Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer seseorang.
Melihat dari zaman ke zaman, kebutuhan seseorang untuk memiliki tempat tinggal semakin besar.
Maka tak heran jika harga rumah pun semakin tahun semakin naik dan mahal.
Perusahaan-perusahaan properti pun berlomba-lomba untuk memasarkan produk rumahnya di kalangan masyarakat.
Berbagai cara pemasaran dilakukan, salah satu yang sering ditemui adalah melalui iklan.
Banyak iklan penjualan rumah yang bisa ditemui di zaman sekarang.
Namun, belakangan ini ada sebuah iklan rumah yang justru membuat geger masyarakat.
Pasalnya dalam iklan rumah tersebut juga menawarkan fasilitas pantai pribadi.
Melansir dari Kompas.com, iklan perumahan tersebut ditawarkan di Kecamatan Kediri, Tabanan, Bali.
Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Bali Nyoman Parta mengecam iklan tersebut karena dinilai kontroversial.
Menurut dia, iklan tersebut menyesatkan dan merugikan masyarakat Bali pada umumnya.
Pihaknya mengatakan tidak boleh sedikitpun sungai, gunung, dan pantai menjadi milik pribadi.
Sebab, tempat-tempat tersebut ada kaitannya dengan cara beragama umat Hindu di Bali.
"Niatnya pengembang itu tidak baik," kata Parta saat dihubungi, Jumat (11/10/2019).
Menurut Parta, iklan semacam itu berpotensi menyebabkan konflik di kemudian hari.
Parta berharap pemerintah daerah di Bali bersikap tegas. Menurut dia, pemerintah perlu menjelaskan bahwa pantai, sungai, dan gunung tidak untuk dikuasai secara pribadi.
"Khusus untuk Pemerintah Tabanan, tolong perhatikan ini. Tegur pengembangnya. Tidak boleh sejengkalpun sungai atau pantai menjadi milik pribadi," kata Parta.
Pasalnya aturan tersebut juga sudah jelas dalam Perpres Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai.
Ia juga menambahkan, penetapan batas sempadan pantai diperlukan untuk melindungi dan menjaga kelestarian fungsi ekosistem dan segenap sumber di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil.
Aturan tersebut juga melindungi kehidupan masyarakat di wilayah pesisir dari ancaman bencana alam dan alokasi ruang untuk akses publik.
"Semua sudah ada aturannya dari undang-undang. Perpres dan peraturan menteri," imbuhnya Parta.(*)