Laporan Wartawan GridHot.ID, Chandra Wulan
GridHot.ID - Pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang yang membawa lebih dari 180 penumpang termasuk pilot, pramugari dan teknisi mengalami kecelakaan pada Senin (29/10).
Dari siaran pers Lion Air, diketahui bahwa dalam penerbangan tersebut ada tiga pramugari yang sedang dalam masa pelatihan.
Mantan pramugari Lion Air Laura Lazarus menceritakan pengalamannya saat masih bekerja di maskapai tersebut dan mengalami kecelakaan dua kali.
Ia menceritakan kisahnya saat menjadi tamu di acara Indonesian Lawyer Club (ILC).
Laura mengalami kecelakaan pesawat di Solo pada tahun 2004.
Kecelakaan itu adalah yang kedua kali dialami Laura.
Yang pertama di Palembang pada Juli 2004.
Baca Juga : Belum Resmi Jadi Pramugari, Lion Air JT 610 Jadi Penerbangan Terakhir Putty Fatikha Rani
Pesawat keluar dari landasan pacu dan roda depan terbenam di lumpur.
Pesawat yang sama dengan nomor seri yang sama juga yang ia tumpangi saat mengalami kecelakaan di Solo, November 2004.
Dalam kecelakaan kedua ini ia mengalami luka parah.
"Sebagian muka saya hancur dan tulang pipi saya remuk," katanya.
Laura pun harus menjalani lebih dari 19 kali operasi untuk memulihkan kondisinya seperti semula.
" Saat itu tangan saya copot, pinggang patah, kaki patah, betis hilang setengah bagian," lanjutnya.
Ia kini berjalan dengan menggunakan tongkat.
Laura sempat dirawat di rumah sakit selama delapan bulan pasca kecelakaan.
Baca Juga : Critical Eleven, 11 Menit Paling Penting dalam Penerbangan, Waktu Paling Sering Terjadi Kecelakaan Pesawat
Hingga 2017, ia masih menjalani operasi di bagian kaki.
Laura mengatakan, "Lion Air itu menanggung (biaya perawatan) pada awal ketika kejadian kecelakaan, delapan bulan awal dia (Lion Air) tanggung. Pokoknya dia sudah lepas sejak tahun 2007, nggak ada lagi pertanggungjawaban."
Ia mengalami kecelakaan pada usia 19 tahun.
Gaji pokoknya berhenti dikirim di tahun 2006.
Tahun 2007 tak ada kabar dari pihak Lion Air.
"Tahun 2008 saya coba nyamperin tapi nggak ada kabar (dari Lion Air)," kata Laura.
Baca Juga : Prediksi Penyebab Pesawat Lion Air JT 610 Jatuh Menurut Pakar Penerbangan Australia
Saat itu Laura mengalami kebingungan sebagai anak muda berusia 19 tahun.
Ia bertindak sebagai tulang punggung keluarga.
Karena itulah ia mencari cara memperjuangkan kehidupan dan menanyakan kepada pihak Lion Air.
Pada suatu titik ia merasa dikecewakan.
"Pada suatu titik saya berpikir 'oh mungkin pertanggung jawaban mereka sampai segini'. Tapi paling tidak bisalah memberi pemberitahuan atau diberi surat 'terima kasih atas apa yang telah kamu lakukan.' Tapi ya kembali lagi, mungkin mereka sibuk," ucap Laura.
Kini Laura sudah menjadi founder sebuah penerbitan buku bernama Growing Publishing dan ia ingin membangun Indonesia melalui pendidikan.
Ditanya apakah ia merasa kecewa pada maskapai yang pernah menjadi tempatnya bekerja itu, Laura mengaku ia memang pernah kecewa.
Namun, kini ia mengaku sudah biasa saja, karena jika rasa kecewa terus dipendam, ia tak akan ada di tempatnya sekarang.
Sebelumnya, GridHot.IDtelah memberitakan ketentuan ganti rugi maskapai terhadap penumpang dalam kecelakaan yang mengakibatkan korban tewas, cacat, dan luka.
Ketentuan tentang ganti rugi untuk korban kecelakaan pesawat ini diatur dalam pasal 141 ayat 1 No 1 tahun 2009 tentang penerbangan (UU Penerbangan).
Pasal tersebut berbunyi:
"Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara".
Lalu, apa saja ketentuan untuk klaim ganti rugi pada korban kecelakaan pesawat?
Melansir dari Intisari Online (29/10/2018), berikut adalah ketentuan-ketentuan untuk klaim ganti rugi pada korban kecelakaan pesawat:
Baca Juga : Deretan Pesawat dan Kapal Hilang yang Berhasil Ditemukan di Dasar Perairan
Penumpang Meninggal
Untuk penumpang yang meninggal duni di dalam pesawat akibat kecelakaan pesawat, ganti rugi yang harus diberikan adalah sebesar Rp 1,25 miliar untuk setiap penumpang.
Sementara untuk penumpang yang meninggal di luar pesawat (saat meninggalkan ruang tunggu bandara ke pesawat atau saat turun dari pesawat ke ruang kedatangan bandara tujuan dan/ atau bandara transit), ganti rugi yang harus diberikan adalah sebesar Rp 500 juta untuk setiap penumpang.
Cacat Tetap
Penumpang yang dinyatakan cacat tetap oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 hari kerja sejak terjadinya kecelakaan pesawat, korban diberikan ganti rugi sebesar Rp 1,25 miliar untuk setiap penumpang.
Cacat tetap adalah kehilangan atau tidak berfungsinya salah satu anggota badan atau yang mempengaruhi aktivitas secara normal.
Seperti hilangnya tangan, kaki atau mata.
Pengertian cacat tetap di sini juga termasuk cacat mental.
Baca Juga : Belum Membuahkan Hasil, Singapura dan Australia Tawarkan Bantuan Pencarian Pesawat Lion Air JT 610
Cacat tetap sebagian
Pengertian cacat tetap sebagian adalah kehilangan sebagian dari salah satu anggota badan, namun tidak mengurangi fungsi dari anggota badan tersebut untuk beraktivitas.
Seperti hilangnya salah satu mata, salah satu lengan mulai dari bahu atau salah satu kaki.
Satu mata
Jika korban kehilangan satu mata akibat kecelakaan pesawat, maka ia akan mendapat ganti rugi sebesar Rp 150 juta.
Pendengaran
Sementara untuk korban yang kehilangan pendengaran karena kecelakaan pesawat, korban akan mendapat ganti rugi sebesar Rp 150 juta.
Salah satu jari pada tangan kanan
Setiap jari memiliki ketentuan jumlah kerugian yang berbeda.
Mulai dari jari kelingking hingga ibu jari.
Para korban yang kehilangan ibu jari tangan kanannya akan mendapat ganti rugi sebesar Rp 125 juta (Rp 62,5 juta setiap ruas), jari kelingking sebesar Rp 62,5 juta (Rp 20 juta setiap ruas jari), jari tengah atau jari manis sebesar Rp 50 juta ( Rp 16,5 juta setiap ruas jari) dan Rp 100 juta (Rp 50 juta satu ruas) untuk jari telunjung kanan.
Salah satu jari tangan kiri
Sama seperti pada tangan kanan, korban yang kehilangan satu jari pada tangan kirinya juga akan mendapatkan ganti rugi dengan jumlah yang berbeda-beda setiap jarinya.
Para korban yang kehilangan jari telunjuk kiri berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp 125 juta (25 juta tiap ruas jari), jari kelingking sebesar Rp 35 juta (11,5 juta setiap satu ruas jari) dan Rp 40 juta untuk jari tengah atau jari manis kiri (Rp 13 juta untuk setiap satu ruas jari).
Ahli Waris
Sementara untuk ahli waris atau korban akibat kecelakaan pesawat juga dapat melakukan penuntutan ke pengadilan.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan ganti rugi tambahan selain ganti kerugian yang telah ditetapkan.
Baca Juga : Mengenal Teknologi Sonar yang Digunakan untuk Mendeteksi Keberadaan Pesawat Lion Air JT 610 di Dasar Laut
(*)