Resmi Duduki Pucuk Pimpinan Tribrata 1, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Wajibkan Anggota Polri Baca Kitab Kuning, Apa Isinya?

Kamis, 28 Januari 2021 | 18:13
Tribunnews

Listyo Sigit Prabowo memberi salam saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri di Komisi III DPR, Rabu (20/1/2021)

Gridhot.ID -Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo resmi menjabat sebagai Kapolri pada Rabu (27/1/2021).

Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menjadi Kapolri ke-25 menggantikan Jenderal Pol Idham Azis.

Dukungan untukListyo datang dari berbagai pihak salah satunya Ulama Karismatik Banten Abuya Muhtadi Dimyathi.

Baca Juga: Sebut Ada Faksi di Tubuh Polri yang Saling Menyandera dan Sarat Kepentingan, Novel Baswedan: Semoga Komjen Listyo Berani dan Antikorupsi

Abuya Muhtadi adalah putra Abuya Muhammad Dimyathi al-Bantani, pendiri Pondok Pesantren Roudotul 'Ulum Cidahu, Pandeglang.

Dikutip dari Tribunnews.com, Abuya Muhtadi percaya Listyo bisa mengamankan negara jika menjadi Kapolri.

Hal itu merujuk saat Listyo menjabat Kapolda Banten sejak 5 Oktober 2016 hingga 13 Agustus 2018.

Baca Juga: Bakal Pegang Jabatan Ketua Umum Bhayangkari, Ini Sosok Diana Listyo, Istri Listyo Sigit Prabowo yang Sederhana dan Hobby Mengasuh Anak Yatim

Di Banten, kata dia, Sigit mampu menciptakan kondisi dan situasi aman tanpa gejolak.

Tak hanya itu, pria kelahiran Ambon, Maluku, 5 Mei 1969 itu juga sangat dekat dengan masyarakat termasuk para ulama.

"Tugas utama dia terus amankan negara ini. Insyaallah mampu. Kalau beliau jadi (Kapolri) saya di belakangnya dan sebatas penguat saja. Saya ikut bagaimana keputusan pusat saja," kata Abuya, Jumat (15/1/2021).

Sementara Abuya Murtadho, adik Abuya Mutahdi mengungkapkan hal yang sama.

Menurut dia, selama berdinas di Provinsi Banten, Listyo bekerja sangat baik dan mampu merangkul semua golongan.

Baca Juga: Komjen Listyo Sigit Bakal 'Haramkan' Polantas Lakukan Tilang di Jalan, Warga: Kalau Jadi, Kita Pasti Lebih Percaya Sama Polisi

Bahkan Listyo sempat menginstruksikan seluruh jajaran Polda Banten untuk membaca Kitab Kuning.

"Itu bagus," ujarnya.

Dengan sikap tersebut, ia berharap seluruh polisi di Indonesia bisa mengikuti jejak Listyo saat memimpin provinsi yang terdiri dari 4 kota, 4 kabupaten, 154 kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa itu.

"Seandainya polisi-polisi dan jenderal-jenderal seperti Pak Sigit pasti bener. Nah, saya tidak tahu lagi setelah Pak Sigit pindah apakah program tersebut masih berjalan atau tidak," tandasnya.

Di akhir pembicaraan, Abuya Murtadho berdoa yang terbaik untuk Jenderal kelahiran Ambon tersebut.

"Doa yang terbaik saja ya," katanya.

Ucapan Abuya Murtadho mengenai membaca Kitab Kuning bakal tetap dilakukan Jenderal Listyo Sigit.

Melansir Kompas TV, Listyo menyatakan bakal mewajibkan anggota Polri untuk mempelajari Kitab Kuning.

Baca Juga: Listyo Sigit Jadi Kapolri Bakal Bikin Gerbong Mutasi Bergerak, 4 Jenderal Bintang Dua Ini Disebut Berpeluang Duduki Kursi Kabareskrim, Siapa Saja?

Youtube Sekretariat Presiden
Youtube Sekretariat Presiden

Listyo Sigit Prabowo dilantik jadi Kapolri baru di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/1/2021)

Hal tersebut disampaikan Listyo saat melaksanakan fit and proper test calon Kapolri di DPR pada Rabu (20/11/2021).

Ia menjelaskan bahwa kebijakan anggota Polri mempelajari Kitab Kuning pernah diterapkan kepada jajaran kepolisian Polda Banten.

Saat itu, Listyo yang menjabat Kapolda Banten memerintahkan anak buahnya untuk mempelajari Kitab Kuning.

Hal tersebut dilakukan untuk mencegah perkembangan radikalisme dan terorisme.

"Seperti dulu di Banten saya pernah sampaikan, anggota wajib untuk belajar Kitab Kuning," kata Listyo.

Dilansir dari situs resmi Nahdlatul Ulama, Kitab Kuning adalah sebutan untuk kitab-kitab klasik karya ulama-ulama terdahulu.

Kitab tersebut merupakan salah satu elemen utama dalam pengajaran di pesantren-pesantren NU.

Listyo mengungkapkan, gagasan mempelajari Kitab Kuning pada jajarannya ketika itu merupakan anjuran yang berasal dari ulama-ulama yang pernah ia temui di Banten.

Baca Juga: Alasan Jokowi Pilih Komjen Listyo Sigit Jadi Pemimpin Tertinggi Korps Bhyangkara Terungkap, Moeldoko: Jangan Diartikan Macam-macam

Atas saran itulah, maka program untuk mempelajari Kitab Kuning kepada anggota Polri akan dilanjutkan jika resmi dilantik menjadi Kapolri.

"Tentunya baik di eksternal maupun internal itu saya yakini apa yang disampaikan kawan-kawan ulama itu benar adanya. Oleh karena itu, akan kami lanjutkan," ujar Listyo.

Dalam pencegahan radikalisme, kata dia, Polri juga akan mengutamakan moderasi beragama sebagai upaya mencegah berkembangnya paham radikalisme di Tanah Air.

Menurut Listyo, salah satu caranya ialah dengan menggandeng sejumlah tokoh agama, organisasi masyarakat (ormas), tokoh masyarakat hingga komunitas sipil.

"Jadi, perlu kolaborasi dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, ormas-ormas berbasis agama, dan para pemangku kepentingan lainnya termasuk melibatkan para ahli dan civil society," kata Listyo.

Pengertian Kitab Kuning

Melansir TribunJakarta.com, pengertian Kitab Kuning dalam pendidikan agama Islam, merujuk kepada kitab-kitab tradisional yang berisi pelajaran-pelajaran agama Islam (diraasah al-islamiyyah) yang diajarkan pada pondok-pondok Pesantren, mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq, tata bahasa arab (ilmu nahwu dan ilmu sharf), hadits, tafsir, ilmu Alquran, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (mu'amalah).

Dikenal juga dengan kitab gundul karena memang tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun, dan sebagainya). Oleh sebab itu, untuk bisa membaca Kitab Kuning diperlukan kemahiran dalam tata bahasa Arab (nahwu dan sharf)

Kebanyakan naskah para ulama pasca Khulafaa al-Rasyidin ditulis dengan menggunakan Bahasa Arab tanpa harakat, tidak seperti Al Quran pada umumnya.

Baca Juga: Panji Kepolisian Tribrata Sudah di Genggaman, Listyo Sigit Prabowo Resmi Jadi Kapolri Gantikan Idham Azis, Intip Gaji Pokok dan Tunjungannya yang Capai Puluhan Juta

Dikarenakan tujuan pemberian harakat pada Al Quran lebih kepada bantuan bagi orang-orang non arab dan penyeragaman.

Sedangkan bagi orang yang menguasai tata bahasa bahasa Arab maka dapat dengan mudah membaca kalimat tanpa harakat tersebut.

Inilah yang kemudian di Indonesia dikenal sebagai Kitab Gundul untuk membedakannya dengan kitab bertulisan dengan harakat.

Sedangkan mengenai penyebutan istilah sebagai Kitab Kuning, dikarenakan memang kitab-kitab tersebut kertasnya berwarna kuning, hal ini disebabkan warna kuning dianggap lebih nyaman dan mudah dibaca dalam keadaan yang redup.

Ketika penerangan masih terbatas pada masa lampau, utamanya di desa-desa, para santri terbiasa belajar di malam hari dengan pencahayaan seadanya.

Meski penerangan kini telah mudah, kitab-kitab ini sebagian tetap diproduksi menggunakan kertas warna kuning mengikuti tradisi, walaupun ada juga yang telah dicetak pada kertas berwarna putih (HVS).

Sebab lainnya, adalah karena umur kertas yang telah kuno yang turut membuat kertas semakin lama akan menguning dan menjadi lebih gelap secara alami, juga disebutkan ketika dahulu lilin/lampu belum bercahaya putih dan masih kuning maka kertas berwarna putih atau kuning sama saja akan tetap terlihat kuning, sehingga ketika kertas kuning dahulu lebih ekonomis maka penggunaan kertas kuning dapat meringankan ongkos produksi secara massal.

Baca Juga: Meski Listyo Sigit Prabowo Punya Jabatan Mentereng di Kepolisian, Keturunannya Ternyata Tak Ada yang Ikuti Jejaknya, Ini Profesinya

Kini di era modern Kitab-kitab tersebut telah dialih berkaskan menjadi fail buku elektronik, misalnya chm atau pdf.

Ada juga software komputer dalam penggunaan kitab-kitab ini yaitu Maktabah Syamila (Shameela) yang juga mulai populer digunakan dikalangan para santri pondok pesantren modern.

Clifford Geertz seorang ahli antropologi dari Amerika Serikat dalam bukunya yang terkenal berjudul "Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa" (judul aslinya The Religion of Java) memuat sekelumit ceria tentang Kitab Kuning.

Ada pula buku karangan peneliti Belanda Martin van Bruinessen yang berjudul "Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat" yang membahas sejarah Kitab Kuning dan pendidikan Islam tradisional di Indonesia.

(*)

Tag

Editor : Candra Mega Sari

Sumber Tribunnews.com, Kompas TV, TribunJakarta.com