Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari
GridHot.ID - Sebuah rekaman video keluarga pasien suspect Covid-19 mengamuk di ruang Pinere, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh.
Video tersebut direkam langsung oleh anak pasien pada Rabu (26/08/2020) itu pun menjadi viral di media sosial.
Melansir Serambinews, dalam video tersebut terlihat para petugas mendapat makian dari keluarga pasien secara bertubi-tubi.
Pasien yang memiliki gejala corona berupa demam, sesak nafas dan batuk itu dirawat di ruang pinere sejak Selasa (25/8/2020), dan pada Rabu (26/8/2020) sore meninggal dunia.
Keluarga pasien mengamuk lantaran menilai karena petugas kurang maksimal dalam pelayanan.
Namun insiden tersebut berhasil dikendalikan oleh aparat TNI pada malam itu juga, sehingga suasana kembali kondusif.
Sementara proses penanganan pasien yang meninggal di ruang pinere itu dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan.
Menurut Direktur RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh, Putri Fathiyah yang dikonfirmasi Serambinews, Kamis (27/8/2020) mengatakan, insiden tersebut terjadi karena ada kesalahpahaman.
Ia menambahkan, ruang pinere merupakan kawasan zona merah, sehingga tidak sembarang orang boleh memasuki daerah tersebut, termasuk pihak keluarga pasien.
Penentuan dan kebijakan tersebut guna mencegah terjadinya penyebaran covid-19 di Aceh Barat.
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, dalam video berdurasi 03.51 menit itu terlihat keluarga marah-marah terhadap petugas medis yang tengah memakai baju APD saat pasien sedang dalam kondisi sekarat.
“Woi dari jam berapa kalian masuk ke sini? Baju APD saja belum kalian pakai. Itu pasien butuh pertolongan!" teriak keluarga pasien yang terekam dalam video tersebut.
Tak lama, pihak keluarga menangis histeris setelah mengetahui nyawa orangtuanya telah tiada.
Dikonfirmasi oleh Kompas.com, pasien adalah BR, pensiunan TNI dari Aceh Barat. Perekamnya adalah Irham Wahyudi (25), anak BR.
Ia mengaku sengaja merekam momen tersebut karena kecewa terhadap dokter dan perawat di rumah sakit tersebut yang dinilai lalai.
Kelalaian mereka mengakibatkan ayahnya meninggal dunia tanpa mendapatkan pertolongan apa-apa.
“Kalau orang melihat video tersebut tanpa mendengar cerita dari saya pasti dikira saya marah-marah tanpa sebab dan tidak jelas. Keluarga mana yang bisa terima kalau orangtua kita diperlakukan seperti itu?” jelasnya.
Wahyudi menyebutkan ayahnya di bawa ke IGD RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh pada Selasa (27/08/2020) sekitar Pukul 00.00 WIB dalam kondisi nyaris tak sadarkan diri.
Tak lama di ruang IGD pasien langsung dibawa ke ruang Pinere untuk diisolasi karena diduga suspect corona.
“Kondisi ayah saya saat tiba di IGD antara sadar dan tidak, tapi langsung diisolasi karena dibilang suspect corona. Seharusnya kalau diduga corona kan harus rapid test dan swab tapi ini langsung isolasi tanpa ada hasil menunjukkan ayah saya terpapar corona,” katanya.
Setelah di isolasi di ruang Pinere sejak pukul 01.00 WIB, hingga pukul 10.00 WIB pasien BR tidak mendapat penangan apa-apa dari petugas medis. Bahkan tidak diantarkan makan oleh petugas.
“Jangankan penanganan kepada ayah saya, nasi saja sudah jam 10.00 pagi tidak diantar," kata Wahyudi.
"Saat kami tanya, karena pasien masuk malam dan belum terdaftar sehingga tidak dapat makan. Seharusnya diberitahukan ke kami, biar kami yang beli makan dari luar untuk ayah. Seperti itulah pelayanan di RSUD Cut Nyak Dhien, keluarga siapa yang tidak marah?” sebutnya.
Wahyudi dan keluarga tak dapat membendung emosinya saat mengetahui ayahnya dalam kondisi sekarat namun tidak ada dokter dan perawat yang memberikan pertolongan.
Malah saat mereka sampai ke rumah sakit, satu dokter dan perawat terlihat sedang memakai APD, sementara kondisi pasien sedang sekarat.
“Saat kondisi ayah sekarat adik saya video call dengan kami di rumah. Kondisi ayah kami sedang sekarat. Kemudian ibu saya kami dengar teriak-teriak minta tolong tapi tak ada dokter dan perawat yang memberikan pertolongan," katanya.
"Makanya saya dari rumah langsung berangkat dan saat saya tiba di ruang Pinere malah petugas sedang pakai APD. Apa tidak emosi saya? karena duluan saya tahu kondisi ayah saya daripada mereka petugas yang berjaga di ruang itu,” ungkapnya.
Wahyudi dan keluarga mengaku dengan lapang dada menerima ayahnya meninggal dunia, namun mereka sangat kecewa terhadap pelayanan di RSUD Cut Nyak Dhein Meulaboh.
Wahyudi menilai pihak RS tidak serius terhadap penanganan peasien, bahkan dengan mudah mengisolasi setiap pasien ke ruang penanganan Covid-19 tanpa ada hasil rapid test dan swab terlebih dahulu.
Sementara saat pasien meninggal, proses memandikan jenazah dan pemakaman dilakukan warga setempat. Jika memang ayahnya suspect corona, kenapa tak ada petugas pakai APD yang mendampingi?
"Kalau betul seperti yang mereka duga sejak awal bahwa ayah saya suspect corona, kenapa kami diizinkan oleh Wakil Ketua Gugus Covid-19 Kabupaten saat kami mandikan jenazah?" katanya.
Sementara itu Direktur RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Putri Fathiyah hingga berita ini diturunkan belum berhasil dikonfirmasi Kompas.com.
Saat dihubungi Kompas.com berkali-kali melaui nomor teleponnya tidak diangkat.
Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp pun belum dibalas Direktur RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. (*)