Find Us On Social Media :

Penting! Jangan Sebar Konten Sembarangan, Polri Adakan Patroli Cyber ke Grup-grup WA Penyebar Hoax

Polisi ciduk pria penyebar Hoax di grudp WA

Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati

GridHot.ID - Belakangan, arus pertukaran informasi dari aplikasi WhatsApp (WA) mulai deras membanjiri masyarakat.

Namun alih-alih mengecek kebenaran informasi, banyak pengguna WA yang justru ikut menyebarkan konten yang masih abu-abu bahkan tak jarang merupakan Hoax secara berantai.

Untuk itu, kepolisian Indonesia melalui tim Cyber Polri mulai mengawasi arus informasi kabar Hoax di WA.

Baca Juga: Bukan Kesalahan Teknis, Menkominfo Sengaja Batasi Akses Instagram, Facebook dan WhatsApp Guna Hindari Hoaks

Hal ini seperti dikutip GridHot.ID dari PMJ.

Tim cyber Polri memantau WhatsApp Group (WAG) yang terindikasi berisi informasi atau penyebaran hoax yang bisa menyesatkan masyarakat dalam menerima informasi.

Itu artinya, masyarakat pengguna WhatsApp harus lebih hati-hati dalam membagikan informasi.

Baca Juga: Terkuak Skenario Hoaks Ratna Sarumpaet, Kode 08 Muncul di Percakapan WhatsAppnya dengan Fadli Zon

Hal itu disampaikan langsung oleh II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Rickynaldo, di Mabes Polri.

“Direktorat Siber melakukan patroli cyber ke grup-grup yang sudah terindikasi menyebarkan konten-konten hoax. Jadi kita akan tahu, setiap informasi hoax yang disebarkan seseorang ke grup-grup WhatsApp,” jelas Kombes Rickynaldo, Jumat (14/6/2019).

Diterangkan Ricky, patroli cyber dilakukan diakibatkan banyaknya konten hoax yang tersebar melalui grup WA.

Selama ini, penyebaran konten yang berujung pada informasi menyesatkan pada masyarakat, ternyata tidak terdeteksi secara jelas.

Baca Juga: Instagram, Facebook dan WhatsApp Down atau Error, Warganet Banyak yang Bingung

“Memang saat ini sudah beralih dari media sosial Facebook, Twitter, Instagram, beralih kepada WA Group. Karena itulah, kami adakan patrol cyber untuk memantau penyebaran hoax ini,” tandas Ricky.

“Penyebarannya dapat lebih cepat WAG karenakan WAG selama ini tidak terdeteksi,” papar Ricky.

Namun demikian, dikutip dari Tribrata, Ricky tidak menjelaskan bagaimana cara Kepolisian memantau grup WA yang terindikasi menyebar hoax, karena itu masuk ranah penyidikan dan penyelidikan.

Sebelumnya, polisi telah menangkap 2 orang yang telah menjadi tersangka penyebaran hoax.

Baca Juga: Jangan Coba-Coba Sebar Hoax Via WhatsApp Jika Tak Ingin Akunmu Diblokir

Salah satunya tersangka berinisial YM yang berstatus sebagai pegawai administrasi salah satu sekolah di Depok.

Ia menyebarkan hoax percakapan antara Kapolri Jenderal Tito Karnavian dengan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang seolah-olah menyebut kasus Kivlan Zen adalah rekayasa.

YM yang merupakan relawan salah satu paslon capres itu mengaku tak tahu kalau informasi tersebut ternyata hoax.

Dikutip dari Tribun Jabar, YM diringkus di kediamannya pada Jumat (14/6/2019) pukul 02.00 WIB.

Baca Juga: Waspada! Ganti Nomor WhatsApp Bisa Bikin Pesan Nyasar ke Pengguna Lain!

Kasubdit II Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Pol Rickynaldo Chairul mengatakan yang bersangkutan menyebar hoaks itu ke 10 WhatsApp Group.

"Dari hasil patroli siber kami pada WA-WA Group, kami temukan ada hoaks seolah-olah capture-an percakapan antara dua pejabat negara bahwa kasus Pak Kivlan Zen ini rekayasa. Ini menyebar di 10 WA Group. Kami selidiki siapa penyebarnya, kami temukan penyebarnya adalah tersangka YM," ujar Rickynaldo, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2019).

"Jadi dia sendiri tidak paham (itu benar apa enggak percakapannya). Jadi dia ikut membantu menyebarkan ke-10 WA grup yang dia punya," ucapnya.

Baca Juga: Jangan Sampai disadap Mantan, Amankan Kontak WhatsAppmu dengan 5 Cara ini

Atas perbuatannya, YM dijerat Pasal 45 ayat 3 juncto Pasal 27 ayat 3 UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE dan atau Pasal 14 ayat 2 dan atau Pasal 15 UU Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 207 KUHP.

"Ancaman hukuman pidana paling lama 4 tahun dan denda, dan atau denda paling banyak Rp 750 juta," tukasnya.(*)