Gridhot.ID - Hari ini, 21 April 2020 dikenal dengan Hari Kartini.
Tentu kita sudah mengenal siapa itu R.A. Kartini.
Ya, R.A. Kartini yang memiliki nama lengkap Raden Adjeng Kartini merupakan Pahlawan Nasional Indonesia.
Di mana dia dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Sebagai salah satu tokoh nasional yang namanya sangat terkenal, mungkin Anda tidak begitu tahu bahwa Kartini memiliki anak.
Ya, R.A. Kartini punya seorang anak laki-laki bernama Soesalit Djojoadhiningrat.
Namun sedihnya, Soesalit Djojoadhiningrat sudah ditinggal ibunya sejak ia kecil.
Hanya berselang 4 hari setelah kelahirannya, ibunya, R.A. Kartini, meninggal dunia.
Saat itu, ayah Soesalit Djojoadhiningrat adalah seorang Bupati Rembang bernama Raden Mas Adipati Ario Djojodiningrat.
Tak lama setelah kematian ibunya, Soesalit lagi-lagi merasakan kehilangan pada usia muda.
Pada usianya 8 tahun, ayahnya, Ario Djojodiningrat meninggal dunia.
Dalam usianya yang masih muda, Soesalit sudah merasakan kehilangan sosok ayah dan ibu.
Beruntungnya saudara tiri tertuanya, Abdulkarnen Djojodhinigrat mau mengurus Soesalit.
Abdulkarnen bahkan mengurusi Soesalit dari urusan sekolah hingga pekerjaan.
Abdulkarnen juga ini nantinya memangku jabatan Bupati Rembang menggantikan ayah Soesalit.
Diketahui Soesalit bersekolah di sekolah yang sama dengan R.A. Kartini dulu, yaitu Europe Lager School (ELS).
Sekolah ini merupakan sekolah elit untuk anak Eropa dan pembesar Pribumi.
Setelah lulus dari ELS, Soesalit melanjutkan pendidikannya di Hogare Burger School (HBS) Semarang dan berlanjut ke Recht Hoge School (RHS) Jakarta.
Beberapa tahun kemudian Soesalit ditawari pekerjaan oleh kakak tirinya.
Namun diluar dugaan ternyata sang kakak Abdulkarnen memasukkan adik tirinya ini ke Politieke Inlichtingen Dienst (PID) yang merupakan polisi rahasia Belanda.
Rasa bimbang selalu dirasakan Soesalit saat menjadi polisi rahasia ini.
Karena ia sebagai pejuang bangsa dan harus memata-matai bangsanya sendiri.
Setelah Jepang masuk ke Indonesia, akhirnya Soesalit dapat keluar dari PID dan bergabung dengan Tentara sukarela Pemela Tanah Air (PETA).
Melansir dari kompas.com, sejarawan Hendri F. Isnaini menjelaskan, selama perang kemerdekaan putra Kartini ini menjadi panglima di Divisi III Diponegoro.
Soesalit juga pernah bergeriliya di Gunung Sumbing saat Agresi Militer belanda II.
Namun karier militer Soesalit tidak begitu baik.
Pada saat berpangkat jendral Mayor atau sekarang dikenal Mayor jendral, Soesalit pernah diturunkan pangkatnya.
Dari jendral Mayor menjadi Kolonel kemudian diturunkan lagi menjadi Kementrian Perhubungan.
Namun pada peristiwa Madiun 1948 menjadi awal penderitaan Soesalit.
Pada saat pemberontakan komunis, pemerintah mendapat dokumen berisi nama Soesalit sebagai "Orang yang Diharapkan".
Singkat cerita, Soesalit pun menjadi tahanan rumah dan pangkatnya diturunkan.
Ia menjadi pejabat di Kementrian Perhubungan dengan pangkat militer tak berbintang.
Soesalit wafat di RSAP 17 Maret 1979.
Satu pesan yang diwariskan Soesalit adalah agar keturunannya tak membangga-banggakan dirinya sebagai keturunan R.A. Kartini dan selalu rendah hati.(*)
Artikel ini telah tayang di Suar.ID dengan judul "Kisah Pilu Anak Tunggal RA Kartini yang Terseret Pusaran Komunisme"