Dalam Perang Dunia I, Eropa gagal menginvasi Istanbul, ibu kota Kesultanan Utsmaniyah pada saat itu, yang merupakan gerbang kunci bagi bangsa Eropa untuk mencapai bagian timur laut Kesultanan Utsmaniyah yang ingin digunakan dalam mendukung Rusia melawan pasukan Jerman.
Turki sensitif terhadap aliansi Yunani-Perancis, karena peristiwa yang terjadi pada 1919 dan 1922, yang mana aliansi itu mampu menguasai sebagian besar wilayah Turki dan bahkan mencapai gerbang Ankara.
Tindakan aliansi itu mendorong pemimpin Turki Kemal Ataturk untuk melancarkan perlawanan, setelah memobilisasi seluruh penduduk Turki.
Pada 1922, tentara Turki melancarkan kampanye pembersihan etnis yang menyebabkan pembakaran sebagian besar lingkungan Kristen di kota Izmir, dan salah satu hasil dari kampanye ini adalah pembentukan Turki modern.
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar merilis foto menantang dirinya duduk di dalam jet tempur F-16 di pangkalan udara militer di Eskisehir, Turki barat, selama penerbangan pelatihan di atas semenanjung Gallipoli.
Foto Akar memperkuat argumen yang mengklaim bahwa para pemimpin militer garis keras di Turki adalah orang-orang yang mengarahkan Presiden Recep Tayyip Erdogan lebih dari yang dia arahkan.
Hal itu didorong karena sekuleris di antara mereka telah disingkirkan, dengan alasan telah dicurigai terlibat dalam percobaan kudeta pada Juli 2016 yang gagal.
"Erdogan adalah bagian dari aliansi dengan pensiunan ekstremis dan perwira militer anti-Barat," kata penulis politik Turki Ilhan Tanir.
“Ini adalah perwira yang sama yang mempertahankan kebijakan ekspansionis di Laut Aegea, Mediterania, dan laut lainnya, dan mempromosikan perjanjian maritim dengan Libya," tambahnya.
Tanir melanjutkan bahwa hubungan antaranggota aliansi itu, saling menguntungkan, karena Erdogan menerima persetujuan untuk kebijakannya di Libya dan pensiunan perwira militer mendapatkan pengakuan, pengaruh, dan selebriti.
Source | : | intisari |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar