Find Us On Social Media :

Anggaran Janggal Kembali Terungkap, Mantan Staf Ahok Ini Ungkap Adanya Pembelian Pasir Rp 52 Miliar untuk Alat Peraga Sekolah: Memang Bisnis Manajemen Ada Pasirnya?

Eks Staf Ahok ini temukan lagi anggaran janggal yang ada di DKI Jakarta.

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang

Gridhot.ID - DKI Jakarta kini menjadi sorotan seluruh publik tanah air.

Pasalnya, terbongkar anggaran janggal yang memiliki nilai yang dianggap tak wajar.

Anggaran siluman tersebut terbongkar saat para anggota DPRD DKI Jakarta menyisir dokumen Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.

Baca Juga: 2 Tahun Tinggal Satu Atap dengan Polisi Beristri, Ini Modus yang Dipakai Pelakor Agar Diizinkan Tinggal Bersama, Tak Terduga dan Bikin Kecewa

Dikutip Grihdot dari Kompas.com, kini muncul lagi kejanggalan baru.

Ima Mahdiah yang merupakan politisi muda dari Fraksi PDIP kembali membongkar kejanggalan tersebut.

Ima yang berada di Komisi R mengurusi bidang pendidikan mengungkapkan adanya anggaran untuk pembelian pasir.

Baca Juga: Sungguh Durhaka! Anak Laki-laki Ini Sewa Pembunuh Bayaran untuk Habisi Nyawa Orang Tuanya, Namun Siapa Sangka Dia Justru Tertangkap Karena Hal Ini, Sang Eksekutor Ternyata Anggota Kepolisian yang Menyamar

Pembelian pasir tersebut dituliskan membutuhkan anggaran sebanyak Rp 52 miliar.

Dikutip Gridhot dari Kompas TV, Ima menyusuri data tersebut bersama para anak magang.

"Kita masih menelusuri aku dibantu sama tim penyisir anak magang Fraksi PDI-P, nemuin hal-hal seperti contohnya pasir aku pikir ini kan bukan rehab. Di luar dari rehab ini bantuan BOP BOS itu kita telusuri," kata Ima saat ditemui di ruangannya di lantai 7 Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (7/11/2019).

Baca Juga: Pernah Dikabarkan Punya Hubungan Tak Baik Gara-gara Dekat dengan Raffi Ahmad, Begini Reaksi Tak Terduga Ayu Ting Ting Saat Ketemu Melly Goeslaw, Sampai Cium Tangan Anto Hoed

Ima yang merupakan mantan staf Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat menjadi gubernur mengungkapkan adanya anggaran pasir yang justru dimasukkan sebagai alat peraga sekolah.

"Ini pasir di situ tertulisnya untuk alat peraga sekolah. Totalnya Rp 52 miliar buat apa itu? Dia di SMKN (jurusan) bisnis manajemen. Memangnya bisnis manajemen ada pasirnya?" kata dia.

Anggaran pasir tersebut juga masuk dalam Biaya Operasional Pendidikan SMP dan SMK.

Baca Juga: Petentang-petenteng Copot Seragamnya Sendiri Lalu Nantang Duel, Siswa MTs Ini Ajak Guru Berkelahi di Sekolah, Nasibnya Justru Berakhir Begini Atas Permintaan Orang Tuanya

"Jadi pasir itu adanya di koloman aja di penyediaan BOP SMPN terus ada di BOP SMK jurusan bisnis manajemen terus ada lagi di BOP SMK teknologi pengadaan pasir ini nih. Terus ada lagi di wajib belajar 12 tahun, enggak tahu apa yang digunakan dari pasir," tutur dia.

Tak hanya pasir, dirinya juga menemukan anggaran janggal lain seperti tiner, helm proyek, dan tipex.

"Ada tiner, ada helm proyek, terus ada penghapus cair. Ini setelah Pak Anies marah-marah ya, jadi bukannya sebelum Pak Anies marah-marah terus kita soroti lagi. Ada cat tembok, kaca bening, Rotring, penghapus cair atau Tipp-ex," ungkapnya.

Baca Juga: Naik Pitam Saat Tahu Sang Suami Berkendara dengan Wanita Lain, Seorang Istri Langsung Tabrak Mobil Suaminya dari Belakang Hingga Ringsek, Netizen: Saya Juga Akan Lakukan Hal yang Sama

Ima mengatakan kalau cat tembok dan tinner memang sudah ada anggarannya namun seharusnya dibuat terpisah.

"Terus cat tembok buat apa? Kan sudah ada renovasi sekolah sih aku enggak tahu juga berapa triliun buat renovasi,"

"Itu yang nanti mau kita pertanyakan di pembahasan RAPBD, mungkin di Banggar, juga nanti Komisi sudah selesai," kata dia.

Baca Juga: Percaya Suami dan Anaknya Akan Hidup Lagi, Wanita Ini Lakukan Tindakan Tak Wajar, Simpan Jasad Keduanya di Dalam Rumah dengan Ditutupi Kain Sarung

Ima kemudian mempertanyakan kenapa beberapa anggaran alat seperti pulpen dan tippex tidak dimasukkan dalam anggaran Kartu Jakarta Pintar.

"Kalau dulu enaknya semua ini dijadiin 1 yaitu KJP. Kenapa enggak dimasukkin ke KJP. Jadi kadang siswa siswi ini enggak butuh pulpen, tapi butuh buku atau bisa ditabung uangnya untuk beli laptop karena dulu filosofi dari KJP itu kita mendidik siswa agar mau menabung," katanya.

(*)