"Bersama ibu, saya ke Makassar tahun 1932 pada usia sembilan tahun. Kami berlayar tujuh hari tujuh malam. Lantaran miskin, kami hanya bisa tidur di tempat paling buruk di kapal, di bawah kelas dek," cerita Eka Tjipta seperti yang dikutip dari Grid.ID.
"Ada uang lima dollar, tetapi tak bisa dibelanjakan, karena untuk ke Indonesia saja kami masih berutang pada rentenir, 150 dollar," sambungnya.
Tiba di Makassar, Eka Tjipta lantas membantu sang ayah berjualan di toko kelontong yang sudah berdiri.
Baca Juga: Hampir Semua Laki-laki di Desa Ini Lakukan Praktik Poligami, Alasannya Sungguh Mengejutkan
Usaha keluarganya mulai maju dua tahun kemudian, Eka Tjipta meminta disekolahkan.
Berdasarkan biografinya, raja kertas ini hanya seorang lulusan sekolah dasar di Makassar.
Bahkan, usai tamat SD, Eka Tjipta kembali putus sekolah.
Dia kemudian berjualan dari pintu ke pintu dengan mengendarai sepedanya keliling kota Makassar menjajakan permen, biskuit, dan aneka dagangan sang ayah.