Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari
Gridhot.ID - Warga di sejumlah wilayah sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi heboh akibat dentuman.
Bunyi dentuman tersebut beriringan dengan adanya erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK) pada Jumat (10/4/2020) malam.
Sempat muncul dugaan bahwa suara dentuman tersebut berasal dari GAK yang erupsi.
Terkait dengan hal itu, ahli Vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr Eng Mirzam Abdurrachman, ST MT, memberikan penjelasan atas suara dentuman tersebut.
Dilansir dari Kontan.co.id, melalui rilis yang diterima kontan.co.di, Minggu (12/4), Mirzam mencoba menjelaskan misteri asal usul suara dentuman itu.
“Suara dentuman bisa terjadi salah satunya karena aktivitas magma dari suatu gunung api akibat perpindahan magma secara tiba-tiba dari dapur magma ke lokasi yang lebih dangkal,” ujar dia.
Efeknya, kata Mirzam, terjadinya kekosongan dan ambruknya dapur magma dalam sehingga menghasilkan dentuman dan getaran di daerah sekitarnya.
Menurut penjelasan vulkanolog asal ITB itu, fenomena ini acap disebut underground explosion.
Adapun undergroud explotion ini bisa atau tidak selalu diikuti erupsi gunung api.
"Ini masih perlu mendapat dikaji dengan data kegempaan serta perubahan temperatur dan pelepasan gas dari gunung-gunung di sekitar Jabodetabek juga Gunung Anak Krakatau," ujarnya dalam siaran pers Humas ITB, Minggu (12/4).
Hipotesis tersebut, menurut dia, berdasarkan peristiwa serupa yang terjadi di tiga gunung api di tiga negara, yakni Gunung Api Miyakejima Jepang (tahun 2000), Gunung Piton de La Fournaise Pulau Reunion (2007), dan gunung di Kepulauan Mayotte Prancis (2018).
Dosen Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB ini memastikan bahwa dugaan dirinya itu masih perlu dikaji dan dibuktikan, utamanya kaitannya hubungan dengan erupsi Gunung Anak Krakatau, Jumat lalu.
Berlokasi di Selat Sunda Provinsi Lampung, Gunung Anak Krakatau berada di antara Pulau Panjang, Sertung, dan Pulau Rakata.
“Letusan Gunung Anak Krakatau termasuk tipe 'strombolian' dan 'vulkanian' yang memiliki energi letusan tergolong rendah hingga sedang,” ujar dia.
Berdasarkan data Volcanic Explosivity Index (VEI), Gunung Anak Krakatau memiliki nilai VEI 2-3, yang artinya tergolong rendah hingga sedang.
Menurut Mirzam, Gunung Anak Krakatau baru muncul ke permukaan sejak tahun 1927.
Dan sejak tahun tersebut, Gunung Anak Krakatau tumbuh besar.
Gunung Anak Krakatau adalah sisa sejarah panjang letusan Krakatau Purba yang berlangsung sejak abad ke-5, hingga letusan pada tahun 1883 yang hanya menyisakan Rakata, Panjang, dan Sertung.
Hampir setiap tahun, Gunung Anak Krakatau memperlihatkan aktivitas vulkanisme.
Pola letusannya pun kini tercatat semakin teratur sejak tahun 2008 lalu.
Letusan eksplosif dan efusi tersebut datang silih berganti setiap dua tahun sekali dan membentuk pola.
Sampai saat ini, “Tingkat aktivitas vulkanis Gunung Anak Krakatau masih tetap pada level II,” ujar Dr Mirzam.
Namun, pernyataan yang berbeda justru diungkapkan oleh Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG).
Melansir Kompas.com, PVMBG membantah bahwa suara dentuman itu berasal dari aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau.
Dilaporkan petugas di pos pengamatan Gunung Anak Krakatau tidak melaporkan suara dentuman.
"Di pos Gunung Anak Krakatau yang berada di Carita, Banten, dan di Kalianda, Lampung tidak melaporkan adanya suara dentuman," ujar Kepala Bidang Mitigasi Gunung API PVMBG, Hendra Gunawan.
Ia enggan berkomentar soal netizen yang membahas fenomena dentuman itu di media sosial.
Ia menegaskan, PVMBG hanya berwenang memberikan keterangan berdasarkan laporan dari para petugas di pos pengamatan gunung.
"PVMBG tidak dalam kapasitas memberikan keterangan lebih."
"Batasan kita berhenti di laporan dari petugas pos terdekat dengan gunung."
"Kalau di luar jangkauan wilayah kerja petugas, maka tidak dapat memberi info/data lagi," lanjut dia.
Namun pada Minggu (12/4/2020), PVMBG mendapatkan laporan dari Pos Pengamatan Gunung Gede dan Gunung Salak tentang suara dentuman hebat pada Jumat (10/4/2020) malam dan Sabtu (11/4/2020) dini hari.
Hendra menjelaskan, laporan menyebut, suara dentuman itu bersumber dari gelegar petir di langit antara Gunung Gede dan Salak.
"Info identifikasi petugas pengamat yang ada di Pos Gunung Gede."
"Ada dentuman dari hujan petir pada pukul 18.00 WIB sampai dengan 22.00 WIB," kata Hendra saat dihubungi Kompas.com pada Minggu (12/4/2020).
"Sedangkan info identifikasi dari petugas Pos Gunung Salak."
"Dentuman terdengar pukul 02.00 WIB dini hari, yang diidentifikasi sebagai dentuman petir walaupun di atas pos Gunung Salak tidak hujan," sambung dia.
Meski demikian, Hendra memastikan, aktivitas vulkanik kedua gunung tersebut masih di dalam batas normal.(*)