Dulu Blunder, Raperda Depok Kota Religius Kini Kembali Dibahas, Bapemperda Depok: Ini Problematik

Jumat, 03 Juli 2020 | 15:25
Kompas.com

Gedung DPRD Kota Depok

Laporan Wartawan Gridhot, Desy Kurniasari

Gridhot.ID - Pemerintah Kota Depok belakangan tengah berupaya menjadikan Kota Depok sebagai kota religius.

Upaya tersebut dilakukan agar sebisa mungkin meloloskan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Religius ke DPRD.

Melansir Kompas.com, raperda tersebut pada tahun lalu ditolak karena dianggap mencampuri urusan privat warga, tahun ini Pemkot Depok kembali mengusulkannya ke parlemen raperda itu.

Baca Juga: 4 Jam Tengkurap di dalam Angkot, Bidan dan Perawat Ini Jadi Sasaran Rampok, Tengah Malam Diinjak Pelaku Padahal Baru Pulang Kerja

Kali ini, usulan itu lolos ke tahap pembahasan di DPRD Kota Depok meski diwarnai sejumlah kontroversi dalam prosesnya.

Tahun lalu, Raperda Kota Religus diusulkan Pemkot Depok ke Badan Musyawarah DPRD dengan rincian pasal-pasal yang problematik.

Sorotan publik begitu deras tahun lalu karena detail raperda itu memberi ruang bagi pemerintah menentukan urusan agama warganya, mulai dari menentukan definisi perbuatan yang dianggap tercela, praktik riba sampai aliran sesat dan perbuatan syirik.

Baca Juga: Salah Tapi Ngeyel, Anggota DPR Ini Marah-marah saat Diingatkan untuk Pakai Masker, Sopirnya Pukuli Karyawan Hotel Sampai Begini

Bahkan, etika berpakaian pun diatur di situ.

Pada Mei 2019, Pemerintah Kota Depok menjelaskan bahwa pasal-pasal itu hasil saduran dari aturan sejenis di Tasikmalaya, Jawa Barat, dan tidak merepresentasikan maksud pemerintah dalam upaya mewujudkan kota religius.

Tahun ini, draf berisi pasal-pasal secara rinci itu tak lagi disertakan. Pemkot Depok hanya mengusulkan garis besar raperda dalam bentuk naskah ringkas/executive summary.

Dilansir dari Kontan.co.id, Rapat Paripurna DPRD Kota Depok, Jawa Barat, menyepakati Rancangan Peraturan Daerah (raperda) Kota Religius masuk ke dalam program pembentukan perda (propemperda, dulu prolegda) tahun 2021. Padahal, raperda Depok Kota Religius pernah ditolak di DPRD tahun lalu.

Baca Juga: Bikin Merinding Warga, Bola Api yang Melayang di Langit Depok Berhasil di Temukan Polisi, Dikira Banaspati Mencari Mangsa, Ternyata Hal Ini

Kesepakatan dalam rapat paripurna yang digelar pada Senin (29/6/2020) itu dikonfirmasi oleh Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) Kota Depok, Ikravany Hilman. "Akhirnya masuk dalam rancangan propemperda (2021)," ujar pria yang akrab disapa Ikra itu saat dihubungi, Rabu kemarin.

Raperda Depok Kota Religius yang dianggap memberi ruang bagi pemerintah mencampuri urusan privat warganya itu sudah diusulkan Pemerintah Kota Depok tahun 2019. Akan tetapi, usulan tersebut mentah sehingga gagal masuk ke tahap pembahasan di DPRD.

Tahun ini, Pemkot Depok menempuh upaya berbeda demi meloloskan raperda kontroversial itu ke parlemen. Mereka tak lagi mengusulkannya lewat badan musyawarah dewan tetapi melalui disposisi langsung Ketua DPRD Depok, Yusufsyah Putra, pada menit jelang rapat pembahasan semua raperda di Bapemperda, Kamis lalu.

Baca Juga: Titip Anak Supaya Diterima Sekolah Negeri dengan Surat Berkop DPRD, Forum Aksi Guru Ancam Bakal Buat Jera Oknum Dewan: Kami Tak Segan Mengekspose, Biar Malu!

Pimpinan DPRD Kota Depok sejak 2019 adalah kader PKS, partai yang juga menguasai eksekutif di Kota Depok. Ikravany tak menampik dugaan bahwa mekanisme via disposisi Ketua DPRD Kota Depok itu dilakukan agar Raperda Kota Religius tak mentah untuk kali kedua. "Nampaknya memang begitu. Mereka mau colong-colongan saja," ujar Ikravany.

Voting dua kali

Ikravany menceritakan proses Raperda Kota Religius itu lolos ke tahap pembahasan di parlemen. Bapemperda membahas naskah Raperda Kota Religius bersama dengan presenter dari perwakilan Sekretariat Daerah Kota Depok. Dari hasil paparan dan tanya jawab, sejumlah aspek dalam raperda itu dianggap masih lemah oleh sebagian perwakilan fraksi di Bapemperda.

Akibatnya, pada rapat pengambilan keputusan, Bapemperda pun terpecah dalam hal menyepakati raperda itu dibawa ke Rapat Paripurna. Gagal musyawarah mufakat, pengambilan keputusan pun dilakukan secara voting.

Dalam voting, skor berkedudukan imbang (6 vs 6) antara perwakilan fraksi yang menyetujui dan menolak Raperda Kota Religius dibawa ke rapat paripurna. Satu perwakilan fraksi absen hari itu. "Menurut tata tertib DPRD, maka harus voting kedua dalam waktu 1x24 jam," kata Ikravany.

Baca Juga: Berdiri di atas Lahan 2000 Meter, Intip Mewahnya Rumah Anang Hermansyah dan Ashanty yang Akan Dijual, Nyaman Banget, Pantes Betah

Mendadak Hari Minggu lalu, voting kedua dilaksanakan dengan perwakilan fraksi lengkap, 13 orang. Pada voting kedua, 7 perwakilan fraksi, yakni PKS (3), Golkar, PAN, Demokrat-PKB, dan PKB-PSI setuju pembahasan Raperda Kota Depok diboyong ke paripurna.

Enam lainnya, yakni perwakilan fraksi Gerindra (3) dan PDI-P (3) menolak. Skor akhir 7 melawan 6. Dari hasil itu, maka Raperda Kota Religius dibawa ke Paripurna keesokan harinya.

PKB-PSI ubah sikap tapi tak diakomodasi

Menurut Ikravany, kontroversi berawal ketika Fraksi PKB-PSI menganulir persetujuan yang mereka berikan dalam voting hari Minggu. "Masalah muncul akhirnya di internal mereka sehingga malamnya mereka melakukan konsolidasi internal," ujar dia.

Baca Juga: Aksi Koboi Anggota DPRD Tulungagung Tuai Sorotan, Nekat Banting Botol Bir di Pendopo Gara-gara Tak Sabar Menunggu Kedatangan Bupati, Pegiat AMPTA: Dia Juga Menantang Duel Satpol PP

Senin, sebelum paripurna dihelat, badan musyawarah dewan menggelar rapat. "Dalam rapat itu, anggota fraksi PKB-PSI menyampaikan surat resmi yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris fraksi. Isinya mencabut atau menganulir keputusan voting mereka sendiri yang hari Minggu, dari mendukung jadi menolak," kata Ikravany.

Ia berujar, perdebatan sengit di rapat badan musyawarah, tetapi buntu. Badan musyawarah memutuskan untuk membawa Raperda Kota Religius ke paripurna, termasuk surat dari fraksi PKB-PSI untuk diputuskan. Di Paripurna, lanjut Ikravany, kontroversi mencuat.

"Ada upaya yang dimulai dan diamini pimpinan DPRD, bahwa surat itu dibacakan tetapi tidak bisa mengubah hasil. Ini problematik, artinya tidak diakui hak Fraksi PKB-PSI untuk mengubah keputusan politiknya sendiri," ujar dia.

"Padahal kan yang dia (Fraksi PKB-PSI) tarik bukan keputusan 13 orang, tapi keputusannya dia sendiri. Itu kan haknya PKB-PSI. Kedua, tidak ada satupun produk alat kelengkapan dewan yang bersifat final sebelum masuk ke paripurna. Sebelum diputuskan oleh paripurna, ya apapun bisa terjadi karena masih bersifat rancangan," tambah Ikravany.

Baca Juga: Selama Ini Tinggal di Zona Merah, Ayu Ting Ting Justru Kepergok Boyong Keluarga Liburan ke Zona Hijau Puncak, Sang Biduan Gercep Beri Pembelaan Saat Panen Kritikan: Sudah Izin ke RT dan RW!

Ia mempertanyakan langkah pimpinan DPRD tak mengakomodasi perubahan sikap Fraksi PKB-PSI yang telah dilayangkan melalui surat resmi. Padahal, perubahan sikap itu sangat menentukan nasib Raperda Kota Religius. Jika sikap Fraksi PKB-PSI diakomodasi, di atas kertas Raperda Kota Religius gagal lolos ke parlemen.

Pasalnya, apabila dilakukan rekapitulasi ulang, maka lebih banyak perwakilan fraksi yang menolak (7) dibandingkan yang setuju (6) raperda itu dibahas di DPRD. Ikravany menduga ada muatan politis di balik insiden itu dari partai-partai yang setuju meloloskan raperda tersebut. "Bahkan kemudian tendensi terakhir itu mau voting. Lho bagaimana? Hak Fraksi PKB-PSI untuk menentukan nasibnya sendiri, kok divoting sama orang lain? Kan lucu," ujarnya.

"Mereka sudah tahu kalau ini direkapitulasi ulang, ya mereka akan kalah. Tapi kan memang begitu prosesnya seharusnya. Akhirnya proses di paripurna bukan lagi proses perdebatan dan diskusi berdasarkan aturan dan tata tertib, melainkan, saya kira, menang-menangan," tambah Ikravany.

Baca Juga: Turut Prihatin, DPRD Jatim Tegur Tri Rismaharini Tak Perlu Marah-marah Pekarakan Bantuan Mobil PCR: Bicara Baik-baik Kan Bisa, Malu Dilihat Masyarakat

Dengan lolosnya Raperda Kota Religius ke tingkat pembahasan, maka pemerintah akan menggelontorkan dana untuk menggodok raperda kontroversial itu tahun depan, mulai dari mempersiapkan naskah akademik, membentuk panitia khusus, dan sebagainya.

Kompas.com mencoba menghubungi Ketua DPRD Kota Depok Yusufsyah Putra untuk meminta konfirmasi sejak kemarin. Namun belum ada tanggapan dari yang bersangkutan. (*)

Tag

Editor : Dewi Lusmawati

Sumber Kompas.com, Kontan.co.id