Gridhot.ID - Seorang kakek bernama Supali harus menerima kesusahan di masa tuanya.
Kakek berusia 86 tahun itu terpaksa tinggal di sebuah gubuk reyot tengah sawah.
Rumah yang bisa dibilang gubuk itu berukuran 3x4 meter menjadi tempat tinggal Supali selama setahun terakhir.
Mnegutip Kompas.com, Sabtu (4/5/2019) Gubuk yang ditinggali Supali terletak persis di tengah sawah di pinggir Desa Dadapan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Baca Juga : Negara Mau Bangkrut, Biar Nggak Kekurangan Pangan PM Mahathir Mohamad Suruh Rakyat Malaysia Tanam Padi
“Niki omah kulo, sampun miring badhe ambruk. Badhe tindak pundi? (Ini rumah saya, sudah miring mau roboh. Mau ke mana?)," ujarnya menggunakan bahasa Jawa , Jumat kemarin.
Jika dilihat, rumah Supali berdinding dan bertiang dari bambu.
Rumahnya juga terlihat sudah miring karena sering diterpa angin kencang sawah.
Rumah Supali ini didirikan di atas tanah salah stau warga desa Dadapan.
Baca Juga : Ketika Resimen Pelopor Indonesia Tembaki dan Ledakan Kapal AL Malaysia dalam Pertempuran Laut Sengit
"Kebaikan hati warga mendirikan rumah untuk saya, tanahnya juga nggak sewa. Pemiliknya pedagang dekat perempatan desa," katanya.
Sebelum ini Supali tidur di sembarang tempat lantaran tak memiliki rumah sejak istrinya meninggal.
Mirisnya, rumah satu-satunya Supali dijual oleh anak tirinya usai sang istri meninggal sehingga ia menggelandang.
Merasa iba, warga secara gotong royong membuatkan gubuk kecil untuk Supali tinggal.
Baca Juga : Meski Sudah Bangkotan, Raja Thailand Masih Doyan Kawin dengan Menikah untuk Keempat Kalinya
Tidak ada perabotan rumah disana, yang ada hanya sebuah tungku pembakaran dari batu di teras gubuk.
Untuk makan, Supali hanya berharap pada tetangga saja.
"Makan ya nunggu ada yang memberi, berharap pada tetangga saja saya. Kadang nggak makan," katanya.
Kini Supali hanya bisa pasrah saja akan keberlangsungan hidupnya.
"Saya hanya bisa pasrah, karena hidup ini punya Yang Kuasa. Kapan pun diambil saya ikhlas," ucapnya sendu.
Kalau sampai gubuknya roboh, Supali tak tahu mau tinggal di mana lagi.
"Tidak tahu mau ke mana lagi kalau rumah ini sampai roboh," tambahnya.
Tetangga Supali, Layak Miran (60) mengaku jika dulunya Supali memiliki beberapa istri.
Namun setelah salah satu istrinya meninggal, Supali sempat dibawa oleh salah satu anaknya ke Pulau Sumatera.
Namun karena tidak betah, Supali kembali ke Desa Dadapan.
"Anaknya banyak, dulunya banyak istrinya. Yang di sini meninggal, pas ditinggal di Sumatera rumahnya dijual oleh anak tirinya," katanya.
Supali mengaku mendapatkan bantuan beras dan BPJS dari perangkat desa. Meski memiliki anak dari beberapa istrinya, namun dia mengaku pasrah untuk menjalani sisa hidup di Desa Dadapan. (*)