Air Kawah Danau Gunung Ijen Meluap Sampai Keluakan Gas Beracun, Gelombang 3 Meter Tewaskan Penambang Belerang, Ahli Yakin Telah Terjadi Tsunami

Selasa, 02 Juni 2020 | 13:25
Kompas.com/Ira Rachmawati

Air di danau kawah Gunung Ijen meluap

Gridhot.ID - Fenomena alam aneh baru saja terjadi di Kawah Ijen.

Dilaporkan sebelumnya air kawah danau Gunung Ijen yang ada di perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso meluap dan menimbulkan gelombang setinggi tiga meter pada Jumat (29/5/2020) sekitar pukul 12.30 WIB.

Selain itu, kawah Ijen juga dikabarkan mengeluarkan gas beracun serta tremor.

Fenomena ini mengakibatkan seorang penambang belerang tewas di lokasi kejadian.

Baca Juga: Bukan Ruben Onsu Atau Sarwendah, Ternyata Wanita Ini yang Bikin Karier Betrand Peto Melejit, Sampai Rela Bayar Orang Demi Muluskan Niatnya

Benarkah fenomena ini merupakan tsunami, bagaimana bisa?

Widjo Kongko, ahli tsunami Indonesia mengatakan, fenomena yang terjadi di Gunung Ijen adalah tsunami.

Dia menjelaskan, tsunami adalah gelombang dengan periode relatif panjang.

Tsunami sendiri bisa ditimbulkan oleh adanya gangguan di dasar laut, teluk, danau sehingga mengganggu kolom air di atasnya.

Baca Juga: Nangis Histeris, Kekeyi Ngaku Takut Dipenjara Karena Diduga Jiplak Lagu Rinni Wulandari: Aku Niatnya Cuma Menghibur, Nggak Tahu Kalau Itu Hampir Mirip

"Penyebabnya bisa karena gempa bumi, longsor, dan atau aktivitas gunung api. Fenomena yang terjadi di danau kawah Gunung Ijen, adalah salah satu contoh tsunami," jelas Widjo Kongko kepada Kompas.com, Senin (1/6/2020).

Nah, fenomena yang terjadi di kawah Gunung Ijen disebut tsunami danau.

Hal ini berdasar pada kategori gelombang yang ditimbulkan.

Gelombang setinggi tiga meter yang terjadi bukan disebabkan oleh angin.

Baca Juga: Aksi Koboi Anggota DPRD Tulungagung Tuai Sorotan, Nekat Banting Botol Bir di Pendopo Gara-gara Tak Sabar Menunggu Kedatangan Bupati, Pegiat AMPTA: Dia Juga Menantang Duel Satpol PP

Selain itu, periode gelombang tiga meter itu pun terjadi cukup panjang yakni lebih dari satu menit.

"Ada gelombang atau osilasi air karena goncangan dan disebut dengan istilah lain yaitu 'Seiche'," ungkap Widjo.

Gelombang atau osilasi air seperti yang terjadi pada Gunung Ijen terjadi saat danau atau kolam besar mengalami goncangan gempa bumi, tetapi bukan karena runtuhan atau deformasi di dasar danaunya.

Faktor yang menentukan tinggi tsunami Seperti dijelaskan, tsunami merupakan gelombang dengan periode relatif panjang akibat gangguan di dasar laut, teluk, dan danau.

Baca Juga: Panggil Mesra Sule 'Say', Chika Jessica Tak Lagi Sungkan Ungkap Kecemburuan, Benarkan Keduanya Punya Hubungan Dekat?

Gangguan itu bisa dari gempa bumi, tanah longsor, atau aktivitas gunung berapi.

Sementara faktor yang menentukan tinggi tsunami, tergantung pada sumber pembangkitnya.

"Jika longsor di bawah laut atau danau, maka volume dan kecepatan longsor mejadi faktor utama penentu ketinggian tsunami," ujar dia.

Jika sumber pembangkit berasal dari aktivitas gempa tektonik, maka tinggi tsunami bergantung pada besarnya kekuatan gempa.

Baca Juga: Nagita Slavina Asal Ceplos Soal Mantan, Sosok yang Diduga Istri Sang Mantan Kekasih Mendadak Ngegas di Sosial Media: Dari Diam, Sabar Sampai Muak!

Risiko tsunami danau di Indonesia

Widjo mengingatkan, di Indonesia ada banyak danau yang terbentuk dari proses vulkanik dan tektonik seperti Gunung Ijen.

Di antaranya ada Dana Tandano, Segara Anakan, Kalimutu, Danau Toba, Danau Tolire, Danau Poso, Danau Singkarak, Danau Towuti, Danau Matano, dan sebagainya.

"Sebagian yang disebutkan itu (di atas) masih berproses secara alami dan berpotensi terjadinya tsunami danau," ungkap Widjo.

Baca Juga: Dulu Melarat Kini Kaya Raya, 6 Artis Ini Pernah Jadi ART Hingga Kuli Bangunan, Nasibnya Berubah Total Usai Terjun di Dunia Hiburan

Oleh karena itu untuk menghindari bencana tsunami seperti di Danau Kawah Gunung Ijen tidak terulang, kata Widjo, Pemerintah Daerah atau Badan Bencana Daerah (BPBD) perlu mengidentifikasi dan mengkaji potensi bahaya dan melakukan langkah mitigasi ke depan.

Kajian-kajian berupa sejarah proses geologi terbentuknya danau, aktivitas saat ini, sensor muka air laut dan sistem peringatan dini, dan kajian model (komputer-laboratorium) diperlukan untuk mengetahui tingkat ancaman dan susun tata ruang atau batas daerah bahaya.

"Setiap pemanfaatan Danau (wisata dan pembangunan lainnya), mesti memenuhi tata ruang berbasis kajian risiko bencana di atas," tegas Widjo.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ahli Pastikan Gelombang Setinggi 3 Meter di Gunung Ijen adalah Tsunami"

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber kompas