Laporan reporter Gridhot.ID, Nicolaus Ade
Gridhot.ID - Konflik KKB Papua masih berlanjut hingga saat ini.
Pasukan KKB tak ada hentinya melancarkan teror dan juga serangan ke pos-pos penjagaan TNI dan Polri
Meskipun beberapa dedengkot berhasil ditangkap, namun pasukan KKB masih saja terus melakukan serangannya.
Ternyata konflik ini telah terjadi sejak tahun 1967.
Pada tahun itu, pimpinan tertinggi KKB dipegang oleh Lodewijk Mandatjan.
Untuk meredam konflik yang terjadi, pemerintah pun mengirimkan pasukan elite Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD (sekarang Kopassus) untuk meredam aksi KKB Papua.
Namun, meski telah digempur habis-habisan oleh prajurit RPKAD, aksi KKB Papua tetap tak mau menyerah.
Pada akhirnya Sarwo Edhie Wibowo yang baru menjabat sebagai panglima Kodam XVII/Tjendrawasih (1968-1970), turun tangan merancang strategi khusus untuk menghadapi mereka.
Awalnya, kurang lebih 50 prajurit RPKAD yang baru mendarat di Papua langsung ditugaskan untuk menggempur KKB Papua.
Melansir dari buku 'Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' karya Hendro Subroto.
50 prajurit RPKAD pimpinan Sintong Panjaitan itu langsung ditugaskan menyerbu KKB Papua tanpa sempat istirahat.
Saat itu, salah satu pos koramil di Warmare diserbu oleh KKB Papua
Pos koramil itu hanya dipertahankan oleh enam orang anggota TNI, yang kemudian salah satunya gugur saat KKB Papua mengepung
Pasukan RPKAD pimpinan Sintong Panjaitan tiba di Manokwari pada 6 Januari 1967, dan langsung diperintahkan untuk menggempur KKB Papua yang tengah mengepung pos koramil itu.
50 prajurit RPKAD langsung berangkat dari Manokwari menuju Warmare menggunakan dua truk tanpa sempat istirahat
Dalam menghadapi KKB Papua di Warmare, pasukan RPKAD bertempur secara frontal.
KKB Papua pun berhasil dipukul mundur dari Warmare dan lima orang anggota TNI yang terkepung berhasil dibebaskan.
Namun, aksi teror KKB Papua masih berlanjut.
Meski berkali-kali dipukul mundur oleh RPKAD, aksi teror KKB Papua masih saja terjadi.
Hingga pada akhirnya KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan benar-benar padam setelah Sarwo Edhie Wibowo turun tangan.
Sarwo Edhie Wibowo saat itu mau tak mau harus menghadapi sepak terjang KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan.
Dalam menghadapi aksi teror KKB Papua saat itu, Sarwo Edhie Wibowo memadukan operasi tempur dengan operasi non tempur.
Menurutnya, strategi non tempur digunakan lantaran ia menganggap para KKB Papua masih merupakan saudaranya sebangsa dan setanah air.
"Kalau pemberontak kita pukul terus menerus, mereka pasti hancur. Tetapi mereka adalah saudara-saudara kita.
Baiklah mereka kita pukul, kemudian kita panggil agar mereka kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi" kata Sarwo Edhie Wibowo dalam buku karya Hendro Subroto.
Untuk menghindari terjadi pertumpahan darah yang lebih banyak, Sarwo Edhie Wibowo memerintahkan melakukan penyebaran puluhan ribu pamflet yang berisi seruan agar KKB Papua kembali ke NKRI.
Sarwo Edhie Wibowo kemudian memberi tugas kepada perwira RPKAD Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky untuk menemui pimpinan KKB Papua yang bernama Lodewijk Mandatjan.
Tujuannya adalah membujuk agar Mandatjan beserta anak buahnya mau kembali lagi ke pangkuan NKRI.
Tanpa membawa senjata, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berjalan kaki memasuki hutan untuk menemui pimpinan KKB Papua.
Saat bertemu dengan Mandatjan, Mayor Heru Sisnodo berkata: "Bapak tidak usah takut. Saya anggota RPKAD. Komandan RPKAD yang ada di sini anak buah saya. Dia takut sama saya. Kalau bapak turun dari hutan, nanti RPKAD yang akan melindungi bapak."
Akhirnya, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berhasil meyakinkan Lodewijk Mandatjan dan anak buahnya.
Mandatjan beserta keluarga dan anak buahnya pun diantar turun ke Manokwari.
Saat bertemu dengan Mandatjan, Sintong Panjaitan berkata: "Bapak saya jamin, saya akan melindungi bapak dengan keluarga"
Pemberontakan KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan pun sebagian besar telah terselesaikan, RPKAD tinggal melakukan penyisiran untuk memburu sisa-sisa anggota KKB Papua lainnya.
Dengan begitu, Sarwo Edhie Wibowo berhasil menerapkan strategi non tempurnya sehingga tak terjadi pertumpahan darah lebih banyak.(*)