Gagal Cari Muka ke PBB, Benny Wenda Tak Diizinkan Masuk Ruang Sidang

Sabtu, 28 September 2019 | 09:13
Twitter @BennyWenda

Benny Wenda

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Candra Mega

Gridhot.ID -Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut kerusuhan di Papua dan Papua Baratditunggangi oleh pihak yang ingin mencari perhatian Sidang PBB.

Dikutip dari BBC Indonesia, Tito menuding ada pihak yang ingin menggunakan momen sidang Majelis Umum PBB di New York yang dimulai 23 September 2019.

"Kelompok ULMWP (Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat) pimpinan Benny Wenda yang menghendaki di Papua atau di Indonesia dibuat gerakan yang bisa memancing media nasional, dan internasional khususnya, sehingga dapat digunakan sebagai amunisi untuk melakukan upaya diplomasi untuk mem-branding ada pelanggaran HAM di Papua," ujarnya.

Baca Juga: Kesulitan Buru Benny Wenda Lantaran Sudah Jadi Warga Negara Inggris, Wiranto: Kalau Masuk ke Indonesia, Saya Tangkap!

Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko menyebut Benny Wenda yang kini bermukim di Inggris sebagai tokoh di balik kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

"Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu. Dia mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang missed, yang enggak benar."

"Itu yang dia lakukan di Australia, di Inggris," ujar Moeldoko di kantornya, Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (2/9/2019) seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Baca Juga: Bikin Rusuh Papua Hingga Ngemis Bantuan ke Perdana Menteri Australia, Benny Wenda Ternyata Bukan Lagi Warga Negara Indonesia

Namun, Benny Wenda yang kini bermukim di Oxford Inggris, tidak diijinkan masuk ke ruang sidang umum (SU) PBB di New York, Amerika Serikat.

Benny Wenda awalnya berupaya masuk ke ruang sidang, ketika sidang Majelis Umum PBB yang diikuti perwakilan ratusan negara seluruh dunia sedang berlangsung.

Benny Wenda yang diduga menjadi dalang kerusuhan di Papua tidak di ijinkan masuk ke ruang sidang karena PBB saat ini memiliki peraturan baru.

Baca Juga: Sosok Asep Sanusi, Pelapor Dhandy Dwi Laksono Dibongkar AJI Indonesia, Orang Penting yang Punya Ikatan dengan Polisi

"Kini PBB punya aturan baru, hanya warga negara resmi dari negara peserta yang bisa masuk dan hadir dalam Sidang Umum PBB," kata Delegasi RI asal Papua, Nick Messet, melalui pesan WA, Jumat 27/9/2019) malam.

HO
HO

Nick Messet (2 kiri) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla di PBB New York, Amerika Serikat.

Benny Wenda sebelumnya mencoba masuk ke ruang sidang melalui delegasi Vanuatu.

"Benny Wenda cs mau masuk ruang sidang PBB dengan ikut delegasi Vanuatu tapi tidak diijinkan, karena peraturan PBB kali ini cukup keras,” ungkap Messet.

Baca Juga: Dulu Usir Maia Estianty dari Rumah, Suami Mulan Jameela Dibongkar Tabiatnya oleh Tetangga, Interaksi Ahmad Dhani di Lingkungan Tempat Tinggalnya Jadi Sorotan Warga, Kenapa?

Sehingga, Benny Wenda tidak lagi bisa ikut delegasi Vanuatu seperti sebelum-sebelumnya.

"Saya kira ini bagus sekali, peraturan PBB cukup ketat bagi setiap peserta Sidang Umum PBB," ungkap Messet.

Bahkan, lanjut Messet, dirinya yang menjadi Konsulat Kehormatan Negara Nauru di Jakarta tidak diperbolehkan masuk.

Baca Juga: Dikenal Keras dan Bicara Ceplas-ceplos, Ibunda Ahok Sebut Tabiat Putranya Berasal dari Rasa Kesal Terhadap Keterpurukan Sejak Kecil

"Saya sendiri juga tidak diperbolehkan masuk ikut delegasi Nauru, meskipun saya Konsulat kehormatan mereka di Indonesia. Saya bisa masuk melalui delegasi Indonesia kalau diperlukan," ujar Messet.

Messet menambahkan, saat ini dirinya sedang bersiap masuk ruang sidang umum PBB melalui delegasi RI.

"Tadi Pak Roy Sumirat menghubungi kami dan menyampaikan pesan dari Bu Menteri Luar Negeri RI agar Pak Nick, Pak John dan Pak Manufandu dapat mendampingi Wapres RI masuk duduk resmi dalam SU PBB dan ikut mendengarkan pidato Wapres RI," kata Messet penuh haru.

Baca Juga: Suaminya Terang-terangan Sudah Tiduri 2000 Wanita, Istri Ini Tetap Temani Pria yang Ia Cintai Hingga Ajal Menjemput, Kisah Luar Biasanya Bikin Banyak Orang Berdecak Kagum

Sebelumnya Nick Messet mengatakan, situasi SU PBB terkait nasib Papua yang terjadi belakangan tidak banyak negara yang menanggapi.

HO
HO

Nick Messet bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat.

Negara-negara peserta Sidang Umum PBB mengikuti perkembangan situasi dan kondisi Papua melalui media.

Setiap negara punya persoalannya masing-masing yang harus mendapat perhatian dari SU PBB dan waktu untuk bicara di atas mimbar SU PBB juga sangat terbatas hanya 10 menit.

Baca Juga: Tak Seheboh Pemberitaan Demo Mahasiswa, Diam-diam Gempa 6,8 SR di Ambon Telan Banyak Korban Jiwa, Kondisi Kacau Balau Bangunan Luluh Lantak di Mana-mana

Sehingga, banyak negara besar tidak ingin mencampuri negara lain dan lebih fokus menyampaikan persoalan di negaranya sendiri.

"They can only say, Sorry and have sympathi to the Papuans! Apart from that, nothing else (Mereka hanya bisa berkata, Maaf dan bersimpati pada orang Papua! Selain itu, tidak ada yang lain)," katanya.

Menurutnya, hanya negara-negara kecil yang selalu ingin mengangkat permasalahan Papua di Sidang Umum PBB.

Baca Juga: Dikenal Keras dan Bicara Ceplas-ceplos, Ibunda Ahok Sebut Tabiat Putranya Berasal dari Rasa Kesal Terhadap Keterpurukan Sejak Kecil

"Hanya negara-negara kecil di Pacific yang selalu mau angkat soal Papua di SU PBB tahun ganti tahun. Tetapi tidak pernah ada perubahan, jalan di tempat terus," kata Nick.

Nicolas Meset yakin pada saatnya negara-negara tersebut bakal bosan membawa isu Papua dalam SU PBB.

"Negara-negara seperti, Vanuatu, Palau, Marshall Island yang selalu mengangkat isu Papua di dalam SU PBB pasti satu waktu akan jadi bosan sendiri."

Baca Juga: Lapas Abepura Turut Dibakar Massa Demo di Jayapura Papua, 4 Napi Berhasil Melarikan Diri Hingga 1 Petugas Patah Tulang, Begini Kronologinya

"Soalnya topik yang mereka bawakan sudah kadaluarsa untuk negara-negara anggota PBB. Bosan untuk mendengar, The same old story again and again, Self determination and freedom for West Papua (Kisah lama yang sama berulang kali, Penentuan nasib sendiri dan kebebasan untuk Papua Barat)," kata Meset.

(*)

Tag

Editor : Candra Mega Sari

Sumber Tribunnews.com, BBC Indonesia