Find Us On Social Media :

Kisah Pesawat yang Hilang Disembunyikan Hantu di Kalimantan Timur, Tak Terdeteksi Radar Sama Sekali, Baru Ketemu 4 Bulan dalam Keadaan Hancur Berkeping-keping

ilustrasi

Salah seorang dari mereka yang batal naik MNA itu saya kenal sebagai pemilik sebuah penginapan di Berau.

Hari itu saya terbang tanpa co-pilot. Cuaca cukup cerah. Mendekati garis khatulistiwa, kira-kira di sebelah barat Tanjung Santan, saya lihat tanda-tanda cuaca akan buruk. Di depan terdapat Garis Badai Guntur atau Aquall Line berupa benteng-benteng awan raksasa berwarna kelabu kehitaman.

Baca Juga: Karyawannya Banyak yang Resign Karena Takut Jadi Tumbal, Ruben Onsu Geram dan Usut Kelanjutan Kasus Dugaan Fitnah Pesugihan Usaha Geprek Bensu, Pengacaranya Siap Tuntun Roy Kiyoshi

Puncak-puncaknya tinggi sekali, lebih dari 40.000 kaki. Jelas tidak terdaki oleh pesawat kami yang saat itu terbang di ketinggian 7.000 kaki.

Kilat menyambar-nyambar seperti ribuan lampu blitz. Saya lihat angin bergerak dari Barat Daya menuju ke Timur Laut, ke arah Selat Makassar. Garis pantai selat itu terletak kira-kira 20 mil dari pesawat kami.

Karena gelombang-gelombang awan raksasa yang ditiup angin kencang itu membawa hujan besar dan geledek, hati saya kecut. Daripada diterkam badai, saya putuskan untuk menghindar ke kiri (Barat) sampai di kompas terbaca 270.

Untuk menghadapi cuaca buruk, ada beberapa cara. Yang bisa dilakukan ialah: bertahan pada ketinggian tertentu, mengurangi kecepatan untuk mengurangi bantingan aliran vertikal, lalu menghindari daerah aktif menuruti sinyal-sinyal di layar radar.

Baca Juga: Yakini Ada Capur Tangan Gaib di Balik Kematian Lina, Paranormal Gus Robin Terawang Ada 3 Dukun Kirim Santet, Ini Sosok Jin yang Sakiti Mantan Istri Sule

Namun, pesawat kecil biasanya tidak dipasangi radar, jadi hanya mengandalkan keterampilan penerbang.

Saya turun terus sampai di bawah 1.000 kaki, yaitu sampai terlihat apa yang ada di bawah awan raksasa. Saya kenal betul medan di sini, sebab setiap hari dua kali saya melewatinya. Rute kami yang biasa ialah: Tarakan-Berau-Samarinda-Berau-Tarakan-Tawau (Malaysia Timur)-Tarakan.

Daerah yang bergunung-gunung masih kira-kira 100 km lagi ke arah utara, jadi tidak ada kekhawatiran akan menabrak bukit.

Kami kini berada di bawah awan-awan Charlie Bravo atau cumulo nimbus. Hujan deras turun disertai angin kencang sehingga pesawat terombang-ambing. Saya mencoba terbang lebih rendah lagi untuk menghindarkan diri dari curahan air yang seperti air terjun. Saya terbang ke sebelah barat, kira-kira 15 mil dari lintasan yang betul.