Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Pernikahan di usia dini memang tak sepenuhnya menjanjikan kebahagian bagi masa depan yang menjalaninya.
Hal ini disebabkan dirasa kurang siapnya seseorang untuk menghadapi permasalahan hidup setelah menikah dan berkeluarga.
Salah satu yang mengalami hal tersebut adalah Naya, seorang wanita yang kini berusia 39 tahun dan telah memiliki cucu.
Naya mendapat panggilan nenek pada saat ia berusia 31 tahun.
Semua itu disebabkan karena Naya dulunya menikah di bawah umur.
Melansir dari ABC News (28/6/2019), perempuan asal Desa Gunung Tugel, Probolinggo, Jawa Timur ini menikah pada saat umurnya 12 tahun.
Pernikahan muda memang sudah menjadi tradisi yang biasa di desanya.
"Kalau orang desa di tempat saya itu biasa (menikah muda). Biasanya umur 15 itu sudah dianggap ketuaan. Perawan tua gitu," kata Naya kepada wartawan ABC Indonesia Nurina Savitri.
Naya harus menghadapi desakan dan permasalahan untuk hidup berumah tangga diusiannya yang baru mekar.
Ia dinikahkan secara resmi di usia 12 tahun, seusai dirinya dari pendidikan SD.
"Saya disuruh orangtua menikah. Calonnya mereka yang carikan," ujar Naya ketika dihubungi hari Rabu (26/6/2019).
"Saya tak berani bilang tidak karena kalau orangtua sudah nyuruh begitu, ya kita nurut saja," kisahnya.
Setelah menikah, Naya dan suami bekerja mengurus ternak sapi namun mereka masih menumpang di rumah orangtua.
Baca Juga: Tajir Melintir, Sandiaga Uno Diberi Ibunya Angpao Sebagai Kado
Namun, pernikahan Naya hanya bertahan satu tahun.
Ia pun bercerai pada saat kondisinya sedang hamil.
Dalam proses perceraiannya, ia diminta untuk menyembunyikan kehamilannya demi memperlancar proses perceraian.
"Saya disuruh enggak bilang kalau hamil karena katanya kalau ketahuan, enggak boleh cerai," kata perempuan yang kini bekerja sebagai asisten rumah tangga di Surabaya.
"Saya cerai karena enggak punya kesenangan hati, saya enggak tahu apa-apa loh," tambahnya.
Di usia 14 tahun ia melahirkan anak pertamanya dan dua tahun kemudian saat dia berusia 16, Naya kembali menikah.
Pernikahan keduanya itu bertahan hingga ajal merenggut nyawa suaminya di tahun 2015.
Baca Juga: Viral Sosok Emak-emak Tenteng Senapan Laras Panjang Saat Asyik Berjoget, Polisi Bongkar Identitasnya
Pada saat Naya berusia 31 tahun, anaknya telah memberikan cucu padanya.
Namun hal tersebut nampak biasa saja di mata Naya.
Ia bahkan mengaku pada saat usiannya masih 6 tahun sudah dinikahkan secara siri dengan anak laki-laki yang masih berusia 10 tahun.
Namun, pernikahan itu berjalan selama 3 bulan.
Baca Juga: Kisah Seorang Prajurit Kopasus Tersesat 18 Hari di Tengah Hutan Belantara Ditemani 3 Sosok Misterius
"Aduh saya baru mau masuk SD terus dinikahkan. Ya saya enggak tahu apa-apa dan enggak kejadian apa-apa juga waktu itu," katanya.
"Pakai baju pun masih dipakaikan orangtua, dibedaki orangtua juga."
Akibat dari pernikahan yang dia jalani, Naya hanya menyelesaikan pendidikan formal sampai tingkat SD.
Baca Juga: Pasien Mengeluh Sakit Telinga, Saat Diperiksa Dokter Kaget Dapati Seekor Tokek Mengendap di Dalamnya
Menurut Naya, pernikahan di bawah umur merupakan hal yang lumrah di kehidupan desanya.
Para orangtua di sana mulai resah memikirkan nasib anak perempuannya, jika sampai waktu haid pertama tiba, belum ada pertanda untuk menikah.
Hal itu pun juga berlaku dipikiran Naya.
Kedua putra Naya juga menikah di bawah umur, yaitu pada saat berusia 14 tahun.
Baca Juga: Asik Main Game Mobile Legend di Bawah Pohon, Dua Remaja Tewas Tersambar Petir
Pendidikannya pun juga hanya tamat sampai tingkat SD.
Nayalah yang juga mencarikan calon istri untuk anaknya yang pertama.
"Anak saya yang pertama, saya yang carikan. Ada tetangga yang kenalin saya ke anak perempuan ini," katanya.
"Kalau yang nomor dua, dia dapat sendiri. Itu sudah ngobrol di HP sama calonnya dulu."
Mengikuti jejak sang ibunda pula, kedua putranya juga mengurus ternak setelah menikah dan hingga saat ini masih menetap di rumah Naya.
Kisah Naya ini merupakan cerminan dari 11,2 persen anak Indonesia yang masih menjalani pernikahan usia dini.
Baca Juga: Sediakan Karpet untuk Salat Massa Peserta Aksi di Depan Gedung MK, TNI Dapat Apresiasi
Adanya berbagai pemahaman agama, budaya dan juga tradisi menjadi faktor pendukung di balik fenomena ini.
Faktor lainnya termasuk kondisi ekonomi dan pendidikan yang minim.(*)