Find Us On Social Media :

Tega Habisi Nyawa 49 Orang Tak Berdosa di Masjid Christchurch, Branton Tarrant Dipicu Sosok Ini

Geram aamanya dibawa sang teroris dalam aksi penembakan masjid Christchurch, PiwDiePie klarifikasi hal tersebut melalui Twitternya

Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade Prasetyo

Gridhot.ID - Perhatian dunia sedang mengarah pada negara Selandia Baru atas teror penembakan yang menyerang Masjid Al Noor di pusat kota Christchurch.

Kejadian memilukan terjadi di kota Christchurch, Selandia Baru pada hari ini, Jumat (15/3/2019).

Dilansir Gridhot dari BBC, dugaan sementara serangan aksi teror itu dilakukan oleh ekstrimis sayap kanan kepada kaum muslim di Christchurch.

Baca Juga : Kengerian di Sekitar Masjid Al Noor Selandia Baru Saat Tragedi Penembakan Terjadi: Suasana Mencekam, Helicopter Berseliweran di Atas Rumah

Empat pelaku yang terdiri dari 3 pria dan satu wanita berhasil diamankan.

Sementara itu satu pelaku pria telah ditetapkan menjadi tersangka.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengonfirmasi pelaku yang ditangkap adalah seorang pria berumur 28 tahun bernama Brenton Tarrant asal Grafton, Australia.

Baca Juga : Curahan Hati Istri Zulfirman Syah, Korban Penembakan di Kota Christchurch Selandia Baru: Saya Belum Melihatnya

Namun, Tarrant pria berumur 28 tahun ini diketahui baru - baru ini telah tinggal di Dunedi sebuah pulau di selatan Selandia Baru.

Branton Tarrant mengklaim sebagai teroris yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Melalui manifesto berjudul "The Great Replacement" yang dia buat sendiri, terungkap Tarrant sudah merencanakan aksi kejinya itu.

Dilaporkan Gridhot.ID dari Independent, teroris asal Grafton Australia itu sudah berencana untuk melakukan penembakan massal selama dua tahun terakhir.

Baca Juga : Bantai Jamaah Sholat Jumat Masjid Christchurch Secara Membabi Buta, Satu dari 4 Pelaku Penembakan Adalah Perempuan

Dalam manifesto setebal 74 halaman itu, Tarrant memperkenalkan diri sebagai anti-imigran dengan para korban disebutnya sebagai "sekelompok penjajah" yang ingin membebaskan tanah milik kaumnya dari "para penjajah".

Ia mengaku melakukan hal itu karena telah terpapar aliran dari Anders Breivik.

Lalu siapa sebenarnya sosok Anders Breivik yang berhasil menanamkan darah kekejian dalam diri Branton Tarrant?

Baca Juga : Biadab! Ini Kalimat Terakhir yang Diucapkan Pelaku Penembakan Sebelum Bantai Jamaah Sholat Jumat Masjid Christchurch

Dilansir Gridhot.ID dari Kompas, telah terhimpun data siapa sebenarnya sosok Anders Breivik.

Tak banyak orang yang mengenal sosok pria bernama lengkap Anders Behring Breivik.

Namanya mulai mencuat ketika ia melancarkan aksi terorisme di kantor pemerintah di Oslo, Norwegia, pada 22 Juli 2011 silam.

Pria berwajah rupawan itu akan adalah seorang penganjur anarki, pembenci bangsa lain, dan penebar teror dengan menjadi salah satu pembunuh tunggal paling berdarah dalam sejarah dunia.

Baca Juga : Kronologi Penembakan Anggota TNI AD Letkol Dono, Masih Sempat Kejar-kejaran dengan Pelaku Selama 15 Menit hingga Warga Dengar Suara Tembakan

”Saat masih kanak-kanak, dia adalah seorang anak laki-laki biasa, tetapi penyendiri. Dia tak tertarik pada politik saat itu,” tutur ayah Anders, Jens Breivik, yang mengaku masih terkejut mengetahui anaknya adalah pelaku pembantaian 76 orang di Norwegia.

Saat itu Jens masih bekerja sebagai diplomat di Kedutaan Besar Norwegia di London, Inggris.

Anders lahir di Inggris, 13 Februari 1979.

Baca Juga : Tak Mudah, Suhu Rendah dan Dataran Tinggi Jadi Kendala Pencarian 5 Korban Penembakan KKB di Papua yang Masih Hilang

Ibunya adalah seorang perawat, yang diceraikan Jens saat Anders berusia satu tahun.

Sejak saat itu, Anders dibesarkan ibunya di Oslo, di tengah lingkungan keluarga kelas menengah.

Dalam catatan pribadi yang ia unggah di internet, Anders mengaku tak pernah punya masalah besar atau kesulitan keuangan semasa kanak-kanak, begitu pula pada saat diwawancarai.

”Saya beruntung dibesarkan dengan orang-orang cerdas dan bertanggung jawab di sekitar saya,” tutur Anders, yang menyebut kedua orangtuanya adalah pendukung Partai Buruh Norwegia.

Baca Juga : Adiknya Nyaris Jadi Korban Penembakan KKB di Nduga, Papua, Maspupah Berharap Irawan Maulana Segera Pulang dan Berkumpul Bersama Keluarga

Salah satu teman sekolah Anders, Michael Tomala, mengaku kaget melihat Anders saat ini menjadi pembenci imigran dari negara-negara Timur Tengah.

”Salah satu teman baiknya dulu adalah seorang dari Timur Tengah, dan waktu itu mereka terlihat berteman baik sampai lulus SMP,” kenang Tomala.

Anders sendiri mengaku, pandangan hidupnya mulai berubah mulai tahun 1991 bersamaan dengan Perang Teluk I berkecamuk di Irak.

Baca Juga : Gunakan 2 Pesawat, Panglima TNI Turun Langsung Kawal 16 Jenazah Korban Penembakan KKB dari Papua ke Makassar

Ia merasa terganggu saat seorang temannya yang Muslim bersorak gembira saat mendengar laporan pasukan Amerika diserang rudal- rudal Irak.

”Saya masih bodoh dan apolitis waktu itu, tetapi sikapnya yang sama sekali tak menghormati bangsa saya (dan bangsa Barat secara umum) benar-benar memicu minat dan hasrat saya waktu itu,” ujar Anders dalam manifestonya setebal 1.500 halaman.

Rasa tak nyaman dengan satu temannya yang berasal dari latar belakang bangsa dan kultur berbeda itu ia bawa dan pelihara hingga beranjak dewasa.

Tahun 1999, Anders menjadi anggota Partai Kemajuan, partai berhaluan kanan yang mengkritik kebijakan Pemerintah Norwegia mengizinkan arus imigran dari negara-negara Timur Tengah.

Baca Juga : Jalani Sidang, Teroris Brenton Tarrant Mendapat Teriakan, 'Membusuklah Kau di Neraka!'

Saat aktif di partai tersebut, Anders pun tidak menonjol.

Anders pun kemudian keluar dari partai pada tahun 2004-2006 dengan alasan partai tersebut masih terlalu terbuka terhadap tuntutan multikultural dan gagasan humanisme yang menghancurkan diri sendiri.

Meski ia terang-terangan menunjukkan pandangan Islamophobia dan anti-multikulturalisme dalam manifestonya, Anders bersikeras dirinya bukan seorang rasis.

Baca Juga : Kisah Marbot Masjid Linwood Tak Gentar Lawan Teroris yang Menyerang, Saksi : Pelaku Melarikan Diri

Ia juga mengaku tidak suka dengan gerakan Neo-Nazi.(*)