah lagu saat jeda dalam pertempuran.
Berliku didorong untuk mulai menulis musik dan puisi untuk disebarluaskan ke masyarakat, jelasnya, untuk menggunakan "musik atau alat apa pun yang bisa kita peroleh untuk melawan orang Indonesia".
Di pegunungan, tidak ada studio musik, jadi mereka merekam dengan tape recorder portabel di gua tempat mereka tinggal.
"Tujuannya saat itu adalah menyelundupkan musik keluar dari Timor untuk perlawanan di luar negeri," kata Berliku.