Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang
Gridhot.ID - Situs resmi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) baru saja diretas oleh oknum hacker.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews, situs Kemendagri diretas oleh hacker dan halaman depannya diganti dengan kritikan terhadap pemerintahan.
Peretasan situs Kemendagri diketahui terjadi pada Minggu (22/9/2019).
Akibat kejadian tersebut, Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan kalau pihak Kemendagri sudah mengabari Cyber Bareskrim untuk menangani kasus tersebut.
"Informasi yang saya terima dari Cyber Bareskrim, sudah dikomunikasikan dengan Kemendagri. Nanti Kemendagri akan membuat laporan secara resmi ke Bareskrim," tutur Dedi di Mabes Polri.
"Setelah laporan resmi dibuat, baru Cyber Bareskrim akan menindaklanjuti ilegal akses yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum tertentu," tegasnya lagi.
Situs Kemendagri diretas untuk menampilkan teks yang mempermasalahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kau itu pemimpin, yang gaji kau itu kami, bukan keinginan mereka yang berdasi!!! Suara rakyat kau batasi, semua kau anggap makar dan diskriminalisasi. Kau hanyalah boneka yang diikat tali. Tak lebih dari sebuah komedi!!!" tulis sang peretas yang tercantum di situs Kemendagri.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Kemendagri kemudian memutuskan untuk meminta bantuan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Cyber Mabes Polri untuk menangani kasus ini.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan pihaknya sudah mendapatkan lokasi pelaku yang meretas situsnya.
"Oh (pelaku) sudah (diusut). Kita lihat dari Kominfo, Cyber Mabes Polri, minta tolong," kata Tjahjo.
"Udah jelas tanggal dan hari apa, jam apa, arah dari daerah apa udah ketahuan. Sekarang udah canggih," tambahnya.
Kemendagri juga mengaku sudah berhasil memulihkan situsnya agar bisa kembali diakses masyarakat.
Meski pelaku peretas sempat menuliskan "Your file is mine (datamu milikku)," Tjahjo mengatakan tak ada data internal miliki Kemendagri yang diambil ataupun terganggu.
"Enggak ada (pengaruh ke data penduduk). Hanya satu aja," ujar Tjahjo.
(*)