Gridhot.ID- Setiap orang punya masa lalu, begitu juga dengan pria yang tinggal di Sleman, Yogyakarta ini.
Ia memiliki masa lalu yang kelam. Berbagai hal di 'dunia gelap' menjadi makanannya sehari-hari di masa lalu.
Namun, waktu dan pengalaman membuatnya berubah.
Begini kisah inspiratif Pianggono, pemilikPanti Asuhan Islam Yatim dan Dhuafa Daarul Qolbbi Pondok Pesantren Tombo Ati, Sleman.
Seorang remaja mengenakan seragam SMA melangkah masuk ke dalam sebuah warung.
Remaja ini berhenti setelah melihat seorang pria mengenakan kaus dan sarung duduk di sebuah kursi. Pria ini berambut sedikit panjang dengan tato di leher.
Pelajar SMA ini pun lantas melangkah mendekat, dan mencium tangan pria tersebut.
Setelah itu, remaja ini berjalan masuk ke dalam bagian belakang warung.
Pria sederhana yang duduk di kursi itu bernama Prianggono. Jika dilihat sekilas, pria berusia 43 tahun ini tampak garang.
Namun, siapa sangka, di balik parasnya tersebut, pria kelahiran Semarang ini murah senyum dan bahkan mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
Di tempat tinggalnya, di Dusun Prigen, Desa Widodomartani, Prianggono mendirikan Panti Asuhan Islam Yatim dan Dhuafa Daarul Qolbbi Pondok Pesantren Tombo Ati, Sleman.
"Asal saya dari Semarang, istri saya yang asli sini," ujar Prianggono saat ditemui di Warung Kongsuu, Desa Widodomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Senin (10/2/2020).
Sembari sesekali menyapa ramah tamu yang datang ke warungnya, Prianggono menceritakan tentang perjalanan hidupnya.
Sebelum tinggal di Sleman, Prianggono tinggal di Semarang, Jawa Tengah.
Sejak duduk di sekolah menengah pertama (SMP), Prianggono sudah akrab dengan minuman keras.
"Saya nakal dari SMP, sudah minum, sudah punya tato, jualan obat (pil) koplo juga. Saya dikeluarkan dari SMA itu gara-gara ketahuan membawa pil koplo banyak di dalam tas," ucapnya.
Kehidupannya yang kelam itu membuat Prianggono menjadi preman.
Prianggono selalu mengambil jatah uang dari sejumlah pemilik toko yang ada di salah satu wilayah di Semarang.
"Di Pamularsih ada toko-toko itu, setiap bulan saya mendapatkan jatah. Tapi, ya uang jatah itu habisnya hanya buat minum," ungkapnya.
Di Semarang, Prianggono sempat bekerja sebagai penjaga malam di sebuah rumah di daerah Simpang Lima.
Prianggono kemudian bekerja di sebuah bank sebagai office boy hingga penagih khusus kartu kredit.
Selama perjalanan hidupnya, berbagai hal buruk telah dia lakukan.
"Saya setiap hari minum, ya macam-macam, maksiatlah," ungkapnya.
Merasa jenuh, Prianggono lantas bertekad untuk meninggalkan kehidupannya yang kelam.
Hal lain yang mendorongnya, yaitu karena dia sudah mempunyai istri.
Prianggono mulai memikirkan masa depan keluarganya.
"Ada titik jenuh juga, terus galau, gelisah akan hidup. Saya itu seorang laki-laki punya istri, nanti ke depannya akan seperti apa kalau seperti ini terus," ungkapnya.
"Alhamdulillah, saya waktu itu belajar sedekah. Awalnya tahun 2009, gara-gara nonton TV tentang sedekah," imbuhnya.
Prianggono pun akhirnya memutuskan untuk memulai hidup baru. Ia meninggalkan Semarang dan pindah ke Sleman, Yogyakarta.
Di kota ini dia memulai hidup baru bersama istrinya.
Ia kemudian membuka usaha dengan berjualan soto. Dari sana juga ia kenal dengan komunitas Islam.
Semenjak itulah, Prianggono rajin beribadah. Hingga ia mempunyai keinginan untuk mendirikan panti asuhan.
"Waktu itu mimpi saya itu saya buat di kos-kosan, di kos saya gambar panti asuhan. Alhamdulillah dalam waktu satu tahun dua bulan terlaksana," ucapnya.
Alasan mendirikan panti asuhan karena Prianggono ingin bisa bermanfaat bagi orang lain, terutama bagi anak-anak yatim dan kaum duafa.
Ia pernah mendengar bahwa orang yang mengurus anak yatim akan berdampingan dengan Nabi Muhammad SAW.
Harapannya, ia bisa membayar dosa-dosa yang telah dia buat pada masa lalu.
Panti asuhan Panti asuhan dirintisnya tahun 2013.
Saat itu panti masih berlokasi di rumah mertuanya. Seiring berjalanya waktu, tahun 2015, Prianggono memulai membangun panti asuhan di atas tanah yang dibelinya.
"Saya rintis panti asuhan di rumah mertua, ada delapan anak waktu itu. Lalu saya membeli tanahnya simbah. Saya cicil ke anaknya satu-satu," ujar Prianggono.
Saat itu ada 21 anak yang ada di panti asuhannya, mulai dari balita hingga SMA.
Secara mandiri, ia menghidupi anak-anak di panti asuhan itu.
Selama enam tahun Prianggono menjalankan panti asuhan tanpa mengajukan proposal ke mana pun.
Meski diakuinya, banyak orang yang datang ke panti asuhan untuk bersedekah.
"Enam tahun berjalan panti asuhan tanpa proposal, tanpa meminta-minta. Kita doanya minta didatangkan dan dipertemukan, alhamdulillah cukup," ujarnya.
Prianggono saat ini sedang merintis ekonomi panti asuhan, salah satunya dengan membuka warung Kongsuu di Desa Widodomartani, Sleman.
Selain warung, Prianggono juga memelihara kambing dan ikan.
"Ya untuk operasional panti. Pelan-pelan kita merintis ekonomi panti asuhan," ucap Prianggono.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Prianggono, Mantan Preman Tinggalkan Dunia Hitam untuk Dirikan Panti Asuhan"