Gridhot.ID - Tragedi susur sungai SMPN 1 Turi memang meninggalkan trauma mendalam.
Bahkan terdapat korban jiwa akibat bencana tersebut.
Salah satu korbannya merupakan seorang gadis cantik bernama Khairunnisa yang seharusnya bisa merayakan ulang tahunnya yang ke 13.
Khoirunnisa Nur Cahyani Sukmaningdyah, yang merupakan salah satu korban meninggal saat acara susur sungai dimakamkan hari Sabtu (22/2/2020) ini di makam Dusun Karanggawang Girikerto, Turi.
Anggota pramuka SMPN 1 Turi dimakamkan bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke-13.
Di nisannya tertulis Khoirunnisa Nur Cahyani Binti M Dedi S. Lahir 22-2-2007, wafat 21-2-2020.
Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun yang hadir di rumah duka di Dusun Karanggawang, Girikerto, Turi menyampaikan sambutan dalam upacara pelepasan jenazah.
"Kami menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya anak kita, Khoirunnisa Nurcahyani Sukmaningdyah yang hari ini bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke-13 persis jatuh hari ini. Insyaallah husnul khotimah," demikian potongan sambutan Wabup Sleman Sri Muslimatun yang dibacakan dalam bahasa jawa.
Keluarga korban tak kuasa menahan kedukaan saat jenazah Khoirunnisa dibawa ke pemakaman.
Mereka pun tak sanggup menahan tangis setelah jenazah Khoirunnisa dikebumikan.
Kesaksian Para Penyintas Susur Sungai
Adapun kegiatan outbond pramuka SMPN 1 Turi ini dilaksanakan di wilayah Outbound Valley Sempor Dukuh, RT.03/RW.10, Ngentak Dukuh, Donokerto, Kecamatan Turi, Jumat (21/2/2020) sore.
Sungai tiba-tiba banjir hingga menyeret ratusan siswa yang ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Ahmad Bakir dan Dani Wahyu W yang merupakan siswa kelas 8 SMPN 1 Turi menceritakan bagaimana kronologis peristiwa tersebut.
Mereka merupakan korban yang berhasil selamat dari peristiwa tersebut.
Ahmad menyampaikan bahwa saat awal kegiatan, rombongannya berada di belakang namun saat perjalanan mereka bisa mendahului kelompok lainnya hingga di depan.
"Saat itu airnya biasa, paling tinggi sepaha. Tapi tidak terasa airnya tiba-tiba naik, cuma kerasanya Makin kencang arusnya," katanya.
Dia berserta rombongan pun segera berinisiatif untuk menepi.
"Waktu itu masih ada yang terjebak di tengah dan kita minta untuk tidak panik," katanya.
Dia pun berupaya menolong mereka menggunakan akar pohon (sulur) untuk menarik siswa yang terjebak di tengah.
Di sisi lain, Dani Wahyu W mengatakan pada saat air mulai deras, dia melihat ada beberapa siswi yang hanyut.
"Ada dua orang hanyut, Saya langsung reflek meloncat dan menolong mereka. Kondisinya sudah lemas karena terguling-guling di Aliran air," katanya.
Akibat kejadian ini, mereka juga merasakan trauma yang cukup mendalam.
Terlebih lagi, salah satu kawan sekelasnya ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa.
Siswa lainnya bernama Zidan menceritakan pengalamannya melalui ibunya, Yuni.
Dia menceritakan kronologis sore nahas tersebut.
Ketika itu para peserta susur sungai berjalan didampingi para pembina.
Ada yang berjalan di tepi, ada pula yang di tengah sungai.
Ketinggian air kala itu cukup dangkal.
Dia menceritakan, peserta berjalan sekitar 30 menit, dengan menempuh jarak lebih kurang satu kilometer.
Di tengah perjalanan itu tangan Zidan terluka karena tergores bambu.
Melihat hal itu, dia diminta oleh kakak pembina untuk naik ke tepi sungai.
Tak lama setelah itu, Zidan melihat air bergulung-gulung dari arah utara atau tepat di hadapan para peserta susur sungai.
Spontan dia berteriak jika banjir datang.
Dia melihat banyak teman-temannya tergulung banjir yang diperkirakan mencapai 1-2 meter tersebut.
“Zidan melihat ada yang keseret banjir, ada pula yang berhasil pegangan batu dan naik ke atasnya. Ya, sekitar 7 sampai 10 orang ada di atas batu besar,” ucap Yuni menirukan cerita Zidan.
Warga sekitar langsung turun memberikan bantuan. Zidan pun ikut serta memberi pertolongan kepada teman-temannya.
Dia mengambil bambu untuk menggapai rekan-rekannya yang berada di atas batu. Sedangkan untuk teman yang terseret banjir, tak banyak yang bisa dilakukan remaja kelas 7 ini.
“Tebing di sungai itu sekitar 2 meteran kurang lebihnya. Waktu itu di barisan depan banyak yang (peserta) ceweknya,” lanjut dia.
Penyintas lain, Salma Kusuma Haryani, sempat berjuang di antara tubir maut.
Saat itu dia berada di tengah barisan peserta susur sungai.
Setelah berjalan sekitar 30 menit, tiba-tiba ada banjir besar datang dari utara.
Tak banyak yang bisa diperbuat siswi kelas 7 ini karena air datang dengan cepatnya.
“Sempat mau menyelamatkan diri tapi enggak bisa,” kata Salma mengisahkan kepada reporter Tribun Jogja, semalam.
“Keseret air saya. Mau pegangan batu juga enggak bisa-bisa. Akhirnya bisa megang tangan kakak DP (dewan penggalang). Sempat minum banyak air juga.”
Begitu pula yang dirasakan Muhammad Wahid Reihan Saputra.
Kondisi mengibakan dirasakan saat dia mendengar teriakan permintaan tolong dari teman-temannya.
Dia sendiri pun terseret arus banjir tersebut.
“Saya sempat lihat teman-teman yang terseret air itu,” ucap warga Sukodono, Donokerto, Turi ini lirih.
Syahdan, mereka yang bisa diangkat dari air dan dalam kondisi sadar langsung dibawa ke tempat yang lebih tinggi.
Salma dan beberapa rekan lainnya menderita luka-luka lecet di beberapa bagian tubuh. Terutama di kaki.Namun, dia harus kehilangan sejumlah temannya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul TRAGEDI SUSUR SUNGAI DI SLEMAN: Khoirunnisa Dimakamkan Tepat di Hari Ulang Tahunnya.
(*)