Gridhot.ID - Korea Utara merupakan negara yang kini dipimpin Kim Jong-un dan terkenal sebagai negara paling tertutup di dunia.
Tidak mudah informasi keluar dari Korea Utara, berbagai aturan diterapkan Kim Jong-un untuk mencegah hal itu terjadi.
Bahkan, meski Korea Utara membuka diri untuk kunjungan wisata, foto- foto yang keluar dari negara pertapa itu disaring ketat oleh pemerintahan Kim Jong-un.
Dari sedikit cerita 'terlarang' yang keluar dari Korea Utara, cerita tentang rakyat Korea Utara yang berada di bawah kemiskinan dan kelaparan menjadi salah satunya.
Seperti yang diungkap seorang pembelot, Yeonmi Park, bahwa kehidupan tragis dialaminya dan jutaan warga lainny di negara tertutup Republik Rakyat Demokratik Korea Utara.
Sejak bebas dari negaranya, dia kerap mengungkap bagaimana masyarakat Korea Utara kekurangan akan kasih sayang dan persahabatan.
Ia juga menceritakan bagaimana dia menyaksikan ngerinya orang-orang mati kelaparan di bawah kepemimpinan tertinggi mereka, Kim Jong Un.
Kini, ketika kesulitan ekonomi semakin meningkat di tengah pandemi Covid-19, rakyat Korea Utara pun harus mempertaruhkan nyawa melakukan hal ini demi 'sesuap nasi'.
Kenekatan rakyat Korea Utara itu pun membuat Kim Jong-un marah besar dan siap memberikan hukuman berat, hukuman mati pun siap diberikan bagi siapa pun yang menentang aturan karantina virus corona dengan mendekati perbatasan China.
Melansir Express (7/9/2020), Satuan militer dan polisi telah diperintahkan untuk menembaki siapa saja yang pergi dalam jarak satu kilometer dari 900 mil perbatasan Sino-Korea untuk alasan apa pun, situs web yang didukung AS Radio Free Asia telah melaporkan.
Sebuah sumber mengatakan, bahwa karena impor dari China menjadi lebih mahal dan sulit diperoleh di pasar, penduduk yang sekarang hidup dalam kondisi yang menyedihkan mempertaruhkan hidup mereka untuk menyelundupkan barang dari China ke seberang sungai.
Itu dilakukan mereka untuk mendapatkan uang dalam jumlah besar.
Pada akhir bulan lalu, tujuh warga Korea Utara di Kota Hyesan, dekat perbatasan, ditangkap karena menyelundupkan, kata orang dalam kedua.
Sumber menambahkan: "Mereka menghindari eksekusi tetapi dikirim ke kamp penjara politik karena mereka telah menyelundupkan selama tingkat tertinggi sistem karantina darurat.
"Mereka dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, dan keluarga mereka dikirim ke pengasingan internal di daerah pegunungan."
Dengan adanya hukuman berat tersebut, rakyat Korea Utara pun memprotes.
Mereka mengungkapkan bahwa kematian akan lebih baik daripada hidup di penjara.
Pasalnya, rakyat Korea Utara berada dalam dilema, ketika kesulitan menemukan makanan mendesak mereka melakukan penyelundupan.
"Penduduk memprotes hukuman mereka, mengatakan bahwa kematian akan lebih baik daripada hidup di kamp penjara,
"Dan kenyataan pahit kesulitan menemukan makanan sehari-hari adalah alasan penyelundupan di perbatasan," kata sumber itu dikutip dari Express.
Aturan tersebut mencakup seluruh perbatasan, di provinsi Hamgyong Utara, Pyongan Utara, Chagang dan Ryanggang.
Meskipun China dan Korea Utara menghentikan perdagangan dan menutup perbatasan pada awal pandemi pada Januari, itu tetap keropos sebagai akibat dari ketergantungan besar Korea Utara pada barang-barang yang diselundupkan ke dan dari negara adidaya itu.
Sejak awal tahun, telah terjadi beberapa kasus penyeberangan perbatasan.
Termasuk kembalinya seorang pengungsi yang sebelumnya melarikan diri, kemudian dapat kembali tanpa terdeteksi.
Pemimpin tertinggi Kim Jong-un sangat marah sehingga dia memerintahkan unit militer yang bertanggung jawab untuk menjaga bagian perbatasan yang dia lintasi untuk dibubarkan.
Pasukan khusus elit Korea Utara juga dikirim untuk 'membantu' unit penjaga perbatasan yang ditempatkan di sana.
Tetapi orang dalam mengatakan tujuan sebenarnya mereka adalah untuk mengawasi para penjaga dari korupsi, karena penyelundup sering membayar penjaga untuk membiarkan mereka masuk.
Dalam insiden terpisah, seorang pemimpin peleton berusia 25 tahun di unit penjaga perbatasan, ditangkap pada pertengahan Agustus, juga atas tuduhan penyelundupan.
Sumber RFA mengatakan: "Dia menerima 500 kilogram sakarin dari seorang penyelundup China dan menyerahkannya kepada penduduk setempat sementara karantina darurat tingkat tertinggi untuk virus korona diberlakukan."
Prajurit itu segera ditahan, meskipun kemungkinan besar dia akan terhindar dari 'hukuman berat'.
Sumber itu menambahkan: "Beberapa penduduk percaya bahwa pemimpin peleton penjaga perbatasan itu terlibat dalam penyelundupan bukan untuk mengamankan makanan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk pasukannya."
Ketegangan di wilayah perbatasan disorot bulan lalu ketika tentara Utara menembak mati tiga nelayan China yang beroperasi secara ilegal di perairan Negara Pertapa, RFA melaporkan.
Sebuah sumber mengatakan bahwa insiden seperti itu lebih sering terjadi karena tentara Korea Utara memiliki lebih sedikit uang dari suap daripada sebelumnya sebagai akibat penutupan perbatasan Tionkok-Korea Utara.
"Unit militer menjadi lebih brutal karena mereka dilarang pergi ke laut untuk mendapatkan uang karena COVID-19," katanya.
Sementara itu, Korea Utara masih bersikeras bebas virus meskipun Pemerintah memberi tahu warganya pada bulan April bahwa penyakit itu menyebar di ibu kota dan dua wilayah lain di negara itu.
Namun, tidak ada kasus yang dikonfirmasi secara resmi.
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul 'Kematian akan Lebih Baik!', Rakyat Korea Utara Pertaruhkan Nyawa Demi 'Sesuap Nasi' Lakukan Hal Ini yang Membuat Kim Jong-un Marah Besar dan Mengancam dengan Hukuman Berat.
(*)