"Yang ada dalam pikiran saya waktu itu adalah anak-anak. Saya dalam keadaan 50% saya sembuh, 50% inilah akhir hidup saya. Dan saya ingin berkirim surat buat anak-anak saya," kata Iis Sugianto.
Iis berujar, surat itu terutama ingin dikirimkannya untuk anak sulungnya yang tinggal di Amerika Serikat.
Kata Iis Sugianto, ia ingin menulis pesan terakhir karena banyak realita yang menceritakan pasien Covid-19 harus mengakhiri perjuangannya dengan duka.
"Saya juga manusia biasa, harus menerima apa yang sudah digariskan bahwa umur sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Mungkin inilah saatnya. Saya pikir pada saat itu begitu," ucap Iis Sugianto.
Di satu sisi juga harus berjuang meningkatkan imunitas tubuhnya.
"Saya enggak tahu apa saya bisa melewati ini semua. Saya benar-benar enggak tahu, saya hanya pasrah," ujar Iis Sugianto.
Lidah tidak bisa merasa
Iis menuturkan dampak fisik dari Covid-19 saat menyerangnya.
"Kalau kepada saya (dampaknya) demam tinggi, tetapi saya tidak sesak, tidak batuk, dan penciuman masih ada," tutur Iis Sugianto.
"Tetapi tidak ada nafsu makan karena lidah saya tidak ada rasa sama sekali. Seperti ada rasa belerang dan rasa kalau asin, asin sekali, kalau manis, manis sekali," jelasnya lagi.