Semenjak Dapat Dukungan Amerika Serikat, Vietnam Makin Lantang Tentang China yang Sok-sokan Klaim Laut Internasional, Negara Lain Pilih Diam Meski Ikut Rugi Juga

Selasa, 19 Mei 2020 | 04:13
Vadim Savitsky

Pasukan Vietnam

Gridhot.ID - Vietnam memang akhir-akhir ini mendapatkan banyak dukungan dari banyak negara salah satunya Amerika Serikat.

Dukungan tersebut juga terkait tentang hebatnya Taiwan yang mampu menangani wabah virus corona.

Namun ada konflik baru yang terjadi.

Ketika West Capella, sebuah kapal bor yang disewa oleh perusahaan minyak nasional Malaysia, Petronas, untuk mensurvei minyak di Laut China Selatan menyelesaikan aktivitasnya pekan lalu, kapal Angkatan Laut AS Gabrielle Giffords juga turut meninggalkan pangkalannya di Singapura.

Baca Juga: Sempat Berseteru dengan Mantan Ibu Mertua Usai Gugat Cerai Sang Suami, Artis Cantik Ini Kini Jajal Peruntungan di Dunia Bisnis, Biayai Hidup Sendiri Usai Berstatus Janda

Melansir South China Morning Post, ini adalah kali ketiga dalam beberapa pekan terakhir bahwa Amerika Serikat telah melakukan "operasi kehadiran" di perairan yang kaya sumber daya, dan telah menjadi lokasi ketegangan baru antara China dan negara-negara tetangganya di Asia Tenggara terkait eksplorasi minyak dan kegiatan penangkapan ikan.

Beijing mengklaim sebagian besar Laut China Selatan yang membentang kira-kira 1.000 mil dari pantai selatannya. Mereka telah mengerahkan kapal survei pemerintah Tiongkok, kapal penjaga pantai dan kapal nelayan milisi untuk mempertahankan kehadiran di sana.

Sementara Beijing mengatakan kapal-kapal itu melakukan kegiatan normal, Washington menuduh Tiongkok melakukan "taktik intimidasi". Pada tahun 2018, Vietnam - yang memiliki klaim teritorial dalam jalur air yang disengketakan bersama dengan Malaysia, Brunei dan Filipina, memilih menunda proyek pengeboran minyak oleh perusahaan Spanyol Repsol, karena tekanan China.

Di antara negara-negara Asean, Hanoi paling vokal dalam penentangannya terhadap klaim dan kegiatan Beijing, diikuti oleh Manila.

Baca Juga: Petantang-petenteng Sok Jagoan, Seorang Pria Ajak Duel Satpam Saat Dihadang Masuk Ruang ATM Tapi Tak Pakai Masker, Sikap Petugas Security Tuai Pujian Netizen

Delapan anggota Asean yang tersisa sebagian besar tetap melakukan aksi diam. Ketika mereka mengeluarkan pernyataan, komentar lebih difokuskan pada pentingnya menghindari konflik dan menjaga stabilitas regional.

Analis meyakini bahwa masing-masing negara tidak akan secara terbuka bertengkar dengan China karena khawatir akan mempengaruhi hubungan perdagangan dan investasi, terutama di tengah penurunan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi virus corona.

Joseph Liow Chin Yong, yang merupakan pakar geopolitik Asia-Pasifik di Nanyang Technological University, Singapura, mengatakan bahwa preferensi negara-negara Asean adalah untuk terlibat dalam diplomasi di belakang layar, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan integritas mereka tanpa membakar hubungan dengan Beijing .

Berikut hubungan China dengan negara-negara ASEAN di tengah memanasnya kondisi di Laut China Selatan seperti yang dilansir dari South China Morning Post:

Baca Juga: Sesumbar Nikah Muda dengan Gadis 16 Tahun, Suami Sabrina Salsabila Dapat Cibiran Pedas dari Feni Rose, Curigai Adhiguna Sosiawan Pedofil, Sang Presenter: Usia 25 Tahun Liat Cewek, Apa Coba yang Ada di Pikirannya?

Vietnam

Keputusan Hanoi untuk berbenturan dengan Beijing mencerminkan hubungan kompleks tetangga, di mana upaya bersama untuk meningkatkan perdagangan bilateral tidak mengurangi pernyataan kepentingan nasionalnya.

Pekan lalu, Vietnam secara terbuka menentang larangan memancing musim panas tahunan Tiongkok dan mendesak nelayannya untuk tetap melakukan kegiatan mereka di sekitar Kepulauan Paracel.

Bulan lalu, Vietnam juga memprotes keputusan China untuk mendirikan distrik administratif di Paracels, dan satu lagi di Kepulauan Spratly, yang diperebutkan oleh Hanoi, Manila dan Beijing. Itu terjadi setelah Vietnam menyalahkan China dan mengajukan protes resmi karena menenggelamkan kapal penangkap ikannya meskipun China menuduh kapal itu menabrak kapal penjaga pantai.

Baca Juga: 1205 Desa Langsung Lockdown, Muncul Klaster Baru Virus Corona di Jilin China, Terbesar Usai Provinsi Wuhan

Trung Nguyen, kepala departemen politik internasional di Vietnam National University, mengatakan Vietnam telah menentang larangan penangkapan ikan sejak diperkenalkan pada tahun 1999. Meski menyadari risiko tindakan hukuman dalam bentuk gangguan perdagangan atau pembatasan perjalanan, Hanoi tidak "terlalu khawatir".

"Hanoi lebih suka melindungi kedaulatannya daripada khawatir tentang memicu permusuhan," katanya. "Vietnam tidak mentolerir fakta bahwa negara raksasa tetangga dapat memberlakukan larangan penangkapan ikan di perairan kami, sebagaimana ditetapkan oleh Konvensi PBB tentang Hukum Laut."

Filipina

Di Filipina, pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte mendukung Vietnam setelah kapal penangkap ikannya tenggelam. Manila juga mengajukan protes diplomatik terhadap China setelah kapal Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) menunjuk senjata radar ke kapal Angkatan Laut Filipina dan Beijing mendirikan distrik administratif baru untuk memerintah Paracels, Spratlys, dan Macclesfield Bank.

Baca Juga: Air Masuk Perlahan dari Dapur, Rumah Gen Halilintar Kebanjiran, Keluarga Atta Terpaksa Ngungsi di Atap Rumah: Ya Allah Gemetaran

Jay Batongbacal, seorang pakar hukum kelautan dan profesor di Universitas Filipina, mengakui Manila menyatakan posisi yang lebih kuat "yang belum dilakukan baru-baru ini", tetapi tidak mengantisipasi hal-hal yang semakin memanas.

"Di bawah pemerintahan Duterte, Filipina lebih memilih untuk melakukan diplomasi dengan mengajukan protes tanpa pengumuman kepada publik untuk mengakomodasi keinginan China agar urusan ditangani dengan diam-diam," Batongbacal menjelaskan.

Hal ini berbeda dengan pemerintahan Benigno Aquino sebelumnya, yang membawa Beijing ke pengadilan pada 2013 atas klaim teritorialnya. Setelah Den Haag memutuskan mendukung Filipina pada 2016, Duterte dikritik karena gagal menegakkan keputusan saat ia mengejar bantuan Tiongkok dan kesepakatan investasi.

"Saya tidak berharap Manila akan mengambil tindakan drastis terhadap Beijing kecuali jika PLA secara fisik mengambil alih pulau-pulau yang diduduki Filipina," kata Anna Patricia Saberon, anggota fakultas di Universitas Ateneo de Naga.

Baca Juga: Tagar Indonesia Terserah Ramai di Media Sosial, Dokter Relawan Covid-19 Buka Suara, Akui Tak Mau Pusing Pikirkan Masyarakat dan Pemerintah

Dia juga bilang, "Kepemimpinan Filipina tampak pro-China dan itu akan berlanjut sampai masa jabatan Dutere berakhir."

Malaysia

Malaysia telah mendapatkan ancaman terselubung China bahwa eksplorasi energi tidak boleh terjadi tanpa partisipasi Beijing dengan respons yang terukur.

Ketika perselisihan selama berbulan-bulan antara kapal Tiongkok dan Malaysia atas kegiatan Capella Barat memuncak pada bulan April dengan kapal perang AS dan Australia memasuki daerah tersebut, Menteri Luar Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein memperingatkan "kesalahan perhitungan" yang dapat mempengaruhi stabilitas dan perdamaian di wilayah tersebut.

Baca Juga: Usai Buka Peti Mati dan Mandikan Jenazah Corona, 15 Warga Sidoarjo Dilaporkan Positif Covid-19, Pak Bupati Mengaku Kecolongan: Kejadiannya Sudah Dua Pekan Lalu

Dalam sambutan resmi pertamanya tentang pertikaian itu, dia mengatakan Malaysia berkomitmen untuk melindungi kepentingannya dan mempertahankan "komunikasi yang terbuka dan berkelanjutan" dengan semua pihak terkait, termasuk China dan AS.

Malaysia telah bergerak untuk menunjukkan kepentingan teritorialnya tahun lalu dengan mengklaim landas kontinen diperpanjang di bagian utara Laut China Selatan yang ditentang Beijing.

Indonesia

Sementara, Indonesia tetap mempertahankan zona ekonomi eksklusif di kepulauan Natuna di tepi Laut China Selatan. Indonesia telah menantang upaya China untuk menangkap ikan di wilayah tersebut.

Baca Juga: Kabur Saat Kasusnya Mencuat ke Permukaan, Oknum Perwira Polisi yang Gelapkan 71 Mobil Rental Akhirnya Berhasil Diamankan, Ditreskrimun Polda Kepri Jelaskan Kronologi Penangkapan

Awal tahun ini, pemerintah Indonesia telah mengajukan aksi protes kapal penjaga pantai Tiongkok yang mengawal kapal nelayan China di daerah itu dan mengerahkan jet tempur dan kapal perang untuk patroli.

Artikel ini telah tayang di Kontan dengan judul Laut China Selatan memanas: ASEAN memilih diplomasi, Vietnam paling vokal.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber kontan