Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati
GridHot.ID -Gunung Agung di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali kembali erupsi, Sabtu (24/5/2019) pukul 19.23 Wita.
Dikutip dari Kompas, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis menyebutkan, berdasarkan catatan Pos pengamatan Gunung Agung di Rendang milik PVMBG, erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 30 mm dan durasi sekitar 4 menit 30 detik.
"Erupsi disertai suara gemuruh sedang hingga kuat yang terdengar di pos pengamatan. Erupsi juga disertai lontaran batu/lava pijar sejauh 2,5 kilometer hingga 3 kilometer ke segala arah. Tinggi kolom erupsi tidak teramati. Sebaran abu vulkanik dan pasir mengarah ke selatan," kata Sutopo, Sabtu.
Baca Juga: Gunung Agung Erupsi, Semburkan Asap Hingga Ketinggian 1 Kilometer
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karangasem melaporkan hujan abu dan pasir terjadi di beberapa tempat.
Hujan dan pasir turun di 9 desa.
Beberapa daerah yang terpapar hujan abu dan pasir tebal yakni Dusun Pura Gae dan Pemuteran di Desa Pempatan; Dusun Temukus, Angsoka, Kesimpar, dan Besakih Kangin di Desa Besakih dan; Dusun Belatung, Pejeng dan Menange di Desa Menanga.
Baca Juga: Letaknya di Ujung Ekor Naga, Begini Dasyatnya Gunung Agung di Bali
Lalu Dusun Telung Bhuana, Pura, Lebih, Badeg Dukuh, Sogra, Sebun, Sebudi, dan Bukit Galah di Desa Sebudi. Kemudian di Desa Muncan, Amerta Bhuana, Desa Nongan, dan Desa Rendang.
"Titik api masih terlihat membakar semak belukar di puncak Gunung Agung," kata Sutopo.
Sutopo juga melaporkan, berdasarkan pantauan BPBD Bangli, hujan abu turun dengan intesitas tebal dan melanda 3 kecamatan, yakni Kecamatan Tembuku, Bangli dan Kecamatan Susut.
Disebutkan, status Gunung Agung tetap Siaga (level III) dengan rekomendasi masyarakat/pendaki dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas di dalam radius 4 km dari puncak.
Baca Juga: NASA : Erupsi Gunung Agung Bisa Selamatkan Kelangsungan Hidup Umat Manusia di Bumi
Jarak antara puncak Gunung Agung dengan Bandara Internasional IGK Ngurah Rai jauh, yaitu sekitar 70 kilometer, sehingga bandara aman.
Hingga saat ini, Bandara Internasional IGK Ngurah Rai tetap beroperasi normal. Aktivitas masyarakat juga tetap berjalan normal. "Bali aman," tandas Sutopo.
Menurut Sutopo, erupsi pada malam ini bukan yang pertama kali, tetapi sudah beberapa kali terjadi.
Baca Juga: Video Detik-detik Gunung Agung Alami Erupsi Hingga Penampakan Hujan Abu Vulkanik
Tiga erupsi Gunung Agung terakhir tercatat pada 12 Mei, 18 Mei dan 24 Mei atau hampir setiap 6 hari sekali dengan karakter yang hampir sama.
PVMBG terus memantau dengan intensif perkembangan aktivitas vulkanik.
"Masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan ikuti semua rekomendasi PVMBG. Belum perlu ada pengungsian karena permukiman masih berada di zona aman," katanya.
Sementara itu, dikutip dari Antara, meski memiliki daya erupsi yang dahsyat, namun letusan Gunung Agung kali ini ternyata tak didahului oleh tanda-tanda.
Baca Juga: Gunung Agung Erupsi, Semburkan Asap Hingga Ketinggian 1 Kilometer
"Iya telah terjadi erupsi. Tinggi kolom abu tidak teramati, namun, terdengar suara gemuruh sedang-kuat di Pos Pengamatan," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali, I Made Rentin di Denpasar, Jumat (24/5/2019) malam seperti dikutip GridHot.ID dari Antara.
Erupsi tersebut terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 30 mm dan durasi ± 4 menit 30 detik.
Meskipun Gunung Agung kembali erupsi, saat ini status gunung tertinggi di Pulau Bali itu masih pada status Level III (Siaga).
Baca Juga: Video Detik-detik Gunung Agung Alami Erupsi Hingga Penampakan Hujan Abu Vulkanik
Berdasarkan laporan dari relawan Pasebaya, erupsi yang terjadi malam ini tidak ada tanda-tanda awal akan meletus.
Ketika api sudah keluar baru ada peningkatan seismogram.
Meski erupsi Gunung Agung bisa jadi berbahaya bagi masyarakat di sekitarnya, namun siapa sangka, para ilmuwan justru berharap banyak pada Gunung Agung.
Dikutip GridHot.ID dari Express, Ilmuwan mengatakan erupsi Gunung Agung dapat memperlambat perubahan iklim global hingga lima tahun.
Pasalnya, menurut ilmuwan NASA, gunung Agung di Bali bisa mempengaruhi seluruh dunia.
Baca Juga: Tanpa Ada Tanda-tanda Awal, Gunung Agung Erupsi Lontarkan Lava Pijar Sejauh 3 Km
Bahkan Gunung Agung bisa mungkin mendinginkan planet ini hingga lima tahun ke depan.
Muntahan abu vulkanik dan pertikel lain dari Gunung Agung bisa jadi kebalikan dari pemanasan global, karena suhu planet ini mendingin bukannya meningkat sesuai proyeksi.
Para ilmuwan telah lama mengetahui letusan gunung berapi seperti Gunung Agung dapat mengubah iklim planet ini selama berbulan-bulan.
Hal ini terjadi karena jutaan gas dan partikel menyebar melalui atmosfer.
Tetapi seberapa banyak peruabahan iklim yang dihasilkan tergantung pada material apa yang dimuntahkan oleh gunung berapi.
Dimana dalam komposisi tertentu, material erupsi gunung berapi seperti Gunung Agung dapat menyebabkan kondisi ideal untuk memicu perubahan drastis ke suhu bumi.
Ilmuwan iklim NASA Chris Colose mengatakan, "Untuk memiliki dampak iklim yang signifikan, perlu ada letusan yang cukup eksplosif (untuk mendapatkan bahan di stratosfer) dan letusan kaya sulfur (SO2 atau sulfur dikonversi menjadi sulfat aerosol, yang merupakan hal yang penting secara radiologis) ).
“Jika kondisi ini dipenuhi, letusan yang bisa mendinginkan permukaan / troposfer dan menghangatkan stratosfer, kebalikan dari kedua pola yang terkait dengan peningkatan CO2.
Namun keduanya berumur pendek (hanya bertahan dalam hitungan tahun)."
Letusan Gunung Agung pada tahun 1963, dikenal biasa saja dalam hal volume abu vulkanik yang dimuntahkan.
Namun letusan Gunung Agung kala itu, disebut Chris Colose sebagai erupsi yang unik dalam hal muntahan sulfur.
Chris berkata, "Erupsi gunung berapi yang bisa merubah iklim adalah erupsi yang memuntahkan banyak SO2 (Sulfur) ke statosfer.
Partikel-partikel SO2 memiliki ukuran yang sebanding dengan panjang gelombang yang terlihat dan sangat tersebar ke sinar matahari yang masuk, mendinginkan planet ini
Jika rilis SO2 serupa terjadi, bisa mendinginkan planet selama 1-2 tahun, dan kemudian terjadi pemulihan."
Sehingga dengan kata lain, semakin banyak sulfur yang dimuntahkan, makan semakin besar kemungkinan perubahan iklim dunia.(*)