"Khusus perkara pembunuhan berencana, secara limitatif atau secara tegas tidak diatur mengenai itu (justice collaborator)," kata Ketut dalam video yang diunggah Kejaksaan RI di media sosial, Minggu (22/1/2023).
Ia menjelaskan, tindak pidana tertentu sudah dijelaskan secara tegas dalam Surat Edaran MA No. 4 Tahun 2011, yaitu tindak pidana yang terorganisir.
"Yaitu tindak pidana narkotika, korupsi, tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan human trafficking atau perdagangan manusia," jelasnya.
Kedua, ia mengungkapkan, alasan terpenting Kejagung tidak mengakui Bharada E sebagai justice collaborator karena ia termasuk klaster pertama yang merupakan pelaku utama dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
"Yang menjadi pertimbangan paling penting di sini adalah, bahwa mereka termasuk klaster pertama, yaitu klaster pelaku utama dalam satu tindak pidana, itu jelas secara undang-undang tidak dibenarkan," ujarnya.
Ia menekankan, Kejagung menghargai Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang memberikan rekomendasi terhadap Bharada E sebagai saksi pelaku.
"Kami hargai dan kami akomodir dalam surat tuntutan, sehingga Bharada E ini mendapatkan keringanan hukuman daripada pelaku utama, yaitu Ferdy Sambo," terangnya.
"Sehingga sangat jauh jaraknya. Ferdy Sambo kami berikan tuntutan seumur hidup, sedangkan Bharada E di sini kami berikan tuntutan 12 tahun," imbuhnya.
Menurut Ketut, jaksa sudah memberikan keringanan hukuman dalam tuntutan Bharada E, karena termasuk saksi yang kooperatif dan berkata jujur di dalam persidangan.
"Kalau seandainya dia tidak melakukan itu, kami samakan tuntutannya dengan Ferdy Sambo," ungkapnya.
Source | : | Kompas.com,Kompas TV |
Penulis | : | Candra Mega Sari |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar