Laporan Wartawan GridHot.ID, Siti Nur Qasanah
GridHot.ID - Kasus penganiayaan kembali terjadi di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Kali ini, penganiayaan yang berujung kematian itu menimpa seorang anak dengan kebutuhan khusus.
Melansir kanal YouTube Kompas TV yang dipublikasikan pada Senin (29/7/2019), anak berkebutuhan khusus tewas karena diduga dianiaya oleh dua orang anak yang sedang berhadapan dengan hukum sesama penghuni di Pusat Layanan Anak Terpadu (PLAT) Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Penganiyaan tersebut terjadi lantaran korban menolak saat disuruh mengurut pelaku.
Korban sempat dibawa ke rumah sakit sebelum akhirnya meninggal dunia, Sabtu (27/7/2019) sekitar pukul 5.30 WIB.
Menurut Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat, korban adalah anak titipan Dinas Sosial Kota Pontianak dan bukan anak yang sedang dalam proses hukum untuk kasus apapun.
Belum diketahui alasan dinas sosial menitipkan korban di pusat layanan anak yang merupakan tempat penampungan sementara untuk anak yang sedang dalam proses hukum.
Saat ini, jenazah korban akan divisum untuk memastikan penyebab pasti kematian.
Sementara, polisi masih terus memeriksa kedua tersangka pelaku penganiyaan.
"Kejadiannya adalah terjadi perkelahian antara korban dengan anak lainnya, Jumat sore ketika terjadi pergantian shift, sekitar jam tiga atau setengah empat sore," ujar Alik R Rosyad, Komisioner KPPAD Kalbar.
"Ada dua anak yang menyebabkan korban meninggal dunia. Dua anak ini sudah dimintai keterangan," tambahnya.
Inginkan keadilan untuk anaknya, orangtua korban dugaan penganiayaan di PLAT melaporkan Dinas Sosial Kota Pontianak ke Mapolda Kalimantan Barat, Senin (29/7/2019) pagi.
Selain itu, keluarga korban juga melaporkan petugas pusat layanan anak terpadu karena dinilai lalai dalam menjalankan tugas pengawasan.
Diwartakan Tribun Pontianak,keluarga remaja disabilitas tersebut sangat terpukul atas kepergian korban
Ibu korban yang bernama Aisiah (62) tak henti meneteskan air mata. Iatak sanggup mengucap apapun dan hanya terduduk dengan air mata yang terus mengalir.
Kakak korban, Emilia tak menyangka bahwa adiknya meninggal dunia akibat dianiaya.
Emilia menyebut bahwa sang adik memiliki keterbatasan fisik di mana tangan kanan dan kaki kanan tak dapat digerakkan normal. (*)