Gridhot.ID - Kisah Kopassus dalam perjalanannya hingga saat ini memang menarik untuk diperbincangkan.
Meski terkenal keras dan fokus, sempat ada drama di awal terbentuknya pasukan baret merah tersebut.
Cerita dimulai dari Agen intelijen tersohor Benny Moerdani tercatat pernah bergabung di pasukan elite Indonesia, Kopassus.
Saat berusia 21 tahun dan tergabung di pasukan berbaret merah, Benny Moerdani menentang karena tidak ingin dilatih oleh Idjon Djanbi.
Mochamad Idjon Djanbi adalah komandan pertama Kopassus atau saat itu disebut Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD).
Idjon Djanbi sebenarnya bukan orang asli Indonesia dan memiliki nama asli Rokus Bernadus Visser.
Ia kemudian berganti nama setelah menjadi mualaf dan menikah dengan seorang perempuan sunda.
Idjon Djanbi sebenarnya bekas prajurit komando Belanda.
Maka dari itu para anggota pasukan Kopassus, termasuk Benny Moerdani yang tengah dilatih di Batujajar pada awal 1954, mencurigai Idjon Djanbi.
Mereka takut kalau Idjon Djanbi adalah mata-mata asing.
Bahkan mereka memiliki sebutan khusus untuk komandan mereka sendiri.
Idjon Djanbi disebut dengan inisial MID, yakni Militaire Inlichtingen Dienst atau detasemen intelijen militer Belanda.
Melansir dari buku Benny Moerdani yang Belum Terungkap (2018), Benny Moerdani mengawali karirnya dari Solo sebagai tentara pelajar.
Mulai Januari 1951, ia menempuh pendidikan di Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat di Bandung.
Ia lulus sebagai perwira remaja pada April 1952.
Kemudian, Benny menjalani pendidikan Sekolah Pelatih Infanteri.
Di sekolah itu, Benny Moerdani dilatih keras sebagai calon instruktur pasukan komando di markas KKAD.
Benny digembleng oleh Idjon Djanbi selama enam bulan.
Kerasnya latihan membuat Benny dan kawan-kawan sering menggerutu di belakang sang komandan.
Sosok Idjon Djanbi digambarkan oleh Aloysius Sugiyanto, angakatan pertama yang juga dilatih oleh Idjon Djanbi.
Aloysius Sugiyanto mengatakan idjon Djanbi adalah komandan dengan disiplin tinggi.
Penolakan yang dilakukan oleh siswa terhadap Idjon Djanbi tidak mendapat tanggapan.
Ken Boy dalam bukunya, kopassus, mengatakan sejumlah pemimpin militer setuju melucuti kewenangan Djanbi, termasuk mengurangi porsi dalam melatih.
Namun, rencana tersebut tak dapat terlaksana karena belum ada calon yang kuat untuk menggantikan Djanbi.
Akhirnya, Mayor RE Djaelani dari Divisi Siliwangi diangkat sebagai wakil dari Idjon Djanbi.
Setelah melalui pelatihan keras, sebanyak 44 siswa dari 80 orang dinyatakan lulus, Benny salah satu di antaranya.
Meski dinyatakan lulus, bukan berarti penolakan mereka terhadap Idjon Djanbi telah padam.
Pada 25 Juli 1955, KKAD berganti nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD.
Setahun kemudian, kekuatan RPKAD meningkat berkali lipat.
RPKAD menerima 126 siswa sebagai tambahan kekuatan.
Merasa kemampuannya bertambah, kader senior RPKAD mengusulkan agar komandan diganti menjadi pribumi.
Para petinggi militer di Jakarta setuju dengan usul tersebut.
Idjon Djanbi ditawari jabatan yang jauh dari pelatihan komando.
Ia tersinggung dan memilih untuk pensiun.
Akhirnya, Idjon Djanbi menjadi kepala perkebunan di sekitar Cianjur, Jawa Barat.
Mayor RE Djaelani yang sebelumnya menjabat sebagai wakil diangkat menjadi pengganti Idjon Djanbi.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Benny Moerdani Menentang Keras Dilatih Idjon Djanbi, Tak Melunak hingga Komandannya Dicopot.
(*)