Gridhot.ID - Semenjak kasus Djoko Tjandra, pihak kepolisian langsung melakukan bersih-bersih di institusinya.
Sudah beberapa jajaran dicopot jabatannya akibat diduga membantu meloloskan Djoko Tjandra.
Kapolri Jenderal Idham Azis mencopot jabatan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Mabes Polri, yang ditempati Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, dan jabatanSekretaris NCB Interpol Indonesia dari tangan Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo.
Keduanya diduga telah melanggar kode etik kepolisian, terkait keliar masuknya buronan kasus Bank Bali, Djoko Tjandra ke Indonesia.
Hal itu dikatakan Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono saat dikonfirmasi Warta Kota, Jumat (17/7).
"Penyebabnya adalah pelanggaran kode etik, maka keduanya dimutasi," kata Argo.
Pencopotan dua perwira tinggi itu termaktub dalam surat telegram (STR) nomor ST/2076/VII/KEP/2020 yang ditandatangani oleh Asistem Sumber Daya Manusia (SDM) Polri Irjen Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri tertanggal 17 Juli 2020.
Dalam surat telegram itu, Napoleon dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama Inspektorat Pengawasan Umum Polri.
Sementara posisi Napoleon digantikan oleh Wakil Kapolda NTT Brigjen Johanis Asadoma.
Sedangkan Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.
Ia dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama bidang Jianbang Lemdiklat Polri.
Posisi Nugroho kemudian digantikan oleh Brigjen Amur Chandra Juli Buana yang sebelumnya menjabat Kadiklatsusjatrans Lemdiklat Polri.
Dalam surat yang sama, Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Kombes Andian Rian R. Djajadi, diangkat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri menggantikan Brigjen Prasetijo Utomo.
Copot Brigjen Prasetijo
Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis akhirnya mencopot Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Prasetyo Utomo dari jabatannya.
Pencopotan Prasetyo karena ia terbukti menyalahgunakan wewenang dengan mengeluarkan surat jalan bagi Djoko Tjandra.
Hal itu dikatakan Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono melalui keterangannya, Rabu (15/7/2020).
Pencopotan Brigjen Prasetyo Utomo tertuang dalam Surat Telegram (TR) Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020.
Dalam ST itu, Brigjen Prasetyo Utomo dimutasi menjadi Perwira Tinggi (Pati) Yanma Mabes Polri.
"Yang bersangkutan dicopot dari jabatan dalam rangka pemeriksaan.Komitmen bapak Kapolri jelas, jika dalam pemeriksaan terbukti bersalah, akan dilakukan penindakan dan sanksi lain," katanya lagi.
Argo mengatakan, pemeriksaan internal yang dilakukan secara maraton sejak pagi oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, disimpulkan bahwa Brigjen Prasetyo Utomo atas inisiatifnya sendiri dan tanpa seizin pimpinan mengeluarkan surat jalan bagi terdakwa kasus hak tagih Bank Bali itu.
"Jadi dalam pemberian atau pembuatan surat jalan tersebut, Kepala Biro tersebut (Brigjen Prasetyo Utomo) adalah inisiatif sendiri. Dan tidak izin sama pimpinan,” kata Argo.
Dalam setiap kesempatan, kata Argo, Kapolri menyatakan setiap anggota Polri baik dari tingkat Mabes hingga Polsek akan diberikan reward and punishment.
"Sudah banyak bapak Kapolri memberikan rewad kepada anggota yang berprestasi kemudian ada juga yang diberikan punishment karena bersalah atau tidak taat aturan,” kata Argo
Usulan bikin pansus
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengecam keras tindakan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri yang sudah mengeluarkan Surat Jalan kepada Joko Chandra, sehingga buronan kelas kakap itu bebas berpergian dari Jakarta ke Kalimantan Barat dan kemudian menghilang lagi.
Dari data yang diperoleh IPW, Surat Jalan untuk Joko Chandra dikeluarkan Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS, dengan Nomor: SJ/82/VI/2020/Rokorwas, tertanggal 18 Juni 2020, yang ditandatangi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo.
"Dalam surat jalan itu, Joko Chandra disebutkan berangkat ke Pontianak Kalimantan Barat pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020," kata Neta kepada Warta Kota, Rabu (15/7/2020).
Yang menjadi pertanyaan IPW, tambah Neta, apakah mungkin sekelas jenderal bintang satu (Brigjen) dengan jabatan Kepala Biro Karokorwas PPNS Bareskrim Polri berani mengeluarkan Surat Jalan untuk seorang buronan kakap sekelas Joko Chandra?
"Apalagi biro tempatnya bertugas tidak punya urgensi untuk mengeluarkan Surat Jalan untuk seorang pengusaha dengan label yang disebut Bareskrim Polri sebagai konsultan," katanya.
Lalu siapa yang memerintahkan Brigjen Prasetyo Utomo untuk memberikan Surat Jalan itu?
"Apakah ada sebuah persekongkolan jahat untuk melindungi Joko Chandra.
"Untuk itu Komisi III DPR harus membentuk Pansus Joko Chandra untuk mengusut kemungkinan adanya persengkongkolan jahat untuk melindungi koruptor yang menjadi buronan itu," papar Neta.
"IPW juga mendesak agar Brigjen Prasetyo Utomo segera dicopot dari jabatannya dan diperiksa oleh Propam Polri," kata dia.
Prasetyo Utomo sendiri adalah alumni Akpol 1991, teman satu Angkatan dengan Kabareskrim Komjen Sigit.
IPW mengecam keras tindakan Bareskrim Polri yang sangat tidak promoter, yang tidak segera menangkap buronan kelas kakap Joko Chandra, yang sudah masuk ke dalam markas besarnya.
"Tapi ironisnya Joko Chandra malah dilindungi dan diberikan Surat Jalan," kata dia.
Melihat kinerja Bareskrim Polri yang mengerikan ini, menurut Neta, sudah saatnya Presiden Jokowi turun tangan mengevaluasi kinerja Bareskrim Polri.
"Sebab melindungi dan memberi Surat Jalan pada buronan kasus korupsi sekelas Joko Chandra sama artinya menampar muka Presiden Jokowi yang selalu menekankan pemberantasan korupsi di negeri ini," kata dia
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Kapolri Kembali Copot Dua Jenderal Polisi karena Bantu Djoko Tjandra.
(*)