Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan menyelimuti beberapa wilayah di Indonesia.
Kalimantan, Sumatera, bahkan negara tetangga Malaysia juga ikut terkena kepulan asap dari bencana tersebut.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, kabut asap yang melanda beberapa wilayah mengakibatkan jarak pandang masyarakat rendah hingga membahayakan.
Tak hanya itu, menurut Data Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan (Kalsel) menyebutkan, sudah 20.000 warga yang diketahui terkena Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) akibat kabut asap.
Bahkan seorang bayi berumur 4 bulan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan meninggal diduga karena ISPA tersebut.
Kini 'wabah' ISPA mengintai kawasan yang terdampak kabut asap tebal akibat kebakaran hutan dan lahan.
Para petugas pemadam api Karhutla sudah diterjukan di beberapa titik untuk memadamkan api yang menyebar.
Bahkan Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Masyarakat BNPB, Agus Wibowo menuturkan, pihaknya terus berusaha melakukan water bombing dengan menggunakan helikopter.
Tim pemadam kebakaran rupanya selalu bekerja keras melaksanakan tugasnya, bahkan hingga tak mempedulikan waktu.
Beberapa orang yang terdampak langsung dengan bencana ini menyuarakan keluhannya pada pemerintah.
Tak hanya warga lokal saja, belakangan ini viral video seruan pria bule yang sudah lama tinggal di Indonesia dan merasakan dampak langsung dari bencana Karhutla ini.
Video tersebut dibagikan melalui akun Facebook Netijen Pesbuk pada Selasa (17/9/2019).
"PESAN KEPADA BAPAK PRESIDEN
DARI ORANG EROPA YANG SUDAH 17 TAHUN DI INDONESIA," tulis caption akun Facebook Netijen Pesbuk.
Dalam video tersebut, seorang pria yang menggunakan masker dan baju lapangan nampak sedang berada di sebuah lahan yang dipenuhi kabut asap.
Pria ini menyampaikan keluh kesah dan pesannya soal dampak dari bencana Karhutla ini untuk Presiden Joko Widodo.
Dalam video berdurasi dua menit lebih ini pria tersebut menyampaikan pesannya dengan bahasa Indonesia yang masih kental logat lidah asingnya.
Ia mengaku bernama Chanee ini berasal dari eropa dan sudah tinggal selama 17 tahun di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Namun sudah tiga tahun belakangan ia menjadi Warga Negara Indoneisa.
"Saya sangat bangga menjadi warga negara Indonesia tiga tahun yang lalu. Karena saya mencintai Indoneisa. Tetapi Bapak Presiden, izinkan saya untuk menyampaikan hari ini kemarahan saya."
"Saya marah tidak hanya karena anak saya kena ISPA seperti anak lain. Saya marah tidak hanya karena ribuan orang sesak nafas sambil menangis sambil berdoa dapat melihat matahari lagi. Saya marah tidak hanya karena hutan dan alam Kalimantan dihancurkan," buka Chanee dalam video.
"Bapak presiden saya marah karena penderitaan ini dibuat hanya untuk industri kelapa sawit. Keputusan pemerintah sebelumnya dan sekarang dengan sengaja menimbulkan masalah ini setiap tahun, dan diperparah tahun ini dengan El Nino."
"Di dala kota Maja Palangkaraya saja, dari awal bulan Juli tahun ini, saya sudah ilustrasikan dari udara puluhan kebakaran lahan demi ekspansi perkebunan kelapa sawit."
"Pada saat asap belum menjadi berita, semua titik api bisa dipadamkan. Tetapi itu tidak terjadi. Helikopter pemadam api datang dua bulan kemudian, petugas di lapangan sekuat mereka tidak bisa berbuat banyak saat api sudah menjadi besar di lahan gambut," tambahnya.
Pria tersebut juga menjelaskan bahwa kolusi dan korupsi masih merajalela di daerahnya demi ekspasi perkebunan kelapa sawit.
Melihat dari komentar netizen, diduga pria ini adalah salah satu aktivis penyelamat lingkungan di Kalimantan Tengah.
Video ini pun viral dan dibagikan oleh banyak netizen di media sosial lain.
Saat berita ini ditulis, video ini pun sudah ditanggapi lebih dari dua ribu netizen dan sebanyak 42,234 kali dibagikan.
Usai ditelusuri, melansir dari Kompas.com, ternyata benar pria tersebut adalah penggiat atau aktivis lingkungan yang peduli pada hewan owa.
Pria bernama asli Aurelien Brule namun akrab disapa Chanee Kalaweit ini sudah cinta owa sejak berusia 12 tahun.
Ia akhirnya engobservasi dan menulis buku tentang owa, tetapi juga memutuskan untuk bermukim di Indonesia demi melestarikan owa.
Pria berusia 39 tahun itu mengaku enggan bermukim kembali di negeri asalnya, Perancis, demi melestarikan owa di Indonesia.
Chanee lalu mendirikan lembaga untuk melestarikan owa. Ia mengajukan izin membentuk yayasan bernama Kalaweit yang berbasis di Kalimantan Tengah.
Kalaweit artinya owa dalam bahasa Dayak Ngaju.
(*)