Gridhot.ID- Media sosial belakangan dihebohkan dengan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa pelaku penyiram air keras kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, dianggap janggal.
Pasalnya, meski sudah menyerang hingga merusak indera penglihatan sang penyidik KPK, para terdakwa hanya mendapatkan hukuman ringan.
Dikutip Gridhot.ID dari Antara, JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Utara pada hari Kamis (11/6/2020) menuntut dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, selama 1 tahun penjara.
Menurut Jaksa, para terdakwa tidak sengaja menyiramkan air keras ke mata Novel.
Keduanya disebut hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke badan Novel Baswedan.
Akan tetapi, di luar dugaan ternyata mengenai mata yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen dan menyebabkan cacat permanen.
Melakukan tuntutan yang ringan meski telah merusak indera penglihatan, sosok Jaksa dalam persidangan kasus Novel Baswedan pun mendapat sorotan.
Profil Jaksa Penuntun Umum di Kasus penyerangan Novel Baswedan bernama lengkap Robertino Fedrik Adhar Syarifuddin lantas menjadi buah bibir.
Namun kini kabar duka datang dari Jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus penyiraman air keras terhadap Noel Baswedan, Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin dikabarkan meninggal dunia.
Dikutip Gridhot,ID dari Kompas, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, Fedrik Adhar tutup usia setelah terpapar Covid-19.
"Benar (meninggal karena Covid-19)," ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin saat dikonfirmasi, Senin (17/8/2020) sore.
Diketahui, selain karena Covid-19, Fedrik juga meninggal karena mengalami komplikasi penyakit gula.
Ia meninggal di Rumah Sakit Pondok Indah, Bintaro, Jakarta, pada pukul 11.00 WIB.
Fedrik Adhar merupakan JPU yang menuntut dua terdakwa pelaku penyiraman penyidik KPK Novel Baswedan.
Dalam tuntutannya saat itu, dua pelaku, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, dituntut hukuman satu tahun penjara.
Sejumlah pihak pun menyesalkan tuntutan tersebut karena dianggap terlalu ringan. Adapun Fedrik mengawali karier sebagai jaksa dari Kejaksaan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, pada 2013.(*)