Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Pandemi virus corona masih belum berakhir.
Virus yang telah menginfeksi warga di lebih dari 200 negara dan teritorial di dunia ini masih menjadi momok menakutkan.
Berdasarkan data Worldometer Senin (13/4/2020) sebanyak 6.543 kasus terjadi dalam sehari di seluruh dunia.
Kasus terinfeksi virus corona ini bahkan telah mencapai 1.858.800 di seluruh dunia.
Melansir Kompas.com, para peneliti yang berasal dari Universitas Cambridge, Inggris dan Jerman telah menganalisis 160 genom virus corona baru yang berasal dari manusia.
Genom ini berasal dari sampel di seluruh dunia yang peneliti dapatkan sejak 24 Desember 2019 hingga 4 Maret 2020.
Studi tersebut berhasil memetakan jaringan genetik virus corona yang menyebar dari China juga Asia, ke Australia, Eropa, dan Amerika Utara.
Adapun hasil penelitian itu menemukan, terdapat tiga varian berbeda dari Covid-19 yang disebut sebagai A, B, dan C.
Virus corona dari penyakit Covid-19 versi A merupakan yang paling dekat dengan Covid-19 yang ditemukan pada kelelawar dan trenggiling sebagaimana banyak terdapat di Wuhan.
Namun rupanya, virus jenis A tidak mendominasi di kota itu.
Mutasi versi A banyak peneliti temukan pada orang-orang Amerika Serikat (AS) yang pernah tinggal di Wuhan.
Virus A juga banyak terdapat pada pasien dari AS dan Australia yang telah mencatat lebih dari 400.000 kasus.
Dua pertiga sampel AS adalah tipe A.
Tetapi, pasien yang terinfeksi sebagian besar berasal dari Pantai Barat dan bukan New York.
Para peneliti menyebut versi A sebagai akar dari wabah virus corona yang menyebar saat ini.
Sementara di Wuhan dan kawasan Asia Timur lainnya, jenis virus yang paling banyak peneliti temukan adalah jenis B.
Jenis ini berasal dari A yang terpisah oleh dua mutasi.
Ahli genetika dari University of Cambridge Dr Peter Forster dan timnya menemukan Inggris sebagian besar dibombardir dengan kasus tipe B, dengan tiga perempat sampel pengujian sebagai strain itu.
Swiss, Jerman, Belgia dan Belanda juga didominasi oleh tipe B.
Sementara itu, varian virus corona Covid-19 yang terakhir, yaitu virus C merupakan anakan atau turunan dari tipe B paling banyak ditemukan pada pasien-pasien dari Eropa, seperti Prancis, Italia, Swedia, dan Inggris.
Sejumlah sampel dari Singapura, Hong Kong, dan Korea Selatan juga ada yang menunjukkan jenis C.
Virus corona baru(SARS-CoV-2) bermutasi dan menciptakan turunan virus yang berbeda.
Virus B secara imunologis mudah beradaptasi di kawasan Asia Timur, namun tidak bisa semudah itu untuk di kawasan lain, sehingga varian virus ini perlu bermutasi.
Proses mutasi di kawasan Asia Timur pun terpantau lebih lambat dibanding di kawasan lain.
Tapi, semua hasil penelitian ini peneliti ambil dari masa awal pandemi, saat jalur evolusi Covid-19 belum melakukan lebih bayak mutasi.
"Ada terlalu banyak jenis mutasi untuk bisa melacak keluarga Covid-19 secara rapi. Kami menggunakan algoritma matematika untuk memvisualisasikan semua silsilah atau urutan keturunan virus," kata ahli genetika dari University of Cambridge Dr Peter Forster seperti dikutip Dailymail.
Sebelumnya, teknik ini banyak digunakan untuk memetakan pergerakan populasi manusia zaman prasejarah melalui DNA-nya.
Dan kali ini merupakan pertama kalinya teknik yang sama dipakai untuk melacak alur infeksi sebuah virus.
Para ilmuwan meyakini virus corona baru yang secara resmi bernama SARS-CoV-2 terus bermutasi untuk mengatasi resistensi sistem kekebalan pada populasi yang berbeda.
Beberapa infeksi yang terjadi di suatu negara bisa terlacak kapan dan dari mana asalnya.
Misalnya, virus pertama kali masuk ke Italia berasal dari infeksi yang terjadi di Jerman, ini terdokumentasi pada 27 Januari 2020.
Selain dari Jerman, virus di Italia juga sangat berkaitan erat dengan kluster Singapura.
Metode yang digunakan ini, analisis jaringan filogenetik, diklaim bisa membantu mengidentifikasi sumber-sumber infeksi yang tidak terdata.
Pun dapat membantu memprediksi episentrum persebaran secara global jika terjadi wabah yang sama di masa depan.
Mengutip Dailymail, para peneliti mengatakan, penelitian itu terlalu kecil untuk menarik kesimpulan tegas.
Meskipun karya akademis yang diterbitkan dan telah diteliti oleh sesama ilmuwan itu hanya melacak sampel dari 160 pasien di seluruh dunia, termasuk banyak kasus pertama di Eropa dan AS.
Tim peneliti saat ini telah memperbarui analisis mereka untuk memasukkan lebih dari 1.000 kasus Covid-19 hingga akhir Maret untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terkait penyebaran varian virus corona tersebut.(*)