Find Us On Social Media :

Dikambing Hitamkan Sebagai Pembawa Virus, Begini Nasib Pilu Imigran Somalia, Tak Tahu Negara Tujuannya Sedang Perang dan Terserang Corona

Lewat Rute Migrasi Paling Berbaya di Dunia, Terungkap Masih Ada Orang-orang Benar-benar Covid-19

Gridhot.ID - Hampir satu tahun wabah virus corona menginfeksi dunia.

Namun ternyata, masih ada beberapa orang yang belum mengetahui ini.

Hal ini terungkap melalui sebuah rute migrasi yang dikenal paling berbahaya di dunia, terungkap sebuah fakta mengejutkan.

Baca Juga: Beri Peran Ini ke Anak Buahnya, John Kei The Godfather of Jakarta Rencanakan Hal Tak Terduga Usai Serang Rumah Pamannya, Bensin dalam Plastik Jadi Buktinya

Masih banyak manusia dewasa di muka Bumi yang benar-benar tidak tahu bahwa saat ini dunia tengah 'diselimuti kabut' virus corona.

Mereka adalah sejumlah migran yang tiba di Somalia, seperti diceritakan ole agen migrasi AS yang mewawancarai orang-orang di perbatasan di Somalia.

Sebuah persimpangan jalan di salah satu rute migrasi paling berbahaya di dunia: melintasi Laut Merah dengan penyelundup, melalui Yaman yang dilanda perang dan masuk ke negara-negara Teluk yang kaya.

Baca Juga: Antiklimaks! Strateginya untuk Kendalikan Wabah Corona Sejak 2 Tahun Lalu Meleset, Bill Gates Kualahan Sendiri Hadapi Pandemi: Lebih Seram dari Perkiraan Saya

Pertanyaan untuk migran sederhana. Asal? Tujuan? Mengapa kamu pergi?

Tetapi setelah infeksi pertama dikonfirmasi di Somalia, satu pertanyaan baru ditambahkan: Berapa banyak orang dalam kelompok Anda yang mengetahui coronavirus?

Hasilnya, selama sepekan terakhir, lebih dari setengah - 51% - dari 3.471 orang yang dilacak mengatakan mereka belum pernah mendengar tentang COVID-19.

"Pertama kali saya melihat ini, saya juga sangat terkejut," Celeste Sanchez Bean, seorang manajer program dengan agensi AS yang berbasis di ibukota Somalia, Mogadishu, mengatakan kepada The Associated Press.

Temuan ini menjadi pengingat mengenai tantangan besar dalam menjangkau semua orang di dunia terkait informasi tentang pandemi, apalagi membuat mereka memakai masker wajah.

Baca Juga: Dinikahi Anang Hermansyah yang Berstatus Duda, Ashanty Tak Mau Takabur: Aku Bukan Orang Baik-baik, Banyak Dosa Juga

Para migran itu seringkali adalah para pemuda dari bagian pedesaan di negara tetangga Ethiopia.

Sebagian besar tidak memiliki pendidikan, dan berasal dari wilayah dengan akses internet rendah, kata Bean.

"Kami telah mewawancarai migran selama bertahun-tahun," katanya.

Baca Juga: Dipandang Bak Superhero hingga Buat Khofifah Terkagum-kagum, Kebiasaan Susi Pudjiastuti Nyebur Laut Justru Jadi Bahan Ledekan Presiden Jokowi, Simak Cerita Kocak Dibaliknya

Dalam wawancara-wawancara sebelumnya, banyak migran bahkan tidak menyadari bahwa sedang terjadi perang di Yaman, negara yang justru sedang mereka tuju.

Mengingat hal itu, "Saya tidak sangat terkejut bahwa tingkat kesadaran akan virus corona masih sangat rendah."

Sebagai gantinya, dia berbesar hati bahwa jumlah mereka yang tidak mengetahui COVID-19 telah menurun selama belasan minggu ketika pertanyaan itu ditanyakan, turun dari 88% dari jumlah awal.

Siapa pun yang tidak mengetahui tentang coronavirus diberikan penjelasan singkat tentang pandemi, termasuk bagaimana virus itu menular dan deskripsi dari gejala dan langkah-langkah pencegahan.

Yang mengkhawatirkan Bean sekarang adalah temuan proyek baru yang memetakan rute migran melalui Somalia, sebuah negara yang tidak stabil akibat konflik selama beberapa dekade, dan menggabungkannya dengan data epidemiologis yang menunjukkan infeksi coronavirus.

Baca Juga: Datang ke Kantor Polisi Bawa Telinganya yang Putus, Wanita Asal Sulsel Ini Tak Menyangka Sang Suami Tega Potong Kupingnya, Saat Diperiksa, Ini Alasan Tersangka

“Sangat jelas bagi kami bahwa migran sedang transit di daerah dengan kasus corona sudah terkonformasi,” katanya.

"Ketika Anda memiliki migran dengan tingkat ketidaksadaran seperti itu, dikombinasikan dengan ini ... Saya tidak ingin mengatakan berbahaya, tetapi para migran menempatkan diri mereka dalam risiko."

Para migran juga telah menghadapi stigma di kota-kota seperti Bosaso, tempat kapal yang mengangkut mereka berangkat ke Yaman, karena beberapa penduduk menyalahkan mereka sebagai pembawa virus, kata agen migrasi AS.

Baca Juga: Simpatisan PDIP Bakal Usut Jalur Hukum Kasus Pembakaran Bendera, Ketua PA 212 Menganggap Pihak Partai Terlalu Lebay, Slamet Maarif: Toh Sering Dibakar Kan?

Sekarang dengan pandemi yang melukai ekonomi lokal, banyak migran tidak dapat menemukan pekerjaan yang memungkinkan mereka menghemat uang untuk perjalanan selanjutnya, kata Bean. "Jadi mereka berjuang lebih dari sebelumnya."

Kurangnya kesadaran tentang COVID-19 tidak terbatas pada migran.

"Saya pernah mendengar sesuatu yang terdengar seperti nama itu, tetapi kami tidak memilikinya di sini," Fatima Moalin, seorang penduduk kota Sakow di Somalia selatan, mengatakan kepada AP ketika dihubungi melalui telepon. "Muslim tidak mungkin mengidap hal seperti itu."

Lainnya di pedesaan Somalia, terutama di daerah-daerah yang dipegang oleh kelompok ekstremis al-Shabab yang terkait al-Qaeda, telah menolak keberadaan virus tersebut.

Pihak berwenang Somalia mengutip akses internet terbatas, kampanye kesadaran terbatas dan bahkan pembatasan ekstremis pada komunikasi dengan dunia luar.

Baca Juga: Orang Tua Harap Waspada! Kasus Baru Bayi Terpapar Virus Corona Usai Dicium dan Dipegang Orang Lain, 2 Diantaranya Meninggal Dunia

Mereka yang mengetahui kabar tentang virus corona sebagian besar mendapatkannya berkat siaran radio, dari mulut ke mulut dan pesan yang diputar oleh layanan telepon seluler.

"Perlahan informasinya sudah sampai di sana," kata Bean.

Somalia, dengan salah satu sistem kesehatan terlemah di dunia, kini memiliki lebih dari 2.800 kasus positif virus corona.(*)

Artikel ini telah tayang di Intisari-Online.com dengan judul "Tak Tahu Covid-19, Tak Tahu Negara yang Ditujunya Juga Sedang Perang, Inilah Kisah para Imigran di Rute Migrasi Paling Berbahaya di Dunia"