Find Us On Social Media :

Selalu Bermutasi Melahirkan Varian Baru, Peneliti Kesulitan Buat Desain Obat Virus Corona, Ahli Biologi Sarankan Masyarakat Lakukan Ini

Julur-julur virus corona

Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari

Gridhot.ID - Pandemi virus corona di Indonesia belum menemui titik terang.

Hingga Jumat (22/5/2020) terdapat 20.796 kasus positif corona di Indonesia.

Melansir Gridhealth.id, sejak pertama kali wabah dimulai di Wuhan hingga saat ini, para ilmuwan telah menganalisis 5.349 genom virus corona yang dilaporkan berasal dari 62 negara di dunia.

Baca Juga: Ekonomi Lumpuh Gara-gara Virus Corona, Utang Indoneisa Kini Bengkak 2 Kali Lipat, Begini Rinciannya

Virus baru ini membuat peneliti kemudian bekerja keras untuk mencari tahu sebanyak-banyaknya informasi dari Covid-19.

Seluruh jenis virus corona tersebut diunggah dalam dua database genetika utama untuk dipelajari susunan genetiknya dan kemungkinan menciptakan vaksin.

Tak hanya itu, melalui beragam pengamatan yang dilakukan peneliti juga menemukan hal yang cukup membuat waswas.

Baca Juga: Jadi Garda Terdepan Penanganan Virus Corona, Ratusan Tenaga Medis RSUD Ogan Ilir Justru Dipecat Secara Tidak Hormat, Tak Disangka, Ternyata Ini Alasannya

Para ilmuwan menemukan bukti adanya mutasi pada beberapa strain virus corona yang menjadi dasar dugaan bahwa patogen ini beradaptasi ke manusia setelah dibawa oleh kelelawar.

Beberapa mengalami mutasi, termasuk dua perubahan genetik yang mengubah "spike protein" kritis yang digunakan virus untuk menginfeksi sel manusia.

Mengutip The Guardian dari Kompas.com, mutasi dari spike ini disebut-sebut merupakan kejadian yang langka.

Perubahan itu muncul secara independen di berbagai negara. Buruknya, kondisi ini akan dapat membantu penyebaran virus menjadi lebih mudah.

Baca Juga: Jangan Sok Kebal, Pria Kekar Ini Langsung Kerempeng Tak Berdaya Setelah Tubuhnya Digerogoti Virus Corona, Jalani 4 Minggu Perawatan Berat Sampai Makan Hanya Lewat Tabung

Profesor Penyakit Menular dan penulis senior dalam penelitian ini Martin Hibberd mengatakan, kondisi ini memerlukan pengawasan global agar perubahan-perubahan yang mengkhawatirkan dapat ditangani dengan cepat.

Terjadinya perubahan bentuk protein spike memungkinkannya untuk mengikat sel manusia dengan lebih efisien daripada sebelumnya.

Perbedaan ini kemungkinan telah membantu virus corona jenis baru menginfeksi lebih banyak orang dan menyebar dengan cepat di seluruh dunia.

Baca Juga: Kapal Perang Amerika Serikat Lakukan Social Distancing dengan Armada Pasukan Iran di Lautan, Bukan Gara-gara Corona, Keduanya Siap Adu Tembak Sampai Titik Darah Penghabisan Jika Saling Mendekat

Para ilmuwan khawatir jika mutasi yang lebih luas pada protein spike terjadi maka vaksin pun memiliki kemungkinan menjadi tidak berfungsi.

Sementara itu, dilansir dari Antara Papua, Guru besar Biologi Universitas Negeri Malang, Profesor Mohamad Amin, menilai mutasi virus corona penyebab COVID-19 yang begitu cepat membuat pandemi ini tidak bisa diputus dan menyulitkan pembuatan vaksin serta obatnya.

"Berdasarkan tinjauan ilmu virologi, penyebaran pandemi COVID-19 ini tidak bisa diputus karena mutasi virus yang sangat cepat sehingga dapat menimbulkan varian-varian baru virus," ujar Mohamad Amin dalam seminar daring di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan bahwa dari tinjauan ini juga tampaknya akan sulit untuk membuat vaksin maupun obat anti-virus, mengingat virus ini selalu bermutasi melahirkan varian-varian baru akan menyulitkan peneliti maupun ahli kesehatan untuk membuat desain obatnya.

Baca Juga: Meninggal Dunia dalam Kondisi Hamil 4 Bulan, Ari Puspita Sari Justru Tak Pernah Merawat Pasien Corona, Pihak Rumah Sakit Selidiki Awal Mula Sang Perawat Tertular Virus

"Desain obat harus fix atau permanen sebelum dibuat, ketika ada sedikit perubahan maka harus dilakukan desain yang baru," katanya.

Dengan demikian, menurut pakar kesehatan tersebut yakni cara terbaik untuk menjalani kehidupan new normal, jika vaksin sulit ditemukan, adalah melakukan pencegahan agar tidak terlalu banyak orang yang masuk rumah sakit hingga melebihi kapasitas akibat COVID-19.

"Dengan demikian perlu menjalankan langkah-langkah preventif agar masyarakat yang masih sehat tidak terinfeksi COVID-19. Selain itu langkah lainnya yang perlu dilakukan adalah membuat orang sakit atau positif COVID-19 segera sembuh," ujar Mohamad Amin.

Baca Juga: Pemerintah Gonta-ganti Aturan, Luhut Panjaitan Akhirnya Angkat Bicara, Akui Masyarakat Memang Harus Berdamai dengan Corona, Sang Menteri: Kita Memang Belum Ada Pengalaman...

Dalam paparannya, dia menyampaikan bahwa kehidupan New Normal mendorong masyarakat harus beralih atau move on dengan mengubah pola pikir dan kebiasaannya karena tidak perlu berharap hilangnya virus corona dengan memutus mata rantai penularan 100 persen.

Masyarakat harus bisa menerima bahwa mereka tidak bisa lagi hidup normal kembali seperti semula pascapandemi Covid-19.

"Bagaimana cara cerdas menata kehidupan Normal Baru atau New Normal adalah kebiasaan-kebiasaan positif baru seperti kerja dari rumah, menggunakan masker dan menjaga jarak yang sudah kita lakukan untuk bertahan selama pandemi COVID-19 jangan ditinggalkan," kata Mohamad Amin.

Baca Juga: Wabah Corona Tak Jelas Selesainya, Nadiem Makarim Sampai Siapkan Banyak Strategi untuk Hadapi Tahun Ajaran Baru, Sang Menteri Bocorkan Hal Ini

Selain itu Guru Besar Biologi itu juga menambahkan bahwa kita perlu menjadi masyarakat yang cerdas dengan memiliki wawasan ilmu dan pengetahuan, percaya diri atas ilmu yang diperoleh dan selalu mencari serta mengeksplorasi wawasan baru agar dapat berinovasi dan lebih produktif.

Kendati demikian, lanjut dia, program kebijakan dalam menangani dan mencegah meluasnya penyebaran COVID-19 seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan menjaga jarak sosial harus tetap dilanjutkan.

Baca Juga: Prediksi Wirang Birawa Soal Virus Corona Meleset, Sang Paranormal Mencak-mencak Gara-gara Video Ini, Netizen: Pindah Negara Apa Ya?

"Target saat ini bukan memberantas virus melainkan menekan jumlah orang yang terinfeksi bersamaan serendah mungkin. Kalau nanti semakin banyak yang terinfeksi maka pelayanan kesehatan di Indonesia akan sangat kewalahan, dan kalau yang terinfeksi COVID-19 tidak segera mendapat pelayanan kesehatan maka proses penyembuhannya tidak cepat," ujar Mohamad Amin. (*)