Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Seorang siswa yang tak bisa menaati peraturan sekolah biasanya akan diberikan hukuman dari pihak sekolah sendiri.
Pelanggaran-pelanggaran ini bukan diartikan sekolah untuk menghukum, namun untuk mendidik dan mengingatkan seorang siswa.
Namun peringatan atau pun ganjaran yang diberikan pada siswa yang bersalah sebaiknya dilakukan dengan wajar.
Supaya tidak terjadi apapun yang mampu merugikan pihak sekolah dan juga siswa sendiri.
Seperti kasus yang belakangan ini terjadi di Manado.
Melansir dari TribunManado.co.id, dikabarkan seorang siswa SMP meninggal setelah menerima hukuman dari gurunya pada Selasa (1/10/2019).
Peristiwa itu terjadi di SMP Kristen 46 Mapanget Barat, Manado.
Korban bernama Fanly Lahingide, warga Perumahan Tamara, Kelurahan Mapanget Barat, Lingkungan VIII, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Sulut.
Dikabarkan Fanly meninggal usai menjalani hukuman dari gurunya yaitu berlari memutari lapangan sekolah.
Gurunya meminta Fanly berlari memutari lapangan sekolah karena dirinya datang terlambat ke sekolah.
Fanly pun melakukan hukuman yang diberikan bersama teman-teman lainnya yang juga terlambat.
Namun hingga sekarang masih belum ada kepastian kenapa Fanly datang terlambat.
Namun, Fanly Lahingide pada Selasa pagi itu berbaris bersama dengan temen-teman lainnya.
Berdasarkan pengakuan teman korban, Betran (14), ia menceritakan kronologis kejadian saat dirinya bersama korban menjalani hukuman yang sama.
"Jadi waktu itu kami terlambat ke sekolah, dan dipanggil nama-nama kami oleh Mem," ujarnya.
Lanjutnya, setelah itu, dia dan korban serta beberapa temannya yang dipanggil disuruh berdiri di lapangan.
"Sekitar 15 menit disuruh berdiri, Fanly mengatakan bahwa dirinya sudah rasa pusing," ucapnya.
Betran juga menjelaskan seusai dijemur di bawah matahari, tidak lama kemudian oknum guru berinisial CS (58) menyuruh kami untuk berlari memutari lapangan sebanyak 20 kali.
Pada saat mulai mengikuti perintah dari gurunya, tiba-tiba korban pingsan dan jatuh di halaman sekolah.
"Saya tidak mengatakan kepada Mem kalau korban sudah mengeluh pusing," bebernya.
Katanya juga, ketika diputaran ke empat, korban jatuh pingsan dan wajanya terbentur di tanah.
"Kami langsung berhenti berlari dan mengatakan kepada Mem bahwa Fanly sudah pingsan," ucapnya.
Fanly pun segera dilarikan ke rumah sakit Auri, dan dirujuk ke RSUP Kandou Manado.
Namun sayangnya nyawa korban sudah tak tertolong lagi.
Selanjutnya jasadnya di bawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk dilakukan autopsi.
Hal ini juga telah di konfirmasi oleh ayah korban saat diwawancarai.
Ayah korban juga mendapatkan kabar dari teman anaknya.
"Menurut beberapa temannya, Fanly diberi ganjaran karena terlambat ke sekolah, sehingga disuruh berdiri di panas (di bawah terik sinar matahari)," bebernya.
Joni Lahingide ayah korban awalnya langsung syok mendengar kabar ini.
Padahal sebelum kejadian, ia yang mengantar Fanly ke sekolah.
"Padahal saya baru mengantarnya tadi pagi di sekolah dengan menggunakan sepeda motor," ujar Joni ke awak media saat dijumpai di rumah sakit Bhayangkara Karombasan, Selasa (01/10/2019) tadi.
Dijelaskannya, sekitar pukul 06.50 Wita, dia mengantar korban ke sekolah, setelah itu dia pergi ke rumah.
"Saya baru mau makan, baru mengambil makanan, tiba-tiba teman dari Fanly datang ke rumah dan mengatakan bahwa Fanly mengalami kecelakaan di sekolah dan sudah dibawa ke Rumah Sakit Auri," katanya.
Lanjutnya, belum sempat makan, dirinya langsung ke Rumah Sakit Auri untuk melihat anaknya.
"Saat di Rumah Sakit Auri, Fanly sudah tidak merespons panggilan saya, selanjutnya dirujuk ke Rumah Sakit Malalayang, namun anak saya sudah meninggal di perjalanan menuju rumah sakit," jelasnya.
Namun sesampainya di rumah sakit dan mengecek ternyata anaknya tidak mengalami kecelakaan melainkan pingsan di sekolah karena disuruh lari memutari lapangan sekolah.
"Menurut beberapa temannya, Fanly diberi ganjaran karena terlambat ke sekolah, sehingga disuruh berdiri di panas (di bawah terik sinar matahari)," bebernya.
"Saya mendapat informasi, saat lari diputaran ke empat, anak saya pingsan dan jatuh ke tanah dan langsung dibawa ke rumah sakit oleh mereka," katanya.
Lanjutnya, sebagai orang tua korban, mereka keberatan dengan perbuatan oknum guru berinisial CS (58) terhadap anak mereka.
"Akan di auotopsi dan kami akan proses lanjut kasus ini, karena anak kami tidak pernah sakit, apalagi masuk rumah sakit tidak pernah, jadi anak kami ini tidak ada riwayat sakit, namun prilaku oknum guru ini patut diproses hukum," tegas ayah korban.
Sementara itu, kasus ini sudah ditangani Kapolsek Mapange AKP Muhlis Suhani.
"Kalau kasus ini akan diproses lanjut, kami siap menerima laporan dari keluarga korban," tegas Kapolsek.
Pihak sekolahpun juga telah memberikan penjelasan sama seperti yang dikatakan teman-teman korban.
"Untuk oknum guru yang memberikan ganjaran kepada korban saat ini lagi drop di rumah sakit," kata Kapolsek.
Tambahnya, jadi anggotanya sudah menemui oknum guru perempuan berinisial CS (58) di Rumah Sakit Auri.
"Oknum guru diduga syok dan saat ini masih dirawat di rumah sakit, belum bisa diambil keterangan," ucap Kapolsek.(*)