Find Us On Social Media :

Ketuk Kaca Mobil Pengawal Soeharto, Bu Tien: Jangan Memancing Ikan yang Rambutnya Panjang Ya

Presiden Soeharto bersama Tien Soeharto

Gridhot.ID - Mantan Presiden Soeharto memang memiliki beragam kisah yang luar biasa.

Selain kepemimpinannya, ada beberapa kisah dari keluarga yang cukup mengharukan untuk disimak.

Salah satu kisahnya adalah tentang Nyonya Tien Soeharto yang kala itu masih mendampingi sang suami.

Dalam sebuah upacara Golkar tahun 1996, Ny. Mien Sugandhi yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Peranan Wanita duduk berdampingan dengan Ny. Tien Soeharto.

Baca Juga: Kapolri Ancam Copot Panitia Penerima Anggota Polisi Baru, Idham Aziz: Tidak Ada Rekrutmen Bayar-bayar!

Tiba-tiba Ibu Tien berkata, "Tolong katakan kepada ... (ia menyebut salah seorang petinggi Golkar), agar Pak Harto jangan menjadi presiden lagi. Sudah cukup, sudah cukup. Beliau sudah tua."

"Lo, kalau begitu siapa yang mumpuni untuk menggantikan beliau?" Mien Sugandhi terkejut dan bertanya.

"Biarlah itu diserahkan dan ditentukan oleh Pemilu saja. Aku sudah tidak mau lagi. Aku mau pergi, aku lungo (pergi). Pokoke aku lungo," kata Ny. Tien.

Mien Sugandhi menyampaikan pesan itu kepada orang yang dimaksud, tetapi orang itu tak percaya.

Baca Juga: Jarang Tampil di Layar Kaca Semenjak Dinikahi Mantan Kekasih Sahabatnya Sendiri, Syahrini Ternyata Simpan Perabotan Bak Harta Karun di Rumahnya, Hidup Glamornya Bagai Sudah Mendarah Daging

April 1996 Ny. Tien benar-benar pergi untuk selama-lamanya. Maret 1998 Pak Harto tetap dipilih menjadi presiden.

Perubahan memaksa Soeharto berhenti.

Mien membatin, "Seandainya orang-orang yang dulu diberi pesan oleh Ibu Tien mendengarnya."

Tak selamanya Ny. Tien serius. Brigjen Eddie M. Nalapraya, mantan wagub DKI, bercerita tentang pengalamannya sewaktu mendampingi Pak Harto memancing di Pelabuhan Ratu.

Baca Juga: Gagah Berani Saat Taklukan Reptil Berbahaya, Nyali Panji Petualang Justru Ciut dengan Hewan Kecil Ini, Sang Pawang Kobra Ngacir Karena Ngeri

Ketika mobil hendak berangkat, sang nyonya mengetuk kaca persis di posisi Eddie duduk.

"Siap! Saya Bu," kata Eddie setelah kaca diturunkan.

"Jangan memancing ikan yang rambutnya panjang ya!" pesan Ny. Tien.

Hubungan Eddie dan keluarga Soeharto terbilang dekat.

Baca Juga: Dulu Suaminya Meninggal Dunia Setelah Main Futsal, Wanita yang Terpaksa Sandang Gelar Janda Padahal Baru 2 Bulan Menikah Ini Kembali dengan Kabar Mengejutkan, 1 Tahun Setelah Kisahnya Viral Begini Nasibnya Sekarang

Anak-anak Soeharto mudah merajuk kepadanya untuk memintakan izin bepergian kepada ayahnya.

Ketika Eddie melaporkan kenaikan pangkatnya, Ny. Tien Soeharto langsung mengambil sapu tangan dan mengelap bintang di pundak Eddie.

"Sungguh, saya terharu. Tidak ada pengawal lain yang diperlakukan seperti itu."

Lain kisah bersumber dari Des Alwi, tokoh pergerakan asal Bandaneira, Maluku.

Baca Juga: Istrinya Dikabarkan Terinfeksi Virus Corona, Perdana Menteri Kanada Pilih Kurung Diri di Rumah, Ogah Ngantor Ikuti Cara Kerja Pejabat Negara Dunia di Tengah Wabah

Des mengenal Soeharto ketika ditugasi oleh ayah angkatnya, Sutan Syahrir, untuk melakukan konsolidasi dengan sesama pemuda perjuangan setelah Indonesia merdeka.

Tahun 1949, saat di Yogyakarta, ia sering berdiskusi dengan para pemuda yang bermarkas di Pathuk. Di situlah ia mengenal Soeharto.

"Soeharto cukup akrab dengan pemuda setempat, Faisal Abdaoe, yang kala itu berusia 15 tahun. Saya mendengar suatu saat Soeharto mengajak Faisal naik mobil dan memarkirnya untuk mengamati gerak-gerik tentara Jepang di markas mereka di Malioboro."

"Tiba-tiba mendekat tentara Jepang yang mencurigai mereka. Segera Soeharto melilitkan kain scarf yang dibawanya, lantas memeluknya seperti orang pacaran. "Ha, ona aremaska (Hah, ada perempuan ya)?!' teriak serdadu itu sambil berlalu dari tempat itu," cerita Des Alwi.

Baca Juga: Menikah dengan Bule Turki, Ibunda Vicky Prasetyo Ungkap Sosok di Balik Perkenalannya dengan Sang Suami, Anaknya Sampai Syok

Soal bahasa, Maftuh Basyuni menceritakan bahwa Pak Harto memiliki kemampuan bahasa Inggris yang bagus. "Jangan salah. Memang kalau di PBB berbahasa Indonesia demi kebanggaan bangsa."

Hal yang sama dikatakan oleh Amoroso Katamsi saat mengikuti aktivitas Pesiden Soeharto untuk melakukan pengamatan sebelum memerankan tokoh itu dalam Pengkhianatan G30S/PKI (Arifin C. Noer, 1984).

"Saat menjelaskan soal peternakan sapi di Tapos kepada tamu-tamu dari Australia, ternyata Pak harto berbicara sangat lancar dalam bahasa Inggris," kata Laksamana Pertama TNI ini.

Pak harto pun rajin mencatat. Setiap kunjungan ke daerah ia melengkapi diri dengan buku catatan.

Baca Juga: Unggah Foto Nyender di Pangkuan Ayu Ting Ting, Vicky Nitinegoro Buat Nikita Mirzani Cemburu Berat, Nyai: Kenapa Milihnya di Situ Banget Sih!

Seperti yang diceritakan Try Sutrisno saat melakukan kunjungan incognito selama dua pekan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Tak banyak yang tahu. Bahkan Panglima ABRI pun tidak. Hanya Komandan Paspampres, Komandan Pengawal, dr. Mardjono, dan seorang mekanik."

Rombongan tidak menginap di rumah kepala desa atau rumah penduduk. Namun tidur seadanya dan tidak ingin diketahui orang.

"Sangat prihatin tapi saya melihat Pak harto sangat menikmati perjalanan keluar masuk desa itu," cerita Try. Seluruh hasil kunjungan dicatat di buku yang selalu dibawa Pak Harto. (Sumber: Pak Harto Untold Stories terbitan Gramedia Pustaka)

Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul Sisi Lain Soeharto yang Jarang Diceritakan, Salah Satunya Permintaan Bu Tien Sebelum Meninggal.

(*)