Bukan Kesalahan Teknis, Menkominfo Sengaja Batasi Akses Instagram, Facebook dan WhatsApp Guna Hindari Hoaks

Rabu, 22 Mei 2019 | 16:52
Kompas.com/Perdana Putra

Menteri Kominfo Rudiantara didampingi Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit di Padang, Sumatera Barat, Kamis (11/4/2019)

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Candra Mega

Gridhot.ID -Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan pemerintah membatasi akses sosialmedia untuk sementara.

Hal ini sebagai tindak lanjut kerusuhan yang terjadi di Jakarta, pada Selasa (21/5/2019) dini hari.

Pembatasan akses sosial media terpaksa dilakukan untuk mencegah tindakan yang tidak baik.

Baca Juga: Kepanasan, Massa Demonstran Neduh di Emperan Sekitar Gedung Bawaslu: Ayo Pak Polisi Kita Istirahat Dulu Pak

Melansir dari Warta Kota, Menkominfo Rudiantara mengatakan jika pembatasan aplikasi sosial media oleh pemerintah hanya bersifat sementara.

"Memang ada pembatasan, tapi bersifat sementara dan bertahap. Pembatasan terhadap paltform media sosial dan fitur-fitur media sosial," ujar Rudiantara dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Rabu (22/5/2019) siang.

Menurut Rudiantara, pembatasan dilakukanoleh pemerintah lantaran ada pihak-pihak tak bertanggung jawab yang memanfaatkan sosial media untuk tindakan anarkis.

Baca Juga: Sempat Tolak Tandatangi Hasil Pemilu 2019, Ketua Umum PAN: Kami Mengakui Kemenangan Pak Jokowi

Pihak tersebut mengunggah video, meme, foto di sosial media yang kemudian di capture oleh pengguna lain.

"Hasil capture itu kemudian diambil dan share lewat Whatsapp," ujar Rudiantara.

Aplikasi sosial media yang dibatasi secara bertahap itu antara lain Instagram, Facebook, dan Twitter.

Baca Juga: Terancam Hukuman Mati, Ini Isi Surat yang Ditulis HS Pada Jokowi

Pembatasan itu akan menyebabkan terjadinya kelambanan saat menggunakan aplikasi tersebut.

"Kita akan alami kelambanan kalau download video. Kita lakukan ini dengan pertimbangan demi kebaikan dan hanya sementara," kata Rudiantara.

Langkah itu sekaligus untuk memberi kesempatan kepada media arus utama atau media mainstream memberikan informasi yang benar kepada masyarakat.

Baca Juga: Selalu Minta Bayaran Rp 700 Ribu Tiap Habis Berhubungan Badan, Kader Partai Golkar Tewas Ditangan Suaminya Sendiri

Dikutipdari Antara, pembatasan tersebut sesuai dengan UU ITE, sekaligus mencegah beredarnya konten ujaran kebencian, dan hoaks.

wsj.net
wsj.net

Ilustrasi Media Sosial

"Undang-undang ITE (informasi dan transaksi elektronik) intinya ada dua."

"Pertama, meningkatkan literasi kemampuan, kapasitas, kapabilitas, masyarakat akan digital. Kedua, manajemen dari konten termasuk melakukan pembatasan,” kata Rudiantara, Rabu (22/5/2019).

Baca Juga: Meleset dari Tanggal Perkiraan, Ini Alasan KPU Umumkan Hasil Pemilu 2019 Satu Hari Lebih Awal

Maraknya peredaran konten negatif terkait aksi 22 Mei 2019, Kemenkominfo mengimbau warganet untuk segera menghapus dan tidak menyebarluaskan konten negatif.

Konten negatif itu antara lain berupa video aksi kekerasan, kerusuhan hingga hoaks video lama yang diberikan narasi baru berisi ujaran kebencian.

Kementerian Kominfo mengimbau semua pihak terutama warganet untuk menyebarkan informasi kedamaian serta menghindari penyebaran konten yang membuat ketakutan.

Baca Juga: Jadi Ibu dengan Anak Tunggal, Najwa Shihab Siap Tinggalkan Karier yang Telah Dibangunnya Selama 18 Tahun Demi Sang Putra

Tribunnews/Irwan Rismawan
Tribunnews/Irwan Rismawan

4 Fakta Terkini Aksi 22 Mei, 101 Terduga Provokator Ditangkap hingga Penemuan Uang Rp 6 Juta dan Bau Alkohol

Konten video yang mengandung aksi kekerasan, hasutan yang provokatif serta ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA) melanggar UU ITE.

UU ITE adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(*)

Tag

Editor : Dewi Lusmawati

Sumber ANTARA, Warta Kota