GridHot.ID –Banyak taktik yang dapat dilakukan militer Indonesia dalam menghadapi musuh.
Salah satunya adalah dengan melakukan operasi penerjunan.
Dilansir dari artikel yang tayang di Intisari Online, perintah operasi penerjunan pertama kali di wilayah Irian Barat tertuang dalam surat No. 01/PO/SR/4/1962 tanggal 11 April 1962 yang ditandatangani Panglima Mandala Mayjen TNI Soeharto.
Di depan pasukan gabungan PGT dan RPKAD Panglima berpesan agar pasukan tidak melupakan Sumpah Prajurit dan Sapta Marga.
"Hindari vuur contact (kontak senjata) karena tugas kalian adalah menyusup dan infiltrasi," pesan Mayjen TNI Soeharto.
Pagi hari, 26 April 1962, terbanglah sebuah pembom B-25 Mitchel dan dua pemburu P-51 Mustang dari Lanud Amahai di Ambon dan Letfuan di Kep. Kei, Ambon, dengan tujuan Sorong. Maksud penerbangan itu adalah memantau keamanan jalur penerbangan sekaligus penipuan (deception flight).
Pesawat AURI biasanya akan tertangkap radar Belanda di Sorong atau Kaimana, atau di kapal perang mereka. Dapat dipastikan mereka akan memberitahu Skuadron Pemburu di Jeffman dan Kaimana untuk mengejar.
Dengan taktik ini diharapkan pesawat Dakota yang menerjunkan pasukan akan terhindar dari sergapan pesawat Belanda.
Belanda tidak menduga bahwa Indonesia mampu melakukan infiltrasi melalui udara. Kalangan militer Belanda mulai guncang dan ragu akan pertahanan udaranya.
Perhatian mereka akan tertuju ke pedalaman untuk menangkal serangan gerilya sehingga pasukan RI yang akan menyerbu dari wilayah pantai lebih leluasa masuk.
Baca Juga: Hobi Naik Becak Kemana-mana, Bule Belanda Suami Lia Waode Ini Dikenal Sangat Sederhana
Pertempuran beberapa kali terjadi, terutama penembakan pesawat AURI oleh kapal-kapal Belanda. Di daratan, pasukan yang diterjunkan di Fak-fak di bawah pimpinan Letda Agus Hernoto, satu bulan bertahan di sekitar Kampung Urere.
Dalam kondisi lelah dan kurang makanan, pasukan disergap tentara Belanda hingga kocar-kacir. Lima orang gugur. Agus tertembak di kedua kakinya dan ditawan Belanda. Saat pertukaran tawanan, ia bisa kembali dalam keadaan selamat.
Penerjunan pertama di Kaimana terdiri atas tiga pesawat Dakota yang menerjunkan 23 anggota RPKAD, 9 PGT, dan satu perwira zeni. Tidak boleh menyalakan navigation light dan harus radio silence untuk menghindari pelacakan radar musuh.
Penerjunan begitu sulitnya karena hutan sangat lebat dengan pepohonan tinggi. Banyak penerjun tersangkut di pohon. Kopral Udara I Sahudi misalnya, yang tersangkut di antara dua pohon, mencoba memprakirakan ketinggian dengan mengulur tali perlengkapan.
Sampai tali terulur habis sepanjang 30 m, tanah belum tersentuh.
"Pohonnya tinggi sekali," kenang Sahudi.
Beberapa bulan pasukan menjadi gerilyawan di pedalaman. Pasukan yang gugur ditinggalkan dengan diberi tanda sedangkan senjatanya disembunyikan. Mereka yang tidak sanggup lagi meneruskan tugas terpaksa ditinggalkan agar tidak mengganggu gerak pasukan.
Keadaan medan dan perlawanan Belanda sebenarnya tidak berat. Yang berat justru sulitnya mendapatkan makanan atau tumbuhan yang dapat dimakan.
Kalau kebetulan pasukan menjumpai tanaman rakyat seperti talas atau pisang, mereka terpaksa memakannya kemudian meninggalkan uang gulden untuk pembayaran. Ya, pasukan memang dibekali gulden Papua.
(Dicukil dari buku 52 Tahun Infiltrasi di Irian Barat Terbitan Majalah Angkasa, oleh Mayong S. Laksono, dan dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 2014)
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul "Ketika Merebut Irian Barat, yang Berat Justru Mendapatkan Makanan Saat Gerilya"
(*)