Mata Hari, Wanita Berdarah Jawa Agen Mata-mata Prancis dan Jerman, Mati Tragis Dihadapan Regu Tembak Usai Divonis Pengadilan Militer

Rabu, 11 Desember 2019 | 12:42
biography.com

Kisah Mata Hari

GridHot.ID - Kisah mengenai Mata Hari pernah ditulis olehRemy Sylado dengan judul Namaku Mata Hari.

Bernama asli Margaretha Zelle, Mata Hari lahir dari pasangan pembuat topi asal Belanda, Adam Zelle dan istri seorang keturunan Belanda-Jawa,Antje van der Meulen, pada 1876.

Sayang pada awal kisah romansanya, Dia bertemu dengan Rudolf MacLeod—Kapten di Hindia Belanda (Indonesia) yang kerap berselingkuh dan menyiksanya.

Baca Juga: Diklaim Lebih Hebat dari Milik Amerika, Rudal S-400 Bikinan Rusia Berhasil Buat Negara Paman Sam Kelimpungan, Sampai Tebar Ancaman Pada Negara Lain yang Berniat Membelinya

Dari MacLeod, ia memiliki dua anak, satu lelaki dan satu perempuan. Si sulung lelaki, yang lahir dengan kekurangan fisik, tidak berumur panjang. Sementara si bungsu dititipkan pada pihak keluarga pasca-perceraian kedua orangtuanya.

Margaretha kemudian menuju Paris, mengubah nama menjadi "Mata Hari". Bahasa yang tentu asing bagi warga setempat, namun menambah kesan misterius dari tari panggungnya.

Selama beberapa tahun, Mata Hari menjadi selebriti di kota tersebut sebagai penari eksotis. Hingga jatuhlah Perang Dunia I pada 1914.

Baca Juga: Hadirnya Su-35 di Jajaran TNI AU Dipercaya Mampu Menciptakan Efek Gentar Bagi Negara-negara Asing, Kekuatan Udara Indonesia Tak Lagi Bisa Diremehkan

Pecahnya PD I disambut warga Eropa dengan bergembira, bukannya takut. Hal ini terlihat dari perayaan yang dilakukan di beberapa negara di Benua Biru tersebut setelah perang diumumkan. Sikap ini muncul karena didorong sikap nasionalistik, mereka mengira perang akan berlangsung singkat dan mengalami kejayaan.

Dalam True Spy Stories karangan Paul Dowswell dan Fergus Fleming, Mata Hari dikatakan bosan dengan kondisi perang. Sebabnya, selama dua tahun, ia tidak bisa bebas melakukan apa-apa. Hanya diam di rumahnya di Belanda sebagai tempat netral.

Hingga akhirnya munculah Karl Kramer, atase pers Konsulat Jerman di Belanda. Kramer meminta Mata Hari kembali ke Paris, Prancis, negara yang tidak lain adalah musuh Jerman. Mata Hari diminta menggunakan semua daya pikatnya untuk berbaur kembali dengan para orang berpengaruh di sana.

Baca Juga: Dapat Sambutan Meriah Kala Mengisi Kuliah Umum di Norwegia, Susi Pudjiastuti Paparkan Perjalannya di KKP yang Tak Mudah, Akui Banyak Mendapat Halangan dari Orang Pemerintahan Sendiri

Dengan imbalan cukup, Mata Hari menyetujuinya. Namun, Dowswell dan Fleming berkeyakinan bahwa hal ini disetujui oleh Mata Hari hanya karena penasaran menjadi mata-mata.

Witnify

Eksekusi Mata Hari

Beberapa bulan kemudian, secara tidak sengaja Mata Hari bertemu Kapten Georges Ladoux, Kepala Dinas Counterintelligence Prancis—badan yang dibentuk untuk menginvestigasi mata-mata asing. Sama seperti pihak Jerman, Ladoux meminta kerja sama dari Mata Hari.

Baca Juga: Di Detik-detik Terakhir Sebelum 12 Regu Tembak Mengeksekusi, Seorang Terpidana Hukuman Mati Sampaikan Permintaan Terakhirnya, Bikin Merinding Siapapun yang Mendengarnya

Mata Hari, perempuan yang menyingkap tabir misteri negeri Timur pada masyarakat Paris, akhirnya melangkah di dua sisi, Jerman dan Prancis. Hingga pada waktunya aksi ini terungkap, 24 Juli 1917, ia berdiri di hadapan pengadilan tertutup militer.

Hanya dalam tempo dua hari, perempuan cerdas dengan pesona luar biasa ini dinyatakan bersalah melakukan kegiatan mata-mata terhadap Prancis dan dijatuhi hukuman mati. Ia dieksekusi pada 15 Oktober 1917 di hadapan regu tembak, tewas dalam usia 41 tahun.

Meski demikian, kasusnya tidak redup. Banyak kontroversi yang menyatakan bahwa ia sebenarnya tidak bersalah. Lain dari itu, namanya diasosiasikan dengan eksotisme yang bertahan hingga masa sekarang.

Artikel ini telah tayang di National Geographic dengan judul "Kisah Mata Hari, Seorang Mata-Mata Keturunan Jawa nan Memesona"

(*)

Tag

Editor : Siti Nur Qasanah

Sumber National Geographic